Revitalisasi BUMN dan peningkatan di rantai nilai komoditas guna menarik investasi asing langsung menjadi katalis pertumbuhan ekonomi Indonesia
Jakarta, benang.id – Perekonomian Indonesia tumbuh 5,3% pada 2022, laju tercepat dalam sembilan tahun. Semua pendorong pertumbuhan utama telah kembali ke tingkat pra-pandemi, dengan produk domestik bruto (PDB) tahunan yang telah disesuaikan secara musiman naik 7%, konsumsi 4%, dan ekspor mencatat kenaikan terbesar, yaitu 30%, jika dibandingkan dengan akhir 2019.
Selagi Indonesia keluar dari pandemi, kondisi menguntungkan dari harga komoditas yang sedang berada di titik tertinggi dan berbagai upaya baik yang dilakukan oleh pemerintah telah memberikan dampak menguntungkan terhadap momentum pertumbuhan jangka pendek maupun menengah. Itu termasuk penanganan pandemi yang efisien yang meliputi peluncuran vaksinasi dan paket stimulus untuk mendukung perekonomian.
Demikian disampaikan Radhika Rao, Senior Economist, DBS Group Research dan Maynard Priajaya Arif, Head of Research, DBS Group dalam keterangan tulisnya di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Terlepas dari fluktuasi data frekuensi tinggi, DBS Group Research memperkirakan pertumbuhan Indonesia stabil di sekitar angka 5% pada 2023, kembali ke rata-rata lima tahun sebelum pandemi pada 2015-2019. Ada perkembangan struktural yang sedang berlangsung, yang manfaatnya kemungkinan besar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dalam beberapa tahun ke depan.
Peningkatan FDI dan dorongan nilai tambah pada komoditas
Setelah perjalanan tidak mulus selama 2020-2021, arus investasi domestik dan asing meningkat tajam pada 2022. Total FDI khususnya melonjak 47% secara tahunan pada tahun lalu, menjadi US$45,6 miliar. Di antara sektor utama, logam dasar dan pertambangan menyaksikan arus masuk kuat dengan Singapura, Tiongkok, dan Hongkong muncul sebagai investor utama. Dengan dorongan ini, target 2022 keseluruhan untuk total investasi tercapai, di angka IDR 1.207,2 triliun (Indonesia: Strong FDI beat). Target 2023 ditetapkan Rp1.400 triliun.
Yang menggembirakan, penyebaran investasi asing (terwujud) per provinsi menjadi lebih luas. Jawa masih menikmati hampir setengah dari aliran investasi, tetapi porsinya secara total terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. Porsi kue investasi lebih besar mengalir ke provinsi, seperti, Sumatera dan Sulawesi. Porsi Sulawesi meningkat, dari ~5% pada 2015 menjadi ~17% pada tahun lalu, sejalan dengan semakin pentingnya komoditas, terutama nikel, yang telah menarik minat investor asing di seluruh rantai nilai. Sumatera adalah daya tarik utama lain karena melimpahnya komoditas pertanian, termasuk kelapa sawit, karet, dan kopi.
Arus masuk dana asing
Peningkatan arus masuk dana asing secara bertahap dapat disaksikan di tiga kelompok industri – primer, sekunder, dan tersier. Peningkatan besar, misalnya, antara 2020 dan 2022, terjadi di sektor primer dan sekunder, ke pertambangan, industri logam dasar dan barang logam, bahan kimia, selain tersier (real estate dan kegiatan usaha).
Salah satu alasan utama di balik lonjakan FDI ini adalah peralihan bersama ke komoditas hilir, smelter, dan aktivitas terkait. Tujuh belas smelter dibangun sejak 2021, dengan 31 smelter lagi dalam proses pembangunan. Dari jumlah tersebut, jumlah total proyek dan realisasi investasi tertinggi tercatat di nikel. Sebagai pilihan kebijakan untuk beralih dari ekspor bijih dan menghasilkan produk dengan nilai jual lebih tinggi, pembatasan ekspor bijih nikel mentah menyebabkan peningkatan tajam dalam pembangunan smelter untuk memproduksi feronikel olahan dan besi mentah mengandung nikel, bahan utama untuk produksi baja tahan karat. Cadangan nikel domestik merupakan yang terbesar di dunia, sebesar ~21 juta meganewton, atau 23,7% dari cadangan global.
Rencana sedang disiapkan untuk melarang ekspor bauksit sejak Juni 2023 untuk mendorong kapasitas pengolahan alumunium lokal, antara lain. Mengingat permintaan untuk logam dasar dan industri pengolahan cukup besar, momentum untuk aliran FDI ke Indonesia kemungkinan tetap kuat dalam 2-3 tahun ke depan, membawa manfaat melalui produksi lebih tinggi, keahlian teknis lebih baik, meningkatkan posisi di rantai nilai, meningkatkan ekosistem untuk industri manufaktur, dan limpahan positif terhadap lapangan kerja dan pendapatan.
