Saturday, February 22, 2025
No menu items!
spot_img
HomeNasionalIKAD: Indonesia Tengah Alami Krisis Serius

IKAD: Indonesia Tengah Alami Krisis Serius

Jakarta, benang.id – Ikatan Keluarga Alumni Driyarkara (IKAD) menyatakan keprihatinan yang mendalam menyikapi kondisi Indonesia yang semakin suram dalam pemulihan ekonomi, politik, dan hukum yang berkeadilan bagi rakyat. Ketimpangan sosial yang semakin melebar, lemahnya perlindungan terhadap hak-hak sipil, serta kemunduran demokrasi dari semangat reformasi 1998 menjadi indikasi bahwa negeri ini tengah mengalami krisis serius.

Demikian dikemukakan Ketua Umum IKAD Ruth Indiah Rahayu dalam pernyataan sikap IKAD seperti dilansir ikadriyarkara.org. Kamis (20/2/2025).

“Suksesi kepemimpinan melalui Pemilu 2024 yang menghasilkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto hingga saat ini belum menunjukkan kehendak politik yang kuat untuk mengatasi krisis yang dihadapi rakyat. Kebijakan dan praktik ekonomi-politik pascapandemi Covid-19 justru semakin memperberat kehidupan masyarakat dan memperkuat dominasi oligarki melalui manipulasi aturan hukum,” ujarnya.

Ketua Umum IKAD Ruth Indiah Rahayu. Foto: ikadriyarkara.org

Berdasarkan kenyataan tersebut, IKAD menyatakan sikap atas berbagai permasalahan mendesak berikut:

  1. PHK Massal dan Represi terhadap Buruh

Sejak 2024, pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran terjadi di berbagai sektor seperti manufaktur, ritel, dan industri digital, tanpa adanya perlindungan yang memadai bagi pekerja. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 52.933 pekerja menjadi korban PHK sepanjang Januari hingga 26 September 2024. Hak berserikat bagi buruh dikekang melalui revisi aturan ketenagakerjaan, menghilangkan ruang demokrasi di tempat kerja. Pembiaran terhadap meningkatnya kecelakaan kerja di industri mineral dan pertambangan, seperti insiden di tambang nikel Sulawesi, semakin menegaskan abainya negara terhadap keselamatan pekerja.

  1. Kenaikan PPN 12% dan Dampaknya terhadap Rakyat

Pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025, yang berdampak pada harga barang dan jasa. Meskipun pemerintah menyatakan bahwa kenaikan ini untuk barang mewah dan tidak akan berpengaruh pada barang kebutuhan pokok, nyatanya kenaikan harga beras, minyak goreng, dan gula semakin menekan ekonomi keluarga kelas menengah ke bawah yang daya belinya telah melemah akibat krisis ekonomi.

  1. Pengurangan Anggaran Subsidi Energi

Rapat kerja Kementerian Keuangan dengan Badan Anggaran DPR RI pada 4 September 2024 menyepakati pengurangan subsidi energi sebesar Rp1,1 triliun dalam RAPBN 2025. Anggaran subsidi untuk BBM dan elpiji 3 kg mengalami pemotongan signifikan, sementara harga-harga energi tetap melonjak. Akibatnya, masyarakat berpenghasilan rendah harus menghadapi biaya hidup yang semakin tinggi tanpa kompensasi yang memadai dari pemerintah.

  1. Pembiaran Perampasan Tanah Rakyat untuk Industri Ekstraktif

Konflik agraria terus meningkat akibat perampasan tanah rakyat demi kepentingan industri ekstraktif. Kasus seperti penggusuran petani di Kabupaten Kendal untuk proyek tambang menunjukkan betapa lemahnya perlindungan hukum bagi masyarakat adat dan petani kecil, sementara perusahaan besar mendapatkan kemudahan dalam mengakses lahan.

  1. Penghancuran Daya Budaya Lokal demi Pariwisata

Pembangunan sektor pariwisata yang berorientasi pada investasi besar justru mengorbankan budaya lokal. Contoh nyata terjadi di Labuan Bajo dan Bali, di mana komunitas adat terpinggirkan demi proyek wisata eksklusif, tanpa mempertimbangkan keberlanjutan sosial dan ekologis.

