Saturday, July 12, 2025
No menu items!
spot_img
HomeNasionalTanah Papua Bukan Tanah Kosong, Hentikan Perampasan Wilayah Adat di Papua, Hentikan...

Tanah Papua Bukan Tanah Kosong, Hentikan Perampasan Wilayah Adat di Papua, Hentikan Proyek Strategis Nasional

Jayapura, benang.id – Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak-Hak Masyarakat Adat (UN Special Rapporteur On The Rights Of Indigenous Peoples), Albert K. Barume mengunjungi Tanah Papua untuk melihat dan mendengar masukan dari para korban pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat, kerusakan hutan dan perampasan wilayah adat yang berkedok Proyek Strategis Nasional (PSN).

Dalam kunjungan yang berlangsung selama dua hari di Gedung Pusat Pembinaan dan Pengembangan Wanita (P4W) Padang Bulan, Distrik Heram, Kota Jayapura, Provinsi Papua pada 4-5 Juli 2025, Albert bertemu langsung dengan para korban pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat dan korban perampasan wilayah adat di Tanah Papua.

Seperti Masyarakat Adat Suku Malind Anim di Kabupaten Merauke, Suku Awyu di Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan, Suku Mairasi di Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat Suku Biak dari Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua, perwakilan korban kekerasan dari Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan dan Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah.

Berbagai kesaksian disampaikan oleh para korban atas kejahatan negara terhadap eksploitasi sumber daya alam, penghilangan dan pengrusakan hutan, penghancuran tempat penting dan mata pencaharian tradisional, kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang terjadi dalam kurun waktu 20 tahun belakangan ini di tanah Papua.

Pertemuan Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat, Albert K Barume dengan para korban pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat dan korban perampasan wilayah adat di Tanah Papua, di Gedung Pusat Pembinaan dan Pengembangan Wanita (P4W) Padang Bulan, Distrik Heram, Kota Jayapura, Provinsi Papua pada 4-5 Juli 2025.

Bahwa kehadiran PSN melalui pendekatan militeristik dan melibatkan korporasi, telah membawa kesengsaraan bagi Masyarakat Adat di Papua yang selama ini telah hidup berdampingan dengan alam. Tanah dan hutan habis untuk pembangunan food estate, menghancurkan hutan dan kehidupan tradisional Masyarakat Adat di Papua, menimbulkan tekanan dan perpecahan di antara komunitas Masyarakat Adat, bahkan mengancam hilangnya suku bangsa Malind Anim di Kabupaten Merauke.

Berbagai protes dan kritik Masyarakat Adat Papua dan berbagai organisasi atas PSN yang merampas ruang hidup Masyarakat Adat dan alam Papua, selama ini tak pernah didengar oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Alih-alih memegang prinsip free, prior, and informed consent (persetujuan awal tanpa paksaan dan berdasarkan informasi) yang merupakan bagian substansi dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP), pemerintah Indonesia justru mengabaikan prinsip universal tersebut atas nama PSN.

Negara telah melakukan kejahatan dengan merampas tanah adat kami. Perampasan tanah adat ini terjadi di seluruh tanah Papua dari Sorong sampai Merauke,” kata Shinta salah seorang korban PSN dari Suku Malind.

Hak-Hak Masyarakat Adat Diakui Hukum Internasional

Pertemuan Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat, Albert K Barume dengan para korban pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat dan korban perampasan wilayah adat di Tanah Papua, di Gedung Pusat Pembinaan dan Pengembangan Wanita (P4W) Padang Bulan, Distrik Heram, Kota Jayapura, Provinsi Papua pada 4-5 Juli 2025.

Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat, Albert K. Barume menyampaikan bahwa dirinya telah mendengar secara langsung kesaksian dari para korban atas apa yang sebenarnya terjadi di tanah Papua. Kasus-kasus perampasan tanah adat atas nama negara, pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat, diskriminasi, pembungkaman yang terjadi secara masif.

Bahwa hak Masyarakat Adat dalam hukum internasional setara dengan hak suatu bangsa, dan Masyarakat Adat mempunyai hak sesuai hukum Internasional.

Pada kesempatan yang sama, Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi meminta kepada semua orang di dunia, terutama Indonesia untuk bisa melihat apa yang selama ini dihadapi oleh Masyarakat Adat Papua. “Warga Indonesia berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun, untuk memperoleh itu, kita tidak boleh menghisap darah dan air mata, serta hak-hak saudara kita Masyarakat Adat di Papua,” tandasnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Greenpeace Indonesia, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, dan LBH Papua Merauke menyatakan sikap bersama bahwa Tanah Papua bukan tanah kosong, hentikan perampasan wilayah adat di Papua dan Proyek Strategis Nasional.

Dengan kehadiran utusan khusus PBB, Masyarakat Adat Papua dan berbagai organisasi masyarakat sipil berharap dunia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Papua, dan bagaimana perampasan wilayah adat dan perampasan hak-hak sipil terus terjadi dan semakin masif. Dan berharap PBB mengambil sikap yang tegas atas tindakan pemerintah Indonesia terhadap Masyarakat Adat di Papua. (*/GK)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments