Friday, June 27, 2025
No menu items!
spot_img
HomeNasionalTePI: Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah Langkah Penting, Tapi Penuh...

TePI: Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah Langkah Penting, Tapi Penuh Tantangan

Jakarta, benang.id – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan penting yang memisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Pemilu Nasional akan mencakup pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR RI, serta DPD RI. Sementara itu, Pemilu Daerah akan terdiri dari pemilihan Gubernur, Bupati/Wali Kota, dan anggota DPRD tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow, menyatakan bahwa putusan ini merupakan langkah maju untuk memperbaiki kualitas demokrasi elektoral di Indonesia. Namun, ia menegaskan bahwa perubahan besar ini juga menuntut kesiapan serius dari seluruh pemangku kepentingan.

“Putusan ini memberi arah baru bagi demokrasi kita. Pemisahan pemilu membuka ruang bagi pemilih untuk fokus pada isu-isu yang lebih relevan. Ketika memilih presiden dan DPR RI, masyarakat bisa menimbang isu nasional secara lebih rasional. Saat memilih kepala daerah dan DPRD, perhatian bisa diarahkan pada persoalan lokal secara lebih mendalam,” kata Jeirry dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (26//6/2025).

Sistem pemilu serentak selama ini memang bertujuan menyederhanakan proses pemilihan dan memperkuat sistem presidensial. Namun dalam praktiknya, sistem tersebut menimbulkan beban logistik yang besar, membingungkan pemilih, dan bahkan menyebabkan kelelahan ekstrem di lapangan yang berujung pada jatuhnya korban jiwa di kalangan petugas.

Dengan skema pemisahan, beban kerja penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan petugas lapangan akan terbagi lebih wajar. Proses distribusi logistik, manajemen suara, serta pengawasan pemilu bisa lebih tertib dan terkontrol.

Memperkuat Tokoh Lokal, Kurangi Efek “Ekor Jas”

Komite Pemilih Indonesia (TePI). Sumber: beritamanado.com

Jeirry juga menyoroti bahwa putusan ini dapat membuka jalan bagi kemunculan tokoh-tokoh lokal yang memiliki kapasitas, rekam jejak, dan komitmen kuat terhadap kepentingan daerah.

“Selama ini banyak calon kepala daerah atau caleg DPRD yang ikut terdongkrak hanya karena berada dalam satu paket dengan calon presiden atau partai besar yang populer. Ini yang disebut efek ekor jas—di mana popularitas tokoh nasional mendongkrak suara untuk kandidat lain dalam satu tiket,” jelasnya.

Dengan pemilu yang dipisahkan, kandidat lokal tidak lagi bergantung pada daya tarik capres atau kekuatan partai nasional. Mereka bersaing di medan yang lebih adil, berdasarkan kualitas personal dan kedekatan mereka dengan isu-isu lokal.

Tiga Tantangan Krusial: Anggaran, Partisipasi, dan Etika Politik
Namun, Jeirry juga mengingatkan bahwa pemisahan ini bukan tanpa risiko. Terdapat tiga tantangan utama yang perlu diwaspadai:

1. Beban Anggaran Meningkat Penyelenggaraan dua pemilu besar dalam satu periode lima tahun jelas berimplikasi pada pembengkakan biaya. Negara harus menyiapkan anggaran logistik, pengamanan, distribusi, dan honor petugas dua kali lipat.

2. Potensi Apatisme Politik
Pemilih akan lebih sering ke TPS. Jika tidak dibarengi dengan edukasi politik yang kuat, frekuensi tinggi ini bisa menimbulkan kejenuhan dan penurunan partisipasi masyarakat.

3. Politisi ‘Lompat Panggung’
Jadwal pemilu yang berbeda memberi celah bagi politisi yang gagal di satu kontestasi untuk segera maju di pemilu berikutnya. Pola ini mendorong oportunisme politik dan menciptakan dinamika elektoral yang tidak sehat.

Kesiapan adalah Kunci

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow

Jeirry menekankan bahwa keberhasilan pelaksanaan model baru ini sepenuhnya bergantung pada kesiapan regulasi, desain kelembagaan, serta keterlibatan publik yang aktif. Ia mengingatkan bahwa revisi UU Pemilu yang sedang bergulir di DPR harus segera menyesuaikan dengan putusan MK agar tidak menimbulkan kekosongan hukum atau konflik teknis.

“Putusan MK ini bersifat final dan mengikat. Mau tidak mau, kita harus melaksanakannya. Tapi pelaksanaannya harus cermat. Tanpa persiapan matang, risiko kekacauan bisa lebih besar dari manfaat yang ingin diraih,” ujarnya.

Demokrasi Berkualitas Perlu Komitmen Bersama
Mengakhiri pernyataannya, Jeirry menegaskan bahwa demokrasi bukan hanya soal hari pencoblosan, tetapi menyangkut keseluruhan proses yang harus dijalankan secara jujur, adil, efisien, dan mengutamakan kepentingan rakyat.

“Ini saatnya semua pihak—pemerintah, DPR, penyelenggara pemilu, partai politik, dan masyarakat sipil—bergerak cepat dan bijak. Jika dikelola dengan benar, pemisahan ini bisa menjadi titik balik menuju demokrasi yang lebih sehat dan bermartabat,” tutup Jeirry. (*/GK)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments