Jakarta, benang.id – Ada momen yang boleh jadi lepas dari perhatian ribuan umat yang hadir di Misa Suci Agung bersama Paus Fransiskus di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Kamis (5/9/2024) petang.
Momen tersebut terjadi segera setelah misa berakhir. Sebelum meninggalkan altar, Paus Fransiskus tampak menuju ke patung Bunda Maria, yang sangat populer di Keuskupan Agung Jakarta. Patung itu bernama Maria Bunda Segala Suku (MBSS). Paus kemudian berdoa sejenak dan mengakhirinya dengan memegang bagian bawah Patung Maria setinggi 180cm. Bagaimana cerita di balik itu?
Tidak diketahui persis apa doa yang didaraskan oleh Bapa Suci. Namun, yang diketahui pasti adalah Paus Fransiskus tidak asing dengan patung Maria Bunda Segala Suku tersebut. Setidaknya sebelum di GBK, Jakarta, Paus Fransiskus pernah melihat pada dua tahun yang lalu. Ia menerima dua cinderamata bertema Maria Bunda Segala Suku. Yakni berupa lukisan dan patung kayu. Paus Fransiskus menerima dua hadiah itu di Vatikan.
Lukisan dan Patung Maria Bunda Segala Suku yang merupakan hadiah istimewa dari Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Kardinal Suharyo tersebut diserahkan oleh rombongan Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) kepada Paus Fransiskus saat audiensi umum di Basilika St Petrus, Vatikan, Rabu (16/11/2022) lalu.
Pada waktu itu, patung Maria Bunda Segala Suku dibawa dan diserahkan oleh Mercy Tirayoh (KompasTV) dan Rosmeri Sihombing (Media Indonesia). Sementara lukisan Maria Bunda Segala Suku diserahkan oleh Gora Kunjana (benang.id) dan Willy Masaharu (Indotren).
Selain lukisan dan patung kayu Maria Bunda Segala Suku, PWKI juga menyampaikan kado khusus lainnya kepada Paus Fransiskus, berupa Gunungan Wayang Kulit dari Sri Sultan Hamengkubuwono X, Kain Batik Ceplok Mangkara Latar Kawung dari GKBRAy Adipati Paku Alam X, dan Buku Karya Rm Sandro Peccati SX – misionaris Italia yang telah 60 tahun berkarya di Indonesia.
Kunjungan resmi PWKI ke Vatikan tahun 2022 tersebut dalam rangka mempromosikan perdamaian dunia yang merupakan amanat Pembukaan UUD 1945 dan Dokumen Abu Dhabi tentang Human Fraternity for World Peace and Living Together – Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama. Dokumen tersebut ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar Syekh Ahmad Ath- Tayyeb di Abu Dhabi pada Februari 2019. Delegasi PWKI dipimpin oleh Mayong Suryolaksono sebagai Ketua Delegasi dan didampingi AM Putut Prabantoro, Penasihat sekaligus Pendiri PWKI.
Rm Markus Solo Kewuta SVD yang hadir sebagai penerjemah dan Liaison Officer kala itu, menjelaskan bahwa Paus Fransiskus sangat berbahagia dengan hadiah yang dipersembahkan. Selain karena merupakan hadiah istimewa, hadiah-hadiah tersebut sangat khusus sifatnya karena terkait dengan tokoh pemberi hadiah. Masing-masing hadiah yang diberikan kepada Paus Fransiskus dijelaskan secara fisik dan filosofis oleh Rm Markus Solo SVD, satu-satunya pejabat Vatikan yang berasal dari Indonesia. Pimpinan tertinggi Gereja Katolik Sedunia itu juga mendapat penjelasan dari mana hadiah tersebut berasal dan pemberinya.
“Paus sangat mengagumi lukisan dan patung Maria Bunda Segala Suku yang berasal dari Kardinal Suharyo. Beliau menyatakan kekaguman filosofi dari Maria Bunda Segala Suku dengan mengatakan, oh… che belo artinya sungguh indahnya,“ ujar Padre Marco, panggilan akrab Rm Markus Solo.
Kekaguman Paus terhadap lukisan Maria Bunda Segala Suku muncul ketika Padre Marco menjelaskan bahwa Maria Bunda Segala Suku adalah Madona ala Indonesia atau Bunda Maria yang merangkul kemajemukan di negara dan bangsa Indonesia. Paus Fransiskus juga memberkati satu lukisan yang sama untuk dikirim kmebali ke Indonesia.
Kebetulan
Pemberian patung Maria Bunda Segala Suku, yang merupakan simbol rasa cinta tanah air sudah direncanakan pada 20 Oktober 2018. Gagasan ini menyusul diresmikannya Museum Maria Bunda Segala Suku oleh Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo di Gedung Marian Center Indonesia (MCI).
Nama Maria Bunda Segala Suku digagas oleh AM Putut Prabantoro yang mengatakan bahwa nama MBSS sebenarnya ingin mengajak rakyat Indonesia mencintai bangsa dan Tanah Air yang dikatakan sebagai Per Mariam Ad Patriam – Melalui Bunda Maria Sampai Pada Tanah Air. Maria Bunda Segala Suku, tandas Putut Prabantoro, merupakan sarana devosi kebangsaan.
Maria Bunda Segala Suku muncul pertama kali sebagai thema lomba seni rupa, patung dan fotografi yang diprakarsai Gregorius Gomas Harun pada Mei 2017 yang diawali pada tahun 2015. Lomba seni rupa, patung dan fotografi itu dimenangi Robert Gunawan, seorang guru lukis anak-anak yang berasal dari Matraman, Jakarta. Berdasarkan penjelasan Robert Gunawan, sebagaimana dikutip oleh Gomas Harun, dalam lukisan Maria – Bunda Segala Suku ini ada beberapa ciri khusus yakni bendera merah putih, motif lambang Garuda Pancasila, warna emas, mahkota, kerudung, baju kebaya putih, rok panjang warna merah dan suku-suku.
Dari cerita Gomas Harun, nama Maria – Bunda Segala Suku sebenarnya merupakan thema sebuah acara kebangsaan untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda di Sendang Sono, Yogyakarta, Acara tersebut direncanakan pada Oktober 2010. Acara ini diketuai oleh AM Putut Prabantoro – sebagai Ketua Pelaksana Gerakan Semangat Satu Bangsa – Ekayastra Unmada.
Namun acara Sumpah Pemuda di Sendang Sono, Yogyakarta itu, Gomas meneruskan ceritanya, akhirnya batal karena beberapa alasan. Salah satu alasan adalah beberapa Uskup yang dihubungi menyatakan tidak dapat hadir mengingat sudah ada jadwal pertemuan para Uskup di Jakarta. Oleh karena itu, acara peringatan hari Sumpah Pemuda itu dibatalkan oleh Putut Prabantoro. Tetapi pada kenyataannya, pada 26 Oktober 2010, Gunung Merapi, Jawa Tengah meletus hebat. Kebetulankah ?
Pengumuman pemenang sayembara lomba lukis, patung dan fotografi seharusnya dilakukan pada 30 Mei 2016 atau setahun setelah pembukaan resminya pada 30 Mei 2015. Namun, dengan berbagai alasannya, pengumuman baru terjadi pada 22 Mei 2017, ketika Indonesia terpolarisasi berlatarbelakang agama ketika Pilkada DKI Jakarta berlangsung.
“Tidak ada suatu yang kebetulan. Mengapa lomba ini harus terundur dua tahun baru kita ketahui setelah kita memasuki masa sulit dalam membangun kerukunan karena toleransi menjadi masalah kehidupan berbangsa. Dan Maria Bunda Segala Suku adalah jawaban dan hadir ketika Indonesia berada pada masa suli seperti sekarang ini,” ujar Mgr Suharyo, seperti yang ditirukan Gomas Harun, pencetus ide Lomba Seni Rupa, Patung dan Fotografi bertajuk “Maria – Bunda Segala Suku”.
Ucapan terimakasih
Kembali ke Misa Suci Agung di GBK, di akhir misa Paus Fransiskus menyampaikan ucapan terimakasih kepada sejumlah pihak. Pertama-tama kepada Mgr Ignatius Kardinal Suharyo, dan Ketua KWI Mgr Antonius Subianto Bunjamin.
“Terimakasih untuk semua yang melayani di negeri yang besar ini. Terimakasih kepada para biarawati. Brave donne. Perempuan-perempuan hebat,” tutur Paus Fransiskus yang disambut tepuk tangan gegap gempita ribuan umat.
Paus Fransiskus juga mengucapkan terima kasih kepada para religius dan relawan yangg mengungkapkan cinta istimewa kepada para lansia, kepada mereka yang sakit, dan semua yang mempersembahkan doa-doa mereka.
“Kunjungan saya hampir usai. Saya ingin mengungkapkan rasa sukacita yang besar dan terimakasih untuk keramahan yang luar biasa. Terimakasih bapak Presiden dan seluruh bangsa Indonesia,” kata Paus.
“Saudara-saudara dan saudari-saudariku, semoga Tuhan memberkati kalian dan membuat kalian tumbuh serta bertahan dalam kedamaian dan kasih persaudaraan!”, imbuh Paus.
“Saya minta kepada saudara-saudara dan saudari-saudariku, ‘Fate chiasso, fate chiasso! Fate chiasso’!”, ujar Paus Fransiskus yang kembali disambut dengan tempik sorak membahana di GBK.
Lewat ungkapan ”Fate chiasso, fate chiasso! Fate chiasso!” Paus Fransiskus mengajak dan mendorong umat untuk berani dan penuh gairah memberitakan pesan Injil seperti halnya para rasul memberitakan Injil pada hari Pentakosta dengan penuh semangat. (*)