Jakarta, benang.id – Setelah menikmati sajian olah artistik Ryoji Ikeda bertajuk scan.tron.flux, orang mungkin saja langsung teringat akan The Matrix (1999), dengan Keanu Reeves sebagai bintangnya. Film fiksi ilmiah tentang “perang” di jagad komputer, antara programmer dan hacker yang kemudian melahirkan trilogi sekuel The Matrix Reloaded, The Matrix Revolutions, dan The Matrix Resurrections.
“The Matrix itu yang paling masuk akal,” tutur kurator dan penulis Bob Edrian asal Bandung, menanggapi kesan pengunjung terhadap karya Ryodi Ikeda di Urban Forest Cipete, Senin (3/2/2025).
Menurut Bob yang juga seorang pengajar seni rupa dan musisi yang sejak tahun 2013 memfokuskan kuratorialnya pada perkembangan sound art dan seni media, khususnya di Indonesia, sebetulnya tidak terlalu sulit untuk dapat mengapresiasi seni instalasi karya Ryoji Ikeda ini.
“Pada dasarnya karya seni modern itu kan abstrak. Ada komposisi warna, garis dan lain-lain. Ketika kita menikmati karya seni abstrak kita tidak pernah mempertanyakan kenapa seniman itu memilih warna merah, kenapa dia memilih garis tertentu, tapi kita nikmati saja visualisasinya. Itu justru yang seharusnya menarik,” jelasnya.
Berbeda dengan lukisan realisme yang hampir sulit dibedakan dari objek aslinya, karena memiliki proporsi, tekstur, dan warna dengan presisi tinggi, sehingga menolak interpretasi, distorsi visual, atau ekspresi emosional yang berlebihan, dan lebih memilih untuk menampilkan subjek secara objektif, menikmati seni instalasi lebih bersifat subyektif. Orang bebas dengan interpretasinya sesuai referensi yang dimilikinya. Orang yang berprofesi di bidang programmer komputer tentu akan teringat akan coding yang biasa dibuatnya.
Bagi Bob Edrian, scan.tron.flux yang dipamerkan di Urban Forest Cipete sejak 26 Januari hingga 13 April mendatang, merupakan sajian olah artistik Ryoji Ikeda yang mengetengahkan pengalaman indrawi melalui pancaran cahaya, paparan bebunyian, serta visualisasi berbasis komputasi data digital.
Presentasi scan.tron.flux, papar Bob, menarasikan situasi manusia dalam semesta data dan informasi hari ini yang berkelindan pada sebagian karya dalam seri datamatics–sebuah proyek panjang yang mulai dikembangkan sejak tahun 2006 dalam format konser audiovisual, instalasi hingga rilisan cakram padat.
“Data yang tersebar dan terproyeksi dalam scan.tron.flux. hadir melalui kombinasi bebunyian dan visual sebagai representasi atas kompleksitas penciptaan manusia dan teknologi yang diciptakannya,” ujarnya.
Semesta mikro keberadaan manusia, teknologi, dan fenomena alam
Lebih jauh Bob melihat, tiga karya Ryoji Ikeda bertajuk data.tron, data.scan [nº1-9], dan data.flux [nº1] menyajikan sebuah perjalanan pandang dengar dalam menelusuri semesta mikro keberadaan manusia, teknologi, dan fenomena alam.
“Teknologi yang pada dasarnya diciptakan untuk membantu kehidupan manusia, kini semakin terakselerasi, tersebar, dan cenderung tidak terlihat. Hal tersebut telah memicu perasaan gamang atas kemajuan teknologi,” katanya.
Presentasi scan.tron.flux, lanjut Bob, menghadirkan serangkaian ilusi bagian belakang sebagai bagian depan (baca: back end sebagai bagian dari front end) komputasi program sebagai upaya membongkar ketakutan terhadap teknologi digital yang tak terlihat. Secara simbolik, menjadikannya sebagai katarsis atas perkembangan dan kehadiran teknologi hari ini yang di mana-mana.
Bob menjelaskan bahwa serangkaian gagasan dalam dinamika bunyi dan sorot cahaya dihadirkan Ryoji Ikeda melalui olah komputasi yang matematis. Mulai dari pertanyaan kritis atas apa itu angka biner dan digital, perihal ketidaksempurnaan dan malafungsi teknologi komputasi, hingga unsur-unsur pembentuk DNA manusia dan perihal dimensi keempat dalam persepsi manusia.
“Perhelatan scan.tron.flux. merupakan pintu masuk, katalis, sekaligus jalan keluar dalam menyelami situasi dunia penuh data saat ini,” pungkasnya.
Komponis dan seniman visual
Ryoji Ikeda merupakan seorang komponis dan seniman visual kelahiran Gifu, Jepang, yang saat ini tinggal dan bekerja di Paris, Prancis, dan Kyoto, Jepang.
Karya-karyanya telah ditampilkan dan dipamerkan dalam perhelatan-perhelatan internasional dan memenangkan penghargaan seperti Prix Ars Electronica Collide@CERN 2014 dan Penghargaan Menteri Pendidikan Jepang ke-70 untuk Seni Rupa (Divisi Seni Media) pada tahun 2020. (*/GK)