Jakarta, benang.id – Larangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) sebagai bahan baku minyak dan minyak goreng mulai Kamis, 28 April 2022 hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian, tidak boleh berkepanjangan. Jika kebijakan ini berkepanjangan, maka industri sawit nasional bakal runtuh.
Tangisan jutaan petani sawit akan diikuti oleh tangisan para pengusaha. Diperkirakan dalam tempo enam bulan saja pengusaha besar dan BUMN sawit juga akan ikutan runtuh.
Demikian dikemukakan Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dr Ir Harris Turino SH MSi MM di Jakarta, akhir pekan lalu, seperti dikutip dari beritamoneter.com.
“Pemerintah sebaiknya mengembalikan kebijakan DMO sebesar 20% yang dibarengi dengan DPO pada harga Rp. 9.300 per kg. Kejaksaan dan Kepolisian harus mengawal kebijakan ini dengan seksama. Pengusaha nakal yang tidak patuh, cabut ijinnya dan bila perlu bangkrutkan,” tegas Harris Turino.
Harris menilai sebagai sebuah shock terapy atas kenakalan para pemburu rente yang berbuat culas dengan tidak memenuhi kewajiban DMO, ini sudah cukup.
“Obat yang terlalu keras akan membunuh semua industri, termasuk menyediakan lapangan kerja pengganti bagi 2,67 juta petani sawit,” katanya.
Harris memaparkan bahwa pidato Presiden Joko Widodo yang kurang dari satu menit, tepatnya hanya 42 detik, Jumat (22/4/2022) itu telah membuat pemain industri sawit kelabakan.
Mereka yang selama ini menikmati keuntungan yang luar biasa akibat kenaikan harga CPO dunia, tiba-tiba dunianya runtuh.
“Dalam disiplin ilmu Strategic Management, ini yang dikenal dengan istilah ‘Wild Card’, yaitu kejutan besar mengguncang pertumbuhan secara sekonyong-konyong dan tiba-tiba.Tanpa ba bi bu, from Hero to Zero,” ucapnya.
Mengapa demikian? Harris pun menjelaskan. Total produksi CPO Indonesia adalah 50 juta ton per tahun. Sementara total kebutuhan domestik hanya maksimal 18 juta ton, yang terdiri dari 10 juta ton untuk produksi bahan bakar minyak Biodiesel, 7 juta ton untuk bahan baku minyak goreng dan 1 juta ton untuk keperluan industri lainnya.
“Kemana kelebihan 32 juta ton produksi CPO akan diserap bila larangan ekspor berkepanjangan?,” tukas Harris.
Sawit, terang Harris, merupakan tanaman yang panennya tidak bisa dihentikan oleh kekuatan apapun. Ini adalah berkah Tuhan yang melimpah untuk Indonesia.
Penundaan panen kelapa sawit akan membuat buah sawit menjadi busuk dan produktivitas menurun drastis.Biaya pemulihannya sangat besar. Buah sawit yang sudah dipanen juga tidak bisa disimpan lama.Harus segera diproses menjadi CPO. Kualitasnya akan menurun drastis dalam hitungan hari. Sementara CPO sendiri juga punya masa daluwarsa yang pendek.
“Tidak mungkin menciptakan industri dalam negeri yang mampu menyerap kelebihan 32 juta ton CPO. Bisa dibayangkan kerusakan industri ini apabila kebijakan larangan ekspor berkepanjangan,” ujarnya.
Bagaimana struktur industri CPO Indonesia sebenarnya?
Merujuk data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian tahun 2020, beber Harris, luas total perkebunan sawit di Indonesia mencapai 16,38 juta hektar.
Dari luasan tersebut, pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini sekitar 53% dikelola oleh perusahaan perkebunan swasta besar, 6% dikelola oleh perusahaan perkebunan negara (BUMN) dan sisanya atau sebanyak 41% dikelola oleh petani kelapa sawit termasuk petani sawit swadaya.
Sedangkan jumlah petani kelapa sawit di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 2,67 juta kepala keluarga.
Perusahaan swasta besar dan BUMN yang memiliki industri pengolahan lanjutan dari CPO, baik untuk bahan bakar minyak Biodiesel maupun minyak goreng dalam jangka pendek akan mampu bertahan, walau menderita kerugian.
Mereka akan menggunakan hasil kebunnya untuk memenuhi bahan baku industri lanjutannya. Sementara petani kelapa sawit tidak punya pilihan lain.
“Ibarat buah simalakama, kalau dipanen maka bukan hanya harganya akan terjun bebas, tetapi siapa yang mau membeli dan kalau tidak dipanen maka kebonnya akan rusak,” tuturnya.
Menurut Harris, lebaran kali ini bukan lebaran terindah seperti yang sebelumnya dibayangkan oleh jutaan petani kelapa sawit.
Sementara di negeri seberang, pengusaha dan para petaninya akan bersorak gembira karena harga sawit internasional di pasar komoditas Rotterdam akan melonjak tidak terkira.
Saat ini, lanjut Harris, kontribusi ekspor CPO Indonesia memiliki pangsa pasar mendekati 58% dari ekspor dunia. Kehilangan pasok sebesar ini tentu mengguncang pasar dunia.
“Kita masih ingat, kenaikan harga CPO dunia dalam setahun terakhir sebenarnya banyak dipicu oleh kebijakan pemerintah mengubah biodiesel dari B20 ke B30, yang membutuhkan sekitar 10 juta ton CPO sebagai bahan baku,” katanya.
Indonesia, tandas Harris, memang bukan price maker tetapi sebagai pemain terbesar dunia, Indonesia bisa mempengaruhi harga internasional.