Friday, November 22, 2024
No menu items!
spot_img
HomeEkonomiBI-Akademisi Bahas Isu Terkini Kebijakan Makroprudensial & Sistem Pembayaran

BI-Akademisi Bahas Isu Terkini Kebijakan Makroprudensial & Sistem Pembayaran

Labuhan Bajo, benang.id – Bank Indonesia (BI) bersama kalangan akademisi menggelar Focused Group Discussion (FGD) dengan topik bahasan “Kebijakan Terkini Rapat Dewan Gubernur (RDG), Makroprudensial & Sistem Pembayaran”, dalam kegiatan “BI Sapa Akademisi” pada Rabu (25/9/2024).

Dalam FGD yang diselenggarakan Departemen Komunikasi (Dekom) BI di Hotel Ayana Komodo Resort, Labuhan Bajo, NTT tersebut hadir selaku narasumber adalah Tisna Irawan (Ekonom Ahli Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI), Meistika Widantri (Ekonom Ahli Departemen Kebijakan Makroprudensial BI), dan Novi Maryaningsih (Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI). Sedangkan bertindak sebagai moderator adalah Henry Nosih Saturwa (Asisten Direktur Dekom BI).

Perwakilan Akademisi yang hadir antara lain Marzuki (Guru Besar Unhas), Haryo Kuncoro (Guru Besar UNJ), Nugroho SBM (Guru Besar Undip),  Fajar B Hirawan (Dosen UIII), Mansur Afifi (Guru Besar Unram), M Rizal Taufikurahman (Peneliti INDEF), Margiyono (Dosen UBT), Bustanul Arifin (Unila), dan Y Sri Susilo (Dosen UAJY).

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 September 2024 telah menetapkan BI-Rate sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. “Setidaknya terdapat lima alasan BI menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate)”, jelas Tisna Irawan.

Pertama adalah situasi global, khususnya arah penurunan FFR (Fed Fund Rate). Menurut BI,  FFR akan turun sebanyak tiga kali tahun ini dan 2025 sebanyak 4 kali. Diperkirakan penurunan pertama akan dilakukan pada September 2024. Kedua, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam trend menguat.

Pertimbangan selanjutnya adalah inflasi. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat rendah di seluruh komponen sehingga mencapai 2,12% (yoy) pada Agustus 2024. Inflasi inti tercatat sebesar 2,02% (yoy), sementara inflasi volatile food (VF) terus menurun menjadi 3,04% (yoy), dari level bulan sebelumnya 3,63% (yoy). Ke depan, BI meyakini inflasi IHK tetap terkendali dalam sasarannya.

Keempat adalah dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui instrumen moneter. Pertumbuhan ekonomi selama BI sudah mendorong melalui kebijakan makroprudential dan kebijakan sistem pembayaran. Selanjutnya kelima, berkaitan dengan pembiayaan perbankan dan pembiayaan fiskal. Penurunan suku bunga yield SBN (Surat Berharga Negara) akan mendukung pembiyaan investasi.

“Terdapat tiga pilar pelaksanaan kebijakan makroprudensial, yaitu mendorong fungsi intermediasi seperti pembiayaan kredit, menjaga ketahanan sistem keuangan agar terhindar dari krisis, serta mendorong finansial inklusi dan hijau”, jelas Meistika Widantri.

Narasumber, moderator & peserta FGD BI Sapa Akademisi

Selanjutnya Meistika menegaskan bahwa kebijakan makroprudensial menjembatani kebijakan moneter dan kebijakan mikroprudensial.

“Kebijakan makroprudensial diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, karena walaupun indikator makro di level baik namun sistem keuangan sedang tidak sehat”, ungkap Meistika.

Sistem keuangan yang tidak sehat ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi stagnan, karena penyaluran kredit perbankan melambat sehingga aktivitas investasi juga melambat yang berujung dengan terhambatnya pertumbuhan ekonomi.

Instrumen kebijakan makroprudensial yang  paling sering dikeluarkan adalah mengenai down payment (DP) dalam rangka mendorong kredit. Selain itu, BI juga mengubah ketentuan rasio uang muka kredit rumah (Loan to Value/LTV) kredit dan pembiayaan properti dari semula 85% sampai 90% menjadi 100%, sehingga pembelian rumah bebas DP.

“BSPI 2030 yang merupakan kelanjutan dari BSPI (Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia) 2025,” jelas Novita Mariyaningsih.

Menurut Novi, menjelang 5 tahun BSPI 2025, telah dicapai transaksi pembayaran digital digital yang telah menembus Rp60,3 ribu triliun. Besarnya capaian tersebut tiga kali lipat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) 2023. Angka tersebut menunjukkan pembayaran digital telah tumbuh sekitar 120% dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2019.

Perkembangan keuangan digital saat ini sangat pesat. Hal tersebut didorong oleh total populasi generasi muda yang mencapai 60%-70%. Di samping itu, pengguna internet di Indonesia mencapai 213 juta orang atau sekitar 77% dari total populasi. Indonesia menyumbang sekitar 40% dari nilai total transaksi ekonomi digital di ASEAN pada 2023.  Proyeksi aktifitas ekonomi digital Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai US$210 hingga US$360 miliar, meningkat 4 kali lipat dibandingkan tahun 2023 yang sebesar US$82 miliar.

Acara FGD tersebut dihadiri 40 akademisi dari Perguruan Tinggi/Lembaga Riset dari seluruh Indonesia. Perwakilan dari Dekom BI yang hadir antara lain Puji Widodo (Deputi Direktur Dekom BI), dan Nita A Muelgini (Deputi Direktur Dekom BI).

Hadir juga Ramdan Denny Prakoso (Advisory Dewan Gubernur Bidang Komunikasi) yang akan menggantikan Erwin Haryono (Direktur Dekom BI) yang purnatugas per Oktober 2024.

Acara “BI Sapa Akademisi” hari kedua dilaksanakan dalam bentuk kunjungan lapangan dan diskusi kebijakan/isu terkini, pada Kamis (26/9/2024). (*)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments