Samosir, benang.id – Ancaman Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNESCO, untuk mencabut status geopark Danau Toba harus dipandang sebagai cemeti bagi bangsa Indonesia khususnya masyarakat di sekitar Danau Toba untuk berbenah diri, dan berpartisipasi secara lebih aktif untuk menyelamatkan Danau Toba dari kehancuran yang akan membawa petaka bagi dunia.
Demikian dikemukakan Ovi Vensus Hamubaon Samosir, Manager Pendidikan Konservasi dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark di depan puluhan anggota dan pengurus Badan Pekerja Forkoma PMKRI Samosir di Coffee Shop Huta Raya, Samosir, Kamis (26/6/2025).

Dalam paparannya, Ovi Vensus menggarisbawahi peran sentral yang dapat dimainkan oleh komunitas semacam Forkoma PMKRI Samosir untuk mengedukasi masyarakat dalam bentuk aksi-aksi nyata.
Sementara itu, Ketua Forkoma PMKRI Samosir Filipi Simarmata mengatakan bahwa dalam waktu dekat Forkoma PMKRI Samosir akan merumuskan program kerja yang berpusat pada implementasi Ensiklik Paus Fransiskus Laudato Si’ demi menjaga kelestarian kawasan Danau Toba.

Sebelumnya, di tempat yang sama, Ketua Umum Forkoma PMKRI Pusat Hermawi F Taslim mengukuhkan pengurus baru Forkoma PMKRI Samosir yang dipimpin oleh Filipi Simarmata. Para pengurus baru itu kemudian diberi berkat oleh moderator Forkoma PMKRI sebagai wakil hirarki Pater Theodorus Sitinjak OFM Cap.
Taslim yang juga Sekjen Partai Nasdem ini berpesan agar Forkoma PMKRI di Kawasan Samosir ini dapat melakukan aksi-aksi konkret untuk ikut serta berperan menjaga keindahan Danau Toba.
Selain dihadiri oleh para alumni PMKRI, tampak pula belasan pengurus PMKRI cabang Medan dan Cabang Pematang Siantar ikut menghadiri acara pengukuhan tersebut.
Peringatan UNESCO dan Laudato Si’

Untuk diketahui, Geopark Kaldera Toba resmi ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark sejak Juli 2020, namun pada September 2023, UNESCO telah menurunkan status Green Card Geopark Danau Toba menjadi Yellow Card karena ditemukan berbagai kelemahan khususnya dalam pengelolaan dan pengawasan dari kawasan tersebut.
Yellow card merupakan tanda peringatan bahwa Geopark sedang dalam pengawasan ketat. UNESCO memberi kesempatan dua tahun untuk Geopark Kaldera Toba memperbaiki kekurangan sebelum status geopark global dicabut atau red card.
Bagi Forkoma PPMKRI menyelamatkan Danau Toba berarti melindungi masa depan pariwisata, mata pencaharian penduduk, dan keseimbangan ekologis yang telah ada selama ribuan tahun.

Untuk itulah, Forkoma PMKRI Samosir akan merumuskan program kerja yang berpusat pada implementasi Ensiklik Paus Fransiskus Laudato Si’ demi menjaga kelestarian kawasan Danau Toba.
Laudato Si’ buah pikiran Paus Fransiskus terinspirasi dari Santo Fransiskus Assisi yang bermakna “Terpujilah Engkau, Tuhanku”. Ensiklik itu dikeluarkan pada 24 Mei 2015. Seruan Santo Fransiskus Assisi ini, mengingatkan manusia bahwa alam semesta merupakan Rumah Bersama. Alam adalah Ibu Pertiwi, yang memberi kehidupan, menopang dan mengasuh manusia. Karena kehidupan yang dipelihara, alam akan memberi berbagai buah-buah kehidupan kepada manusia. Hasil yang diberikan alam karena manusia memelihara adalah kehidupan itu sendiri yang dibutuhkan oleh umat manusia. Tidak hanya secara fisik tetapi juga secara spiritual.
Melihat kerusakan alam di berbagai belahan dunia akibat dari ketamakan manusia, Paus Fransiskus mengeluarkan Ensiklik (surat terbuka) Laudato Si. Ensiklik ini mengajak dan mendorong setiap manusia untuk membangun kembai alam dan berbagai kehidupannya. Karena alam dan berbagai kehidupannya adalah rumah bersama bagi umat manusia tanpa terkecuali. Oleh karena itu untuk mengatasi kerusakan itu semua keluarga manusia harus bahu membahu untuk membangun alam kembali secara berkelanjutan dan terintegrasi. Paus Fransiskus optimistis bahwa manusia masih memiliki potensi dan daya untuk bekerja sama dalam membangun rumah kita bersama.

Paus Fransiskus pun mengingatkan kaum muda untuk berani melakukan perubahan gaya hidup karena mereka merupakan agen perubahan untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Laudato Si dapat dikatakan sebagai gerakan pertobatan ekologis yang mengajak umat manusia untuk mengubah pola pikir dan tindakan yang merusak lingkungan. Pertobatan ekologis ini menekankan bahwa bumi adalah rumah bersama yang harus dijaga dan dirawat oleh semua orang. Jika bumi atau alam tidak dipelihara dan dijaga, yang akan muncul kemudian adalah krisis ekologis seperti yang terjadi sekarang ini. Krisis ekologis meliputi, polusi, perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan ketidakadilan lingkungan, yang semuanya saling terkait dan membutuhkan perhatian.
Jika manusia ingin hidup di atas bumi yang dipijak, manusia harus melakukan gerakan ekologi Integral yakni menyadari pentingnya hubungan timbal balik antara manusia dan alam serta antara manusia dengan sesama manusia. Oleh karena itu itu ekologi integral menuntut tanggung jawab moral menjaga alam sebagai ciptaan Tuhan, bukan sebagai penguasa mutlak atas alam.
Sebagai konsekuensinya adalah, Laudato Si mendorong aksi nyata dalam menjaga lingkungan, seperti perubahan gaya hidup, kebijakan yang berkelanjutan, dan pendidikan ekologis. Dalam konteks ini manusia diminta untuk mewujudkan keadilan lingkungan yakni mewujudkan kesejahteraan bagi manusia melalui pengembalian bumi sebagai rumah bersama. (*/GK)