Yogyakarta, benang.id – Gara-gara sapi “makan” sapi, Kraton Yogyakarta menunjukkan dan membuktikan komitmennya kepada NKRI yakni menjaga lingkungan dan sekaligus menyejahterakan masyarakat. Cerita adanya sapi “makan” sapi dikisahkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X di Dusun Ngrejek Wetan, Desa Gombang, Ponjong, Gunungkidul, Yogyakarta pekan ini. Komitmen yang dimaksud adalah menyejahterakan masyarakat tanpa harus merusak lingkungan alam sekitar.
Mewujudkan kesejahteraan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945 jangan sampai merusak atau menghancurkan sumber kehidupannya.
Kisah sapi “makan“ sapi itu didengar ratusan orang yang hadir dalam peluncuran Program Pengembangan Ekosistem Green Economy (Ekonomi Hijau) pada Selasa (14/3/2023) lalu. Program istimewa ini diselenggarakan berkat kerja sama antara PT PLN, PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), PT Energy Management Indonesia (EMI), Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Kraton Kasultanan Yogyakarta.
Demikian diungkapkan GKR Mangkubumi, puteri sulung Sri Sultan Hamengkubuwono X, di Yogyakarta, Minggu (19/3/2023).
Hadir dalam acara tersebut antara lain Dirut PT PLN Darmawan Prasodjo, Dirut PT PLN EPI Iwan Agung Firstantara, Direktur Biomassa PT PLN EPI Antonius Aris Sudjatmiko, Dirut PT EMI Surya Fitriadi, GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, RM Gustilantika Marrel Suryokusumo, Taprof Bidang Ideologi dan Sosial Budaya Lemhannas RI AM Putut Prabantoro yang juga Ketua Pengkajian Kerja Sama Lemhannas RI, serta Taprof Bidang Ekonomi Lemhannas RI Caturida Meiwanto Doktoralina yang mewakili Deputi Pengkajian Strategis Lemhannas RI.
Gunung Kidul adalah lumbung ternak di DIY, demikian Sri Sultan bertutur sebagaimana dikutip GKR Mangkubumi. Selain dari ternak, masyarakatnya hidup dari pertanian. Jika pertanian yang ditanam adalah padi, ubi, jagung dan lain-lain. Sementara kalau peternakan rumah yang dipelihara masyarakat adalah sapi atau kambing. Dari sinilah masyarakat Gunung Kidul hidup. Namun permasalahan klasik muncul ketika musim kemarau datang. Ternak terancam kelaparan karena tidak ada tumbuhan hijau untuk pakan ternak. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada musim kemarau di Gunung Kidul ini banyak terjadi peristiwa sapi “makan“ sapi.
“Jika biasanya seorang warga di Gunung Kidul memiliki 3 sapi, maka pada musim kemarau masyarakat tidak dapat mempertahankan itu. Karena kelangkaan pakan ternak, maka satu dari tiga sapi itu akan dijual. Dan hasil penjualan sapi itu, akan dibelikan pakan ternak yang berasal dari daerah lain. Dibutuhkan kurang lebih Rp250.000 per bulan untuk membeli pakan ternak dari daerah lain. Akhirnya ya, sapi ‘makan’ sapi yang terjadi,“ ujar GKR Mangkubumi.
Oleh karena itu, Kraton menyambut hangat ketika DIY terpilih menjadi pilot project program Pengembangan Ekosistem Green Economy untuk Mendukung Net Zero Emission (NZE) Berbasis Keterlibatan Masyarakat di DIY dalam konteks Sustaninable Development Goals (SDG) – pembangunan berkelanjutan. Ditegaskan GKR Mangkubumi, Kraton Yogyakarta memegang kuat filosofi Memayu Hayuning Bawana untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat.
