Friday, November 22, 2024
No menu items!
spot_img
HomeNasionalPaus Fransiskus: Gereja Katolik Ingin Tingkatkan Dialog Antaragama

Paus Fransiskus: Gereja Katolik Ingin Tingkatkan Dialog Antaragama

Jakarta, benang.id – Pemimpin Gereja Katolik Dunia yang juga Kepala Negara Vatikan Paus Fransiskus menyampaikan bahwa Gereja Katolik berkeinginan untuk meningkatkan dialog antaragama, agar prasangka dapat dihapus dan suasana saling menghargai dan saling percaya dapat bertumbuh.

“Hal ini sangatlah penting untuk menghadapi tantangan-tantangan bersama, termasuk tantangan untuk melawan ekstrimisme dan intoleransi, yang melalui pembelokan agama, berupaya untuk memaksakan sudut pandang mereka dengan menggunakan tipu muslihat dan kekerasan,” tutur Paus dalam pidato resminya saat diterima Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (4/9/2024).

Menurut Paus Fransiskus, kerukunan di dalam perbedaan dapat dicapai ketika semua orang dan setiap kelompok suku dan agama bertindak dalam semangat persaudaraan, seraya mengejar tujuan luhur dengan melayani kebaikan bersama.

Paus menilai kesadaran untuk berpartisipasi dimana solidaritas adalah unsur hakiki dan semua orang memberikan sumbangsihnya, membantu mengidentifikasi solusi- solusi yang tepat, untuk menghindari perselisihan yang muncul dari perbedaan dan untuk mengubah perlawanan menjadi kerja sama yang efektif.

“Keseimbangan antara kemajemukan budaya yang besar dan ideologi-ideologi yang berbeda, dan cita-cita yang mempererat persatuan, haruslah dibela terus-menerus dari berbagai ketimpangan,” ujarnya.

Paus Fransiskus tiba di Istana Negara disambut Presiden Joko Widodo. Foto: Indonesia Papal Visit Committee/Agus Agus Suparto

Paus Fransiskus mengajak semua orang, tapi secara khusus kepada mereka yang terlibat dalam kehidupan politik, untuk memperjuangkan kerukunan, persamaan, rasa hormat atas hak-hak dasar manusia, pembangunan berkelanjutan, solidaritas dan upaya mencapai perdamaian, baik di dalam masyarakat maupun dengan bangsa-bangsa serta negara- negara lain.

Hal itu diperlukan untuk memperkuat kerukunan yang dapat menjamin perdamaian dan menyatukan upaya-upaya untuk menghapuskan ketimpangan dan penderitaan yang masih bertahan di beberapa wilayah negara,

Gereja Katolik, tandas Paus Fransiskus, bekerja untuk melayani kebaikan bersama dan berkeinginan untuk menguatkan kerja sama dengan berbagai lembaga negara dan aktor-aktor lain dalam masyarakat sipil, mendorong pembentukan struktur sosial yang lebih seimbang dan memastikan pembagian bantuan sosial yang lebih efisien dan adil.

Berkaitan dengan ini, Paus Fransiskus merujuk kepada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang menawarkan wawasan berharga bagi jalan yang dipilih oleh Indonesia yang demokratis dan merdeka. Dua kali dalam beberapa baris, Pembukaan undang-undang dasar merujuk kepada Allah yang Maha Kuasa dan perlunya berkat Allah turun atas negara Indonesia yang baru lahir. Dengan cara yang sama, kalimat pembuka undang-undang dasar Indonesia merujuk dua kali pada keadilan sosial: sebagai fondasi tatanan internasional yang diinginkan dan sebagai salah satu tujuan yang harus dicapai demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

“Bhinneka Tunggal Ika, keadilan sosial dan berkat ilahi adalah prinsip-prinsip hakiki yang bermaksud untuk menginspirasi dan menuntun tatanan sosial. Prinsip-prinsip ini dapat disamakan dengan struktur pendukung, sebuah fondasi yang kokoh untuk membangun rumah,” ucap Paus, seraya menambahkan bahwa prinsip-prinsip tersebut sangat sesuai dengan moto kunjungannya ke Indonesia: Iman, Persaudaraan, Bela Rasa.

