Monday, April 14, 2025
No menu items!
spot_img
HomeGaya HidupDibuka di Jakarta, ara contemporary Dukung Seniman Asia Tenggara lewat We Begin...

Dibuka di Jakarta, ara contemporary Dukung Seniman Asia Tenggara lewat We Begin with Everything

Jakarta, benang.id – Dunia seni Jakarta bakal tambah semarak menyusul dibukanya galeri baru: ara contemporary, di Jalan Tulodong Bawah I no 163, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, bulan April ini.

Mendukung seniman Asia Tenggara dan mengadvokasi praktik mereka baik secara lokal maupun internasional, galeri ara contemporary akan menampilkan beragam campuran suara yang baru muncul hingga mapan dari wilayah tersebut, yang didirikan oleh tiga anak muda bersahabat dengan pengalaman lebih dari 15 tahun di dunia seni: Fiesta Ramadanti, Fredy Chandra, dan Megan Arlin.

Agan Harahap menjelaskan karyanya. Foto: benang.id/Gora Kunjana
Perkenalan ara contemporary untuk media. Foto: benang.id/Gora Kunjana

Dengan latar belakang di lembaga terkemuka seperti Art Jakarta (Jakarta), Mizuma Gallery (Singapura, Tokyo), dan Sullivan+Strumpf (Singapura, Sydney, Melbourne), para pendiri membawa keahlian yang luas dalam dialog seni global. Nama ara mencerminkan visi pendiri dan visi galeri yang lebih luas. Kombinasi nama belakang pendiri (Arlin, Ramadanti, Chandra) dan kata Sansekerta untuk “tempat berlindung,”

ara mewujudkan ruang untuk kontemplasi dan pertimbangan yang mendalam. Fokus galeri akan berpusat pada seniman yang praktiknya terlibat dengan konteks Asia Tenggara, mengeksplorasi hubungan antara kedekatan dan wacana global.

Irfan Hendrian dan karyanya. Foto: benang.id/Gora Kunjana
Condro Priyoaji mengungkapkan proses kreatif lukisannya. Foto: benang.id/Gora Kunjana

Dengan dua ruang pameran di gedung tersebut—Galeri Utama dan Fokus—ara contemporary akan berfungsi sebagai platform dinamis untuk dialog dan kolaborasi dengan harapan dapat berkontribusi pada dunia seni Asia Tenggara yang sedang berkembang dan seterusnya. Fokus akan didedikasikan untuk menyoroti seniman, praktisi seni, penulis, dan kurator yang sedang naik daun dan untuk mengembangkan praktik baru dan eksperimental.

Pameran Perdana: Kami Memulai dengan Segalanya

Ipeh Nur menjelaskan karyanya. Foto: benang.id/Gora Kunjana
Karya Albert Yonathhan. Foto: benang.id/Gora Kunjana

Menandai pembukaan galeri, ara contemporary menggelar pameran perdana bertema “We Begin with Everything”, yang mengambil inspirasi dari The Creative Act: A Way of Being karya Rick Rubin.

Judul pameran mencerminkan prinsip utama filosofi Rubin: bahwa tindakan menciptakan adalah sumber yang tak terbatas dan selalu ada. We Begin with Everything merayakan konsep yang berubah menjadi manifestasi nyata dan proses menjadi yang berkelanjutan, yang tercermin tidak hanya pada awal galeri tetapi juga nilai proses seniman.

Karya Enggar Rhomadioni. Foto: benang.id/Gora Kunjana
Iwan Effendi_dam karyanya Simpingan. Foto: benang.id/Gora Kunjana

We Begin with Everything yang digelar pada 12 April – 4 May 2025 ini menampilkan karya dari 17 Seniman Asia Tenggara terkemuka, termasuk (dalam urutan abjad): Agan Harahap (Indonesia), Albert Yonathan Setyawan (Indonesia), Alisa Chunchue (Thailand), Carmen Ceniga Prado (Seoul/Spain/Singapore), Condro Priyoaji (Indonesia), Dawn Ng (Singapore) – in collaboration with Sullivan+Strumpf.

Selanjutnya Enggar Rhomadioni (Indonesia), Irfan Hendrian (Indonesia), Ipeh Nur (Indonesia), Iwan Effendi (Indonesia), Kelly Jin Mei (Singapore), Mar Kristoff (Indonesia), Marcos Kueh (Malaysia) – in collaboration with The Backroom, Natalie Sasi Organ (Thailand), S Urubingwaru (Indonesia), Wedhar Riyadi (Indonesia), dan Xiuching Tsay (Thailand).

Trio pendiri ara contemporary

ara contemporary-founder (photo by Hilarius Jason, wardrobe by Fruition and Invincible)
Kelly Jin Mei dan salah satu karyanya. Foto: benang.id/Gora Kunjana

Di bawah bendera PT Seni Ara Indonesia, ara contemporary didirikan oleh tiga anak muda berjiwa seni. Mereka adalah Fiesta Ramadanti, Fredy Chandra, dan Megan Arlin.

Fiesta Ramadanti, yang sering dipanggil Danti, memulai kariernya sebagai manajer studio seniman Indonesia J.A Pramuhendra pada tahun 2013. Pada tahun 2015, ia bergabung dengan ROH Projects untuk mengawasi pameran dan program galeri di Indonesia dan sekitarnya. Ia memegang peranan penting dalam mengawasi operasional galeri sehari-hari dan membina hubungan dengan seniman galeri.

Mar Kristoff memaparkan karyanya. Foto: benang.id/Gora Kunjana

Danti kemudian mengambil peran sebagai manajer pameran Art Jakarta, pameran seni terbesar di Indonesia, di mana ia memegang peran penting dalam menyelenggarakan platform terkemuka untuk seni kontemporer lokal dan internasional. Pada tahun 2025, ia mendirikan ara contemporary bersana Fredy Chandra dan Megan Arlin.

Fredy Chandra memulai kariernya di Yogyakarta, setelah bekerja di Galeri V-Art pada tahun 2007, dan dengan duo seniman Indieguerillas pada tahun 2010, sebelum pindah ke Jakarta untuk bergabung dengan Garis Art Space. Pada tahun 2013, ia bergabung dengan Galeri Mizuma, Singapura, di mana ia menjabat sebagai direktur galeri.

Wedhar Riyadi_dan karyanya. Cookies Construction. Foto: benang.id/Gora Kunjana
ara contemporary-team (photo by Hilarius Jason, wardrobe by Fruition and Invincible)

Fredy merupakan bagian penting dari program, penjualan, dan pengelolaan Galeri Mizuma atas seniman Asia Tenggara yang diwakili galeri tersebut. Ia telah berhasil menempatkan karya para seniman dalam koleksi Benesse Art Site Naoshima, Jepang; Museum Seni Mori, Jepang; Pola Museum Annex, Jepang; Galeri Nasional Singapura; Museum Seni Singapura; Sigg Collection, Swiss; dan Freunde der Nationalgalerie Hamburger Banhof, Jerman. Pada tahun 2025, Fredy mendirikan ara contemporary bersama Fiesta Ramadanti dan Megan Arlin.

Sebelumnya berkantor di Singapura, Megan Arlin berada di garis depan pengembangan internasional Sullivan+Strumpf untuk membangun kehadiran galeri Australia di kawasan Asia Tenggara dan memelopori peralihan ke program keliling strategis, baik di Singapura maupun internasional.

S Urubingwaru menjelaskan karya-karyanya. Foto: benang.id/Gora Kunjana

Ia memimpin akuisisi karya seniman galeri untuk koleksi Bennesse Art Site Naoshima, Denver Art Museum, Singapore Art Museum, Museum MACAN, dan UBS Art Collection, di antara lembaga-lembaga terkemuka lainnya, dan berkolaborasi dengan mitra internasional Apsara Studio (London, Inggris), untuk proyek dan presentasi internasional. Sebelum Sullivan+Strumpf, Megan terlibat dalam peluncuran Proyek ROH di Jakarta, Indonesia (2014).

Pada tahun 2024, ia mengambil bagian dalam CULTIVATE institut intangible di Bangkok, Thailand, sebagai salah satu kelompok pertama dalam modul 1 (Pemrograman dalam Seni). Setelah satu dekade di Singapura, ia pindah kembali ke kampung halamannya dan mendirikan ara contemporary bersama Fiesta Ramadanti dan Fredy Chandra.  (*/GK)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments