Yogyakarta, benang.id – Sejumlah negara mulai meninggalkan dolar AS sebagai mata uang dalam transaksi internasional. Untuk mengetahui seluk beluk dedolarisasi dan apa manfaatnya, Prodi Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (Prodi Ekonomi Pembangunan FBE UAJY) menggelar kuliah umum (general lecturer) dengan topik “Dedolarisasi: Paradigma & Aksi”.
Kuliah umum yang disenggarakan di Kampus FBE UAJY, Senin (5/6/23) ini menghadirkan narasumber Bhima Yudhistira Adinegara, Direktur Ekesekutif CELIOS/Center of Economic and Law Studies) dengan moderator Mario Rosario Wisnu Aji, Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan FBE UAJY.
Y Sri Susilo, Kaprodi Ekonomi Pembangunan FBE UAJY dalam sambutan pengantar kuliah umum tersebut mengatakan, mata uang nasional mulai menggantikan dolar AS dalam berbagai transaksi internasional. Berpalingnya sejumlah negara dari dolar AS disinyalir diawali oleh sanksi AS kepada Rusia dan beberapa negara lain.
“Negara-negara tersebut pun mencari mata uang alternatif selain dolar AS, contohnya Rusia, Brasil, China, dan India,” tutur Sri Susilo.
Mengawali kuliahnya, BhimaYudhistira mengatakan bahwa dedolarisasi adalah upaya mengganti dominasi dollar AS dalam transaksi perdagangan internasional, investasi asing hingga kurs acuan dalam kebijakan anggaran di suatu negara.
Bhima menjelaskan manfaat dedolarisasi adalah pertama, Mengurangi fluktuasi nilai tukar. Kedua, Meningkatkan hubungan bilateral/ regional dengan negara non-AS.
Selanjutnya, Meningkatkan volume perdagangan dengan negara alternatif. Keempat, Efisiensi dalam transaksi bilateral. Kelima, Dapat melepaskan diri dari dikte kebijakan AS.
Berkaitan dengan dedolarisasi maka alumnus FEB UGM dan Universitas Bradford, Inggris ini memberikan contoh eksportir CPO yang sebagian besar menerima dolar AS, saat ini mulai difasilitasi mata uang lokal seperti Ringgit, Bath dan mata uang lainnya (Local Currency Settlement) meski masih terbatas.
Selanjutnya ke depan perbankan perlu menyiapkan ketersediaan mata uang lokal untuk memenuhi permintaan ekspor-impor. Semakin dalam pasar valas non- dollar AS maka semakin menarik minat investor dan eksportir-importir.
“Insentif dari BI dan Pemerintah juga diperlukan untuk meningkatkan porsi LCS”, kata Bhima berharap.
Kuliah umum dihadiri oleh 100 peserta yang terdiri dari mahasiswa dan dosen. Peserta cukup antusias untuk bertanya dan berdiskusi dengan narasumber.
“Kuliah umum di Prodi Ekonomi Pembangunan (Konsentrasi Ekonomi Bisnis) FBE UAJY dilakukan 2 kali setiap semester”, jelas Y Sri Susilo.
Narasumber yang dihadirkan merupakan akademisi, praktisi dan pengambil kebijakan. “Dengan ada kuliah umum diharapkan peserta akan memperoleh tambahan wawasan dan pengetahuan dari pihak di luar kampus”, tutup Sri Susilo. (*)