Paus Fransiskus melihat di dunia saat ini, memiliki kecenderungan-kecenderungan tertentu yang menghalangi perkembangan persaudaraan universal yang termaktub dalam Surat Ensiklik tentang Fratelli Tutti. Di berbagai daerah muncul konflik-konflik kekerasan, yang sering kali adalah akibat kurangnya sikap saling menghargai, dan dari keinginan intoleran untuk memaksakan kepentingan sendiri, posisi sendiri dan narasi historis sepihak dengan segala upaya, bahkan kalaupun hal ini membawa kepada penderitaan tiada akhir bagi seluruh komunitas dan berujung pada peperangan dan banyak pertumpahan darah.

Kadang-kadang, lanjut Paus Fransiskus, ketegangan-ketegangan dengan unsur kekerasan timbul di dalam negara-negara karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu dengan memaksakan visi mereka bahkan dalam hal-hal yang seharusnya diserahkan kepada otonomi individu-individu atau kelompok- kelompok yang berkaitan. Terlebih, terlepas dari kebijakan-kebijakan yang mengesankan, terdapat juga kurangnya komitmen sejati yang berorientasi ke depan untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Akibatnya, sebagian besar umat manusia terpinggirkan, tanpa sarana untuk menjalani hidup yang bermartabat dan tanpa perlindungan dari ketimpangan sosial yang serius dan bertumbuh, yang memicu konflik-konflik yang parah.

Dalam konteks-konteks lainnya, papa Paus Fransiskus, masyarakat percaya bahwa mereka dapat atau boleh mengabaikan kebutuhan untuk memohon berkat Allah, menilainya sebagai sesuatu yang dangkal bagi manusia dan masyarakat sipil. Sebaliknya, mereka memajukan usaha-usaha mereka sendiri, tapi kerap kali hal ini mengantar mereka kepada pengalaman frustrasi dan kegagalan. Meski demikian, ada masa-masa ketika iman kepada Allah terus menerus diletakkan di garis depan, tapi sayangnya dimanipulasi untuk menciptakan perpecahan dan meningkatkan kebencian, dan bukan untuk memajukan perdamaian, persekutuan, dialog, rasa hormat, kerja sama dan persaudaraan.

Paus Fransiskus tiba di Istana Negara disambut Presiden Joko Widodo. Foto: Indonesia Papal Visit Committee/Agus Agus Suparto

Berhadapan dengan tantangan-tantangan tersebut, Paus Fransiskus menegaskan bahwa falsafah yang menuntun ketatanegaraan Indonesia seimbang sekaligus bijaksana. Terkait hal ini, Paus kemudian mengutip kata-kata dari Santo Yohanes Paulus II dalam kunjungannya tahun 1989.

“Dengan mengakui kehadiran keanekaragaman yang sah, dengan menghargai hak-hak manusia dan politik dari semua warga, dan dengan mendorong pertumbuhan persatuan nasional berlandaskan toleransi dan sikap saling menghargai terhadap orang lain, Anda meletakkan fondasi bagi masyarakat yang adil dandamai, yang diinginkan semua warga Indonesia untuk diri mereka sendiri dan rindu untuk diwariskan kepada anak-anak mereka” (Pidato kepada Presiden Republik Indonesia dan Para Pejabat Sipil, Jakarta, 9 Oktober 1989).

Jika terkadang di masa lalu prinsip-prinsip tersebut tidak selalu diterapkan, tandas Paus Fransiskus, prinsip-prinsip ini tetaplah berlaku dan dipercaya, ibarat mercusuar yang menyinari jalan yang ditempuh dan yang memperingatkan tentang kesalahan-kesalahan amat berbahaya yang harus dihindari.

Terakhir, Paus Fransiskus mengharapkan agar setiap orang, dalam kehidupan mereka sehari-hari, akan mampu menimba inspirasi dari prinsip-prinsip ini dan menerapkannya ketika melaksanakan kewajiban mereka masing- masing, karena opus justitiae pax, perdamaian adalah karya dari keadilan.

“Kerukunan dicapai ketika kita berkomitmen tidak hanya demi kepentingan-kepentingan dan visi kita sendiri, tapi demi kebaikan bersama, dengan membangun jembatan, memperkokoh kesepakatan dan sinergi, menyatukan kekuatan untuk mengalahkan segala bentuk penderitaan moral, ekonomi, dan sosial, dan untuk memajukan perdamaian dan kerukunan,” pungkas Paus Fransiskus. (*)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments