Jakarta, benang.id – Dr Peni Hanggarini, Dosen Magister Hubungan Internasional Universitas Paramadina, mengupas konsep diplomasi pertahanan maritim Indonesia dalam sebuah buku berjudul “Diplomasi Pertahanan Maritim dalam Hubungan Internasional”.
“Buku ini merupakan adaptasi dari disertasi saya, yang dikembangkan dengan bimbingan Prof Banyu, dan juga mengintegrasikan pengalaman saya mengajar di Universitas Paramadina,” ungkap Dr Peni, dalam acara peluncuran bukunya di Universitas Paramadina, Kuningan, Trinity Tower Lt 45, Sabtu (8/2/2025).
Acara peluncuran buku yang digelar sekaligus dengan seminar atas kerja sama Universitas Paramadina bersama Center for Geopolitics dan Geostrategy Studies Indonesia (CGSI) itu dihadiri oleh akademisi, praktisi, mahasiswa, dan pemerhati hubungan internasional serta pertahanan maritim.
Menurut Dr Peni Hanggarini, buku karyanya merupakan sebuah hasil dari perjalanan akademiknya yang panjang. Salah satu bagian penting dalam buku ini, pada halaman 109, membahas bagaimana diplomasi pertahanan beririsan dengan diplomasi maritim.
Dr Peni menyusun sebuah model yang disebut sebagai diplomasi pertahanan maritim yang terinspirasi dari sistem navigasi Kompas yang memiliki 16 arah mata angin. “Model ini diharapkan menjadi panduan dalam memperkuat ketahanan maritim Indonesia dan diterapkan dalam kebijakan strategis pertahanan negara,” jelas Dr Peni.

Ahmad Khoirul Umam PhD, Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy, dalam sambutannya menyoroti relevansi buku ini di tengah ketidakpastian global yang semakin meningkat.
“Buku Bu Peni ini telah melalui proses peer review yang panjang, dan dalam konteks diplomasi maritim, Indonesia harus mampu mengantisipasi dinamika politik global yang semakin kompleks, terutama dengan kebijakan luar negeri negara besar,” kata Umam.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga ketahanan maritim Indonesia, terutama terkait dengan potensi ancaman di perairan Natuna yang melibatkan China.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Emil Radhiansyah MSi, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, dibahas tentang pentingnya diplomasi maritim dalam menjaga kedaulatan dan sumber daya laut Indonesia.
Emil menekankan bahwa diplomasi maritim tidak hanya terbatas pada pengelolaan wilayah perairan, tetapi juga mencakup hubungan internasional yang lebih luas. “Diplomasi maritim menjadi instrumen penting dalam menjaga kedaulatan dan memperkuat hubungan internasional,” kata Emil.
Prof Anak Agung Banyu Perwita PhD, Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertahanan (Unhan)mengingatkan bahwa diplomasi pertahanan maritim Indonesia harus dilihat dalam konteks kebijakan luar negeri dan pertahanan yang lebih luas. “Negara akan sangat kuat jika mampu mengontrol maritimnya. Diplomasi pertahanan maritim adalah bagian dari strategi yang lebih besar,” tegas Prof Banyu.
Dr Rudy Sutanto SIP MM, Sesprodi PA Fakultas Strategi Pertahanan Unhan, juga berbicara tentang berbagai bentuk diplomasi maritim. “Naval diplomacy dan gunboat diplomacy merupakan bagian dari diplomasi maritim, dengan pendekatan yang semakin halus dan luas. Diplomasi maritim kini mencakup seluruh spektrum kegiatan pertahanan, tidak hanya terbatas pada angkatan laut,” ujarnya.
Acara seminar ini diakhiri dengan diskusi yang memperdalam pemahaman terhadap konsep diplomasi pertahanan maritim yang ditawarkan dalam buku Dr Peni Hanggarini. Pemahaman yang lebih mendalam tentang diplomasi maritim diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki kepentingan strategis dalam menjaga kedaulatan dan keamanan maritim. (*/GK)