Jakarta, benang.id – Anggota Komisi XI DPR RI Said Abdullah mendukung sikap Pemerintah Indonesia yang akan mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelenksky dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada KTT G20 Bali. Sebab, menurut Said, hal itu bagian dari upaya untuk menurunkan tensi ketegangan antara Rusia dan Ukraina Meskipun demikian, Said mengakui, jika mengacu ketentuan G20, Volodymyr Zelenksky tidak memiliki hak bicara karena Ukraina bukan anggota G20. Ruang bagi Zelenksky di KTT G20 hanya sebagai pemantau.
“Namun Indonesia sebagai tuan rumah KTT, sekaligus Presidensi G20 dapat membuat side event meeting yang mempertemukan Zelenksky dan Putin. Apalagi tiga tema sentral G20, yakni Global Health Architecture, Sustainable Energy Transition, dan Digital Transformation sama sekali tidak terkait dengan Perang di Ukraina,” kata Said dalam keterangan tertulis seperti dilansir dpr.go.id, Senin (9/5/2022).
Meskipun bukan pada tempat yang proporsional melibatkan konflik Rusia dan Ukraina di G20, kata Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini, Indonesia memilih berpikir dewasa dan menunjukkan kepada dunia, bahwa Indonesia memiliki komitmen yang kuat atas upaya perdamaian dunia.
“Kita berharap Amerika Serikat dan aliansinya bisa melihat kesungguhan Indonesia dalam mengupayakan perdamaian kedua belah pihak. Kita berharap negara negara Eropa yang tergabung dalam G20 seperti Jerman, Inggris, Prancis, dan Italia ikut memberikan dukungan atas peran yang diambil oleh Indonesia dalam mengupayakan perundingan damai antara Ukraina dan Rusia,” kata Said.
Said menambahkan, Eropa perlu mencatat bahwa eskalasi di Ukraina akan berdampak langsung ke seluruh kawasan. Apalagi jika kecamuk perang terus berkepanjangan, jutaan arus pengungsi akan menjadi beban negara-negara penampung.
Eskalasi yang kian menegang di Ukraina juga akan menekan berbagai komoditas utama, seperti gas, minyak bumi, dan minyak biji bunga matahari serta gandum. Akibatnya, daratan Eropa juga yang akan merasakan risikonya.
“Apalagi jika sampai pecah perang nuklir, tidak menutup kemungkinan sebagian besar daratan Eropa yang penuh kemakmuran dalam sekejap rata tanah,” imbuhnya.
Indonesia sejauh ini menghendaki penghentian peperangan di Ukraina dan mendorong para pihak menempuh jalan perundingan sebagai jalur penyelesaian konflik dan tidak memihak. Hal itu sebagaimana konsekuensi dari perintah konstitusi sebagaimana tercantum dalam pembukaan.
Said menambahkan, meskipun secara geopolitik, Indonesia dikepung oleh pakta pertahanan FPDA (Five Power Defence Arrangements), sebuah pakta pertahanan yang merupakan Persemakmuran Inggris (Inggris, Singapura, Malaysia, Australia dan Selandia Baru), posisi ini tidak serta merta Indonesia merapat ke Poros Tiongkok.
Alih-alih merapat ke Tiongkok, menurut Said, Indonesia malah beberapa kali clash dengan Tiongkok di Laut Natuna Utara atas klaim Tiongkok melalui nine dash line yang tidak berdasar pada hukum laut internasional.
Indonesia, tegas Said, teguh dengan politik luar negeri yang bebas, yang berarti bukan dari berbagai aliansi atau pakta pertahanan. Walau begitu Indonesia memandang penting untuk aktif dalam menempuh perdamaian dunia melalui berbagai saluran diplomasi internasional yang sah.
“Kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif ini cukup menguntungkan. Sebab Indonesia memiliki legitimasi politik dan moral dari para pihak yang bersengketa. Terlebih dengan posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 menjadi tambahan bekal yang memadai untuk menguatkan perannya,” tutup Anggota Fraksi PDI-Perjuangan DPR RI ini.