Jakarta, benang.id — Pemerintah menempatkan proyek-proyek migas strategis sebagai ujung tombak industrialisasi energi nasional. Sejumlah proyek besar seperti Forel, Terubuk, Banyu Urip, hingga Masela didorong menjadi mesin utama produksi energi dan penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
Sekretaris Jenderal BPP Hipmi sekaligus Ketua Umum Aspebindo, Dr Anggawira MM MH menegaskan bahwa agar dampak proyek migas tersebut lebih luas dan berkelanjutan, maka diperlukan sinergi kebijakan antara proyek besar dan pengelolaan sumur rakyat.
“Kebijakan legalisasi sumur rakyat melalui Permen ESDM No. 14 Tahun 2025 adalah terobosan penting yang harus diintegrasikan dengan agenda strategis energi nasional,” ujar Anggawira, dalam keterangannya Rabu (2/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa sumur rakyat menyimpan potensi lifting hingga 10.000–15.000 barel per hari (bph). Dengan asumsi harga minyak sebesar US$ 80 per barel, kontribusi ekonomi dari sektor ini bisa mencapai lebih dari Rp 21 triliun per tahun. Pemerintah sendiri menargetkan legalisasi terhadap lebih dari 7.000 sumur rakyat sepanjang 2025.
“Kontribusi tersebut sangat signifikan untuk membantu menutup lifting gap nasional yang per Mei 2025 masih di angka 570.000 bph, di bawah target APBN sebesar 605.000 bph,” ungkapnya.

Di sisi lain, proyek-proyek migas skala besar juga memberikan dampak ekonomi lanjutan, khususnya dalam penyerapan belanja modal dan penguatan industri penunjang seperti logistik, pengeboran, fabrikasi peralatan, dan rekayasa teknik. Namun Anggawira mengingatkan bahwa manfaat dari proyek-proyek tersebut tidak boleh hanya dinikmati oleh pelaku besar.
“Pemerintah harus memastikan seluruh proyek memenuhi ketentuan TKDN secara konsisten. TKDN bukan sekadar formalitas administratif, melainkan fondasi utama untuk menciptakan efek berganda ekonomi yang nyata,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa keterlibatan produsen lokal, tenaga kerja Indonesia, dan rantai pasok nasional harus menjadi prasyarat mutlak. Untuk itu, insentif fiskal dan prioritas tender bagi vendor dalam negeri perlu dijadikan bagian dari strategi besar industrialisasi energi.
Anggawira juga menekankan pentingnya membangun satu ekosistem antara proyek besar dan sumur rakyat. Menurutnya, jika dikelola melalui koperasi, BUMD, dan UMKM, maka sumur rakyat dapat menjadi penggerak ekonomi lokal yang sejajar dengan industri energi nasional.
“Kunci keberhasilan transformasi sektor migas terletak pada keberpihakan terhadap rakyat. Pemerintah perlu menjamin tiga hal: pertama, kepastian pasar bagi hasil sumur rakyat melalui kewajiban KKKS menyerap output mereka secara komersial. Kedua, pendanaan dan pembinaan teknis, termasuk akses teknologi ramah lingkungan. Ketiga, platform kolaboratif antara KKKS, pemda, BUMD, dan pelaku usaha nasional,” paparnya
Lebih lanjut, Anggawira menyimpulkan bahwa transformasi sektor migas bukan hanya soal mengejar angka lifting, tetapi juga soal kedaulatan energi berbasis partisipasi rakyat dan teknologi nasional.
“Jika semua pihak konsisten, sektor migas dapat menjadi lokomotif pertumbuhan jangka panjang yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berbasis industri nasional,” tutupnya. (*/GK)