Revitalisasi badan usaha milik negara (BUMN) dan dukungan untuk usaha kecil
Badan usaha milik negara menjadi yang terdepan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan pemerintah berfokus pada revitalisasi dan perampingan BUMN.
Kontribusi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap perekonomian cukup besar, yaitu Rp371 triliun atau sekitar 18% dari anggaran 2021, melalui pajak, dividen, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Terlebih, total aset seluruh BUMN setara dengan setengah PDB Indonesia atau sekitar Rp9.000 triliun (data 2021). Di bawah kepemimpinan Kementerian BUMN, banyak hal telah dilakukan untuk mengubah entitas tersebut, termasuk pembentukan perusahaan induk dan prakarsa restrukturisasi.
BUMN kini dikelompokkan menjadi dua belas perusahaan induk untuk mendukung strategi prioritas pemerintah, meningkatkan sinergi, dan memperkuat kapabilitas permodalan/pendanaan. Beberapa perusahaan induk besar tersebut bergerak di sektor energi, pertambangan, ultra-mikro, perkebunan, farmasi, dan pasokan makanan.
Di sektor komoditas, untuk menghasilkan produk dengan nilai jual lebih tinggi di luar smelter, misalnya, pemerintah mendorong investasi di bidang produksi baterai kendaraan listrik. Indonesia Battery Corporation (IBC) dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dengan konsorsium melibatkan BUMN, seperti, MIND ID (perusahaan induk pertambangan Indonesia), Antam (perusahaan penambang nikel dan emas), Pertamina (perusahaan migas terbesar di Indonesia), dan PLN (perusahaan listrik BUMN). Transformasi BUMN mengalami percepatan pada periode kedua Presiden Jokowi, jika dibandingkan dengan periode pertama.
Selain IBC, perusahaan induk ultra-mikro adalah contoh baik dari potensi sinergi antar BUMN di sektor itu (antara Bank Rakyat, PNM, dan Pegadaian) dalam hal pendanaan dan data nasabah untuk menumbuhkan peminjam mikro dari 15 juta pada 2020 menjadi 29 juta pada 2024.
Bersamaan dengan itu, jumlah BUMN juga dikurangi menjadi 41 pada akhir 2022 dari 113 pada 2019. Sekitar 70 di antaranya hampir tidak beroperasi, dengan rencana untuk terus menurunkan jumlahnya menjadi 30 pada fase berikut (2024-2024) untuk meraih manfaat efisiensi.
Dalam pandangan DBS Group Research, upaya itu kurang dihargai tetapi sangat penting untuk menyeimbangkan kembali sumber daya dan meningkatkan manfaat efisiensi. Antara 2005-2020, pemerintah menyuntikkan lebih dari Rp250 triliun ke BUMN, tetapi beberapa masih belum berjalan sesuai harapan. Dana dapat digunakan di bidang lain yang akan berdampak lebih besar atau mengurangi beban anggaran.
Program bantuan diluncurkan
Beberapa program bantuan juga telah diluncurkan melalui badan milik negara untuk melindungi rumah tangga berpenghasilan rendah. Beberapa program telah dijabarkan, termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta rumah tangga, Bantuan Pangan Non-Tunai untuk 18,8 juta penerima, Bantuan Pelajar (Indonesia Pintar) untuk 17,9 juta siswa dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan Asuransi Kesehatan Universal (PBI) untuk 96,8 juta penduduk.
Selagi perekonomian memasuki fase endemik Covid, beberapa program yang tersedia selama pandemi dihentikan, seperti, bantuan tunai, diskon listrik, diskon BBM, voucher internet untuk pelajar, dan program pengangguran.
Lanjutkan KUR
Salah satu program yang dipertahankan adalah KUR (Kredit Usaha Rakyat). Untuk program tersebut pemerintah menggandakan anggarannya, dari ~Rp100 triliun pada 2017 menjadi Rp190 triliun pada 2022.
Program tersebut disalurkan oleh bank BUMN, termasuk Bank Rakyat Indonesia sebagai penyalur utama KUR. Di bawah Kementerian BUMN, pemerintah juga memiliki program pinjaman mikro di bawah MEKAR, yang diberikan kepada 12 juta usaha kecil dan mikro. Program ini khususnya untuk perempuan dan penduduk pedesaan. Jika dikombinasikan dengan KUR, program itu menjangkau lebih dari 20 juta peminjam, jumlah berarti jika dibandingkan dengan 260 juta penduduk Indonesia. (*)