  1. Kebijakan Rendah Karbon yang Menguntungkan Oligarki

Kebijakan transisi energi rendah karbon seharusnya bertujuan menjaga lingkungan, namun justru dimanfaatkan untuk memperkaya oligarki. Investasi besar dalam energi hijau seperti biodiesel dan panel surya lebih banyak menguntungkan konglomerat energi dibanding memberikan akses energi murah bagi rakyat kecil.

  1. Penghimpunan Dana Danantara untuk Kepentingan Oligarki

Skema penghimpunan dana melalui Danantara dan mekanisme serupa semakin memperkokoh kekuasaan oligarki. Alih-alih digunakan untuk kesejahteraan rakyat, dana publik diarahkan ke proyek-proyek yang hanya menguntungkan segelintir elite, seperti pembangunan infrastruktur tanpa transparansi dalam penggunaannya.

  1. Perguruan Tinggi dan Organisasi Kemasyarakatan Dijebak dalam Bisnis Tambang

Kebijakan yang mengizinkan perguruan tinggi mengelola tambang mengancam independensi akademik. Universitas yang seharusnya menjadi pusat intelektual kritis justru dijadikan alat legitimasi bagi bisnis ekstraktif, seperti yang terlihat dalam keterlibatan beberapa kampus dalam proyek tambang batu bara di Kalimantan.

  1. Pemangkasan Anggaran dengan Dalih Penghematan

Pemerintah memotong anggaran berbagai sektor penting, seperti kesehatan dan pendidikan, dengan alasan penghematan. Namun, di saat yang sama, kabinet diperbesar dengan penunjukan pejabat yang minim kapasitas dan hanya berbasis kedekatan politik. Contoh nyata adalah penunjukan komisaris di BUMN yang lebih banyak diisi oleh tokoh politik daripada profesional berpengalaman.

  1. Lemahnya Penegakan Hukum terhadap Kasus Korupsi

Penegakan hukum dalam kasus korupsi semakin melemah, dengan banyaknya kasus yang tidak ditindak secara tegas. Contoh terbaru adalah pengurangan hukuman bagi beberapa pejabat tinggi yang terbukti korupsi, serta ketidakjelasan penyelesaian skandal korupsi dalam proyek infrastruktur besar.

Berdasarkan situasi di atas, IKAD menyerukan kepada pemerintah untuk segera:

Pertama, Mencabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang memberlakukan pemangkasan anggaran yang tidak prorakyat, serta :

  • Meninjau ulang kebijakan PPN 12% yang membebani rakyat kecil dan meningkatkan perlindungan sosial bagi kelompok rentan.
  • Mengembalikan subsidi energi demi meringankan beban hidup masyarakat serta menjalankan transisi energi yang berkeadilan.
  • Menghentikan praktik perampasan tanah atas nama Proyek Strategis Nasional dan memastikan hak agraria rakyat terlindungi.
  • Meninjau ulang UU Cipta Kerja untuk menjamin hak normatif, hak berserikat, dan perlindungan pekerja.
  • Menghargai serta melindungi kebudayaan lokal dari eksploitasi pariwisata yang merusak.

Kedua, Menghapus pasal dalam RUU Minerba yang memberikan izin kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang guna menjaga independensi akademik.

Ketiga, Menghentikan praktik penghimpunan dana yang merugikan rakyat, termasuk skema-skema seperti Danantara yang berpotensi memperkaya oligarki dan tidak transparan dalam pengelolaannya.

Keempat,  Penegakan hukum, terutama dalam kasus korupsi, harus dilakukan dengan tegas, transparan, dan tanpa pandang bulu. Aparat penegak hukum tidak boleh tunduk pada kepentingan politik atau ekonomi yang melemahkan upaya pemberantasan korupsi, karena korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi kejahatan yang merusak keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.

“Kami percaya bahwa keadilan sosial, ekonomi, dan lingkungan harus menjadi landasan utama dalam pembangunan demi kesejahteraan rakyat secara lahir dan batin. IKAD berkomitmen untuk terus berjuang bersama masyarakat sipil demi mewujudkan Indonesia yang lebih adil, demokratis, dan berkeadaban,” tutup Ruth Indiah Rahayu. (*/GK)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments