Jakarta, benang.id – Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN KLHK) tahun 2024 mengungkapkan bahwa sampah makanan menyumbang hampir setengah dari total sampah di Indonesia, yakni mencapai 39,6%. Lebih dari itu, volume sampah makanan meningkat sekitar 20% selama Ramadan tahun lalu. Angka ini semakin menegaskan urgensi keseriusan dalam penanganan sampah makanan sekaligus mendorong ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Tahun lalu, Bank DBS Indonesia bersama FoodCycle Indonesia meluncurkan program ‘Food Rescue Warrior’ yang bertujuan untuk merangkul pelaku hotel, restoran dan café (horeca) untuk lebih bijak mengelola sampah makanan sehingga tidak berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selain itu, program ini juga mengelola dan mendistribusikan pasokan makanan surplus yang masih layak konsumsi kepada masyarakat rentan.
Selama bulan Ramadan, ‘Food Rescue Warrior’ telah menyalurkan 55.466 kg bahan pangan yang diolah kembali menjadi 277.330 paket makanan. Termasuk di dalam pencapaian tersebut adalah 2.540 paket makanan yang dibagikan kepada komunitas rentan di wilayah Bogor, Bekasi, Bintaro, dan Jagakarsa melalui program ‘Ramadan Berkah’. Program ini juga menyelamatkan bahan pangan layak konsumsi seperti 257 kg roti dan 804 kg sayuran untuk didistribusikan kembali.

Lebih dari itu, sebagai zakat fitrah, 325 kg beras pun berhasil disalurkan kepada 130 keluarga rentan yang belum terjangkau distribusi utama FoodCycle Indonesia. Selain bantuan pangan, Bank DBS Indonesia dan FoodCycle Indonesia juga membagikan snack sehat, vitamin, dan perlengkapan sekolah, serta mengadakan sesi bermain dan edukasi literasi keuangan bagi pelajar tingkat SD hingga SMA. Program ini melibatkan 40 relawan yang merupakan staf Bank DBS Indonesia.
Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia Mona Monika menyampaikan, pihaknya menyadari bahwa kepedulian terhadap sesama tidak bisa dibatasi pada momen-momen tertentu, seperti Ramadan. Ketahanan pangan dan perlindungan terhadap masyarakat rentan, sekaligus antisipasi akan makanan yang tersisa dan terbuang, merupakan tanggung jawab berkelanjutan yang memerlukan perhatian secara kontinyu.
“Oleh karena itu, bersama DBS Foundation dan FoodCycle Indonesia, Bank DBS Indonesia berkomitmen untuk terus menyediakan kebutuhan dasar sehari-hari seperti kebutuhan pangan. Inisiatif ini mencerminkan pilar keberlanjutan Bank DBS Indonesia yang ketiga, yakni Impact Beyond Banking, menggarisbawahi komitmen akan dampak positif bagi lingkungan dan komunitas, sejalan dengan visi kami untuk menjadi ‘Best Bank for a Better World’,” katanya.

Co-founder FoodCycle Indonesia Herman Andryanto mengatakan, “Kami sangat bangga menjadi bagian dari upaya konsisten yang dilakukan Bank DBS Indonesia dalam mendukung ketahanan pangan, khususnya bagi masyarakat rentan. Selain dapat mengonsumsi makanan bernutrisi, masyarakat juga menerima edukasi mengenai pengetahuan dasar dalam mengelola keuangan sejak dini.”
Komitmen Bank DBS Indonesia akan pemanasan global dan dampak sampah, terutama sampah makanan bagi lingkungan menggerakkannya untuk meluncurkan program ‘#MakanTanpaSisa’ di tahun 2020. Tidak berhenti sampai di situ, pada April 2024, program ini berkembang menjadi ‘Food Rescue Warrior’ dengan fokus yang meluas mencakup ketahanan pangan.

Sejak diluncurkan pada 2024, program Food Rescue Warrior berhasil menyelamatkan 257.469 kg surplus makanan, yang kemudian diolah menjadi 1.287.346 paket makanan dan didistribusikan kepada 57.048 penerima manfaat. Selain itu, dengan dukungan dari FoodCycle Indonesia, Bank DBS Indonesia turut mendirikan dan mengelola tiga urban farm, serta mengelola 498.463 kg sampah makanan secara berkelanjutan. Dampak positif ini tercapai melalui sinergi dengan 28 mitra hotel dan 56 tenant makanan lainnya yang menjadi donor makanan surplus.
Secara regional, pada tahun 2023, DBS Foundation telah mengumumkan pengalokasian dana senilai SGD 1 miliar dan 1,5 juta jam kegiatan sukarela karyawan (volunteering) selama 10 tahun ke depan untuk mengembangkan program yang fokus pada penyediaan kebutuhan dasar (providing essential needs) dan mendorong inklusi (fostering inclusion). (*/GK)