“Makanya, pilot project ini merupakan kerja sama antara PT PLN Energi Primer Indonesia, Pemerintah DIY dan Kraton Kasultanan Yogyakarta. Kraton Kasultanan Yogyakarta menyediakan tanah Sultan Ground untuk dapat ditanami pohon-pohon yang mendukung semua kepentingan. Lingkungan terjaga, masyarakat mengambil manfaat dari daun-daun dari pohon yang ditanam dan PLN dapat menggunakan ranting-rantingnya untuk Co-Firing bagi PLTU-nya,“ ujar GKR Mangkubumi.
Kisah sapi “makan” sapi itu dibenarkan oleh Supriyanto, Lurah Kelurahan Gombang, Kapanewon Ponjong, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Dijelaskan bahwa hampir setiap keluarga di kelurahannya memiliki sapi atau kambing. Kambing atau sapi bagi warga desa merupakan raja kaya (bhs. Jawa – red) atau aset setiap keluarga. Hanya masalah muncul seiring dengan hadirnya musim kemarau, kelangkaan pakan hewan terjadi.
Melalui program ini, sebanyak 50.000 bibit pohon pakan ternak yakni Gamal, Indigofera, Gmelina atau Jati Putih, dan Kaliandra Merah ditanam penduduk di dua kelurahan tersebut secara bergotong-royong di areal seluas 30 hektar (ha). Tujuan program ini adalah menyediakan pakan ternak bagi daerah Kelurahan Gombang dan Karangasem Gunung Kidul. Dengan demikian, diharapkan nantinya pakan ternak tetap tersedia meski musim kemarau datang.
“Warga dilibatkan dalam menentukan jenis bibit tanaman sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi persoalan kekurangan pakan. Oleh karena itu masyarakat adalah pelaku dan pihak yang memperoleh manfaatnya. Karena masyarakat diminta memilih bibit tanaman sesuai dengan kebutuhan pangannya. Kami mengucapkan terimakasih karena dibantu menyelesaikan persoalan,“ ujar Parimin, Lurah Kelurahan Karangasem, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Dengan keterlibatan masyarakat di tiap hasil pelaksanaan program warga akan punya rasa memiliki dan turut berupaya maksimal, menjaga dan memastikan keberhasilan program ini. Bibit tanaman tersebut merupakan tanaman multifungsi. Daunnya bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ranting-rantingnya bisa dimanfaatkan untuk menjadi biomassa serbuk kayu yang akan mendukung program co-firing biomassa di PLTU.
Bagi Kraton Yogyakarta, demikian diurai lebih lanjut oleh GKR Mangkubumi, kerja sama proyek ini sesuai dengan filosofi yang dipegang erat oleh Kraton sejak berdirinya Kraton Mataram pada 1755. SDGs itu sesuai dengan filosofi Hamemayu Hayuning Bawana.
Diurai lebih lanjut, Hamemayu itu bermakna memelihara lingkungan, menjaga kelestariannya dan harmoni alam. Hayuning itu bermakna, kecantikan, keindahan, keberadaan yang dianugerahkan Tuhan yang tidak boleh dirusak oleh manusia. Sementara Bawana bermakna alam semesta, dunia sekitar dan sumber kehidupan. Jadi Hamemayu Hayuning Bawana diterjemahkan sebagai segala tindakan untuk memelihara keindahan lingkungan alam semesta namun bermanfaat bagi kehidupan manusia dan masyarakat.
“Kraton berharap bahwa SDGs dari PT PLN EPI di Kalurahan Karangasem dan Gombang benar-benar bisa dilaksanakan dan kemudian akan diikuti oleh daerah lain. Karena bagi kraton, SDGs itu tidak hanya kekuatan tetapi senjata ampuh untuk melestarikan alam. Selama ini kami juga mencoba untuk menjaga lingkungan di DIY ini nyaman, aman dan bermanfaat bagi masyarakat. Sehingga terkait dengan ekosistem yang ada di Yogja, Kraton Yogyakarta mendukung sekali program ini karena lingkungan terjaga dan alam justru memberi kehidupan bagi kita semua.” tegas GKR Mangkubumi. (*)