Friday, November 22, 2024
No menu items!
spot_img
HomeNasionalISKA DIY Desak Presiden, DPR, dan KPU Stop Bikin Kegaduhan

ISKA DIY Desak Presiden, DPR, dan KPU Stop Bikin Kegaduhan

Yogyakarta, benang.id – Politik adalah keterlibatan seseorang untuk menentukan arah kebersamaan hidup berbangsa dan bernegara untuk menciptakan kesejahteraan bersama (bonum commune). Namun yang terjadi sekarang politik berkecenderungan untuk berebutan kekuasaan karena orang tidak lagi melandaskan dirinya nilai-nilai moral dan etika, seperti kebenaran, kejujuran, keadilan dan transparansi.

Dengan etika, politik dapat membantu usaha masyarakat untuk mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata. Seharusnyalah kekuasaan dicari tidak hanya untuk kepentingan sendiri tetapi sebagai alat untuk melayani manusia.

Kekuasaan politik dapat dan harus diarahkan untuk kepentingan rakyat. Negara demokrasi pastilah berkaitan dengan bentuk pemerintahan yang didasarkan pada konstitusi atau aturan main perundang-undangan yang berarti dibatasinya kekuasaan para pemimpin dan lembaga-lembaga pemerintahan, dan pembatasan ini ditegaskan melalui prosedur yang jelas dan tegas.

Sayangnya,  perpolitikan Indonesia saat ini jauh dari kondisi ideal tersebut. Oleh karenanya, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) DIY menyatakan sikap tegasnya.

Berikut pernyataan sikap DPD ISKA DIY yang ditandatangani pada 23 Agustus 2024 oleh Ketua I Ignatius Triyana, Ketua II A Budisusila, Ketua III B Wibowo Suliantoro, serta diketahui oleh Dewan Penasihat/Moderator Matheus Mali dan Ketua Umum Julius Hernondo:

Pertama, Pemerintah dan DPR harus menjadi teladan etika dan moral dalam kehidupan demokrasi, sehingga harus tegas untuk menumbuhkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang didasarkan atas tata kelola kepemerintahan yang baik, menolak nilai-nilai yang bersifat koruptif, kolutif dan nepotis sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang menjadi amanat reformasi.

Kedua, Pilkada yang merupakan pesta demokrasi untuk memilik Pimpinan Daerah yang berkualitas dan sah harus dilaksanakan sebagai kompetisi politik yang sehat, demokratis, adil, dan transparan, serta bersih dari praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Sehubungan dengan hal tersebut acuan untuk memulai siklus politik pilkada harus diawali dengan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU/XXII/2024, dan tidak perlu ada lagi kebijakan dalam bentuk apa pun yang mengingkari kedua putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat tersebut. Kami akan terus mengawalnya.

Ketiga, Pemerintah harus mengambil kebijakan dan melaksanakannya secara lebih efektif-efisien dengan prioritas memulihkan kesejahteraan masyarakat dalam kerangka bonum commune agar penyelenggaraan pemerintahan yang segera akan memasuki transisi dan peralihan kekuasaan selalu berorientasi pada perlindungan kesejahteraan masyarakat.

Keempat, Mendesak Presiden, DPR, dan KPU untuk berhenti  melakukan manuver yang dapat memunculkan kegaduhan politik yang dapat mencederai praktik demokrasi Pancasila; dan hendaklah lebih fokus untuk mempersiapkan pilkada yang jujur, adil, transparan, dan bermartabat. (*)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments