Jakarta, benang.id – Asosiasi Perusahaan Liquefied Compressed Natural Gas Indonesia (APLNCGI) mendesak pemerintah untuk segera mengubah skema tata niaga gas alam guna melindungi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari dampak depresiasi kurs Rupiah terhadap Dolar AS (USD). Demikian disampaikan Dian Kuncoro, Ketua Umum APLNCGI, dalam konferensi pers di Jakarta, akhir pekan lalu (13/4/2025).
Depresiasi Rupiah yang signifikan, mencapai di atas Rp17.000 per USD pada 6 April 2025, dipicu oleh ketidakstabilan geopolitik global, termasuk perang Ukraina-Rusia dan ketegangan di Timur Tengah, yang mendorong investor mencari aset safe haven seperti Dolar AS, sehingga semakin memperburuk pelemahan mata uang Indonesia.
Harga gas alam, termasuk Compressed Natural Gas (CNG) yang digunakan oleh UKM di sektor Horeka (Hotel, Restoran, Kafe), ditetapkan dalam USD per MMBTU dan kemudian dikonversi ke Rupiah. Dengan kurs yang mencapai Rp17.000 per USD, harga gas alam melonjak tajam. Sebagai contoh, harga Liquefied Natural Gas (LNG) sebesar 12,82 USD per MMBTU setara dengan Rp217.940 per MMBTU, sedangkan jika kurs berada di Rp16.000 per USD, harga tersebut hanya Rp205.120 per MMBTU. Kenaikan ini memberatkan biaya produksi UKM, yang telah beralih ke gas alam untuk mengurangi ketergantungan pada LPG dan solar impor.
“Dampak depresiasi Rupiah ini sangat dirasakan oleh UKM, terutama di sektor Horeka, yang kini menghadapi lonjakan biaya energi. Hal ini tidak hanya mengancam daya saing mereka tetapi juga berpotensi memicu inflasi yang lebih luas,” ujar Dian Kuncoro.
APLNCGI meminta pemerintah untuk menegosiasikan ulang kontrak jual beli gas alam di tingkat hulu agar harga ditetapkan dalam Rupiah atau menggunakan sistem dual-currency. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi dampak fluktuasi mata uang pada biaya gas alam yang ditanggung oleh UKM. Pemerintah juga diminta untuk memberikan insentif, seperti pemotongan pajak atau subsidi, kepada perusahaan migas yang bersedia menetapkan harga dalam Rupiah. Sementara itu, perusahaan migas asing dapat menggunakan mekanisme lindung nilai (hedging) untuk mengantisipasi risiko valuta asing.
“Kami memahami bahwa perubahan ini tidak mudah, tetapi demi stabilitas ekonomi dan perlindungan UKM, langkah ini sangat mendesak. Gas alam adalah sumber daya domestik, dan seharusnya harganya tidak terlalu terpengaruh oleh fluktuasi mata uang asing,” tambah Dian Kuncoro.
UKM memainkan peran krusial dalam perekonomian Indonesia, menyumbang lebih dari 60% PDB dan menyerap jutaan tenaga kerja. Namun, mereka rentan terhadap guncangan ekonomi, termasuk kenaikan biaya energi. Depresiasi Rupiah yang berkelanjutan dapat memicu inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.
“Pemerintah harus bertindak cepat untuk melindungi UKM dari dampak depresiasi Rupiah. Mengubah skema harga gas alam adalah langkah konkret yang dapat diambil untuk memastikan stabilitas biaya produksi dan menjaga daya saing industri dalam negeri,” tutup Dian Kuncoro. (*/GK)