Thursday, July 24, 2025
No menu items!
spot_img
HomeOpiniLagi, dan Lagi Memfungsikan WTO, IMF, dan Bank Dunia--OPINI

Lagi, dan Lagi Memfungsikan WTO, IMF, dan Bank Dunia–OPINI

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah. Foto: dpr.go.id

Oleh: Said Abdullah *)

Sejak pecah perang tarif antara China dengan Amerika Serikat (AS) tahun 2018, dan berlanjut hingga kini, bahkan eskalasinya meluas ke banyak negara paska Presiden Trump memberlakukan tarif ke banyak negara, sesungguhnya kita menuju tatanan internasional tak beraturan.

Dulu tahun kita memulai hubungan internasioal agar lebih berkembang bersama dengan bernaung bersama melalui General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Kesepakatan dagang dan tarif ini dibuat karena banyak negara memberlakukan proteksi ekonominya paska depresi besar tahun 1930. GATT dibentuk dengan prinsip non diskriminasi, transparan dan memberlakukan setara antara produk ekspor dan impor. GATT kemudian tumbuh dan berkembang menjadi World Trade Organization (WTO) di tahun 1995

Negara maju seperti AS dan Eropa saat itu gencar mendorong perdagangan bebas di semua kawasan. Mereka memandang kebijakan tarif sebagai bentuk distorsi dari perdagangan yang harusnya bebas, sebagai mekanisme pasar. Negara-negara berkembang seperti Indonesia khawatir, era perdagangan bebas akan melibas barang-barang mereka yang belum dianggap kompetitif, dan menguasai pasar domestik.

Sejalan waktu bergulir, semua negara “dipaksa” oleh negara-negara maju untuk masuk keanggotaan WTO dan Ikut arena perdagangan bebas. Tentu saja, di awal kepesertaannya pada WTO, negara-negara berkembang seperti Indonesia “babak belur” seperti pertarungan Daud dan Goliat di gelanggang perdagangan bebas, karena ketimpangan kualitas produk, harga, dan kapasitas produksi.

Sejak WTO berdiri telah 631 kasus sengkat perdagangan international di meja hujaukan di meja mereka, 503 di antaranya masuk level banding. Waktu terus berjalan, Rezim WTO telah menjadi ruang yang lazim diakui sebagai mekanisme internasional. Negara- negara berkembang dipaksa tumbuh lebih cepat dan berkualitas agar bisa bersaing di arena perdagangan bebas. Sebagian negara berkembang bahkan mampu menyalip negara-negara maju.

Vietnam, Thailand, termasuk Indonesia contoh negara berkembang yang mampu bersaing di era WTO berkuasa. Bahkan China menjadi penguasa baru dalam perdagangan internasional. Tahun 2024 lalu, nilai perdagangan global China mencapai $6,164 billion, mengalahkan AS $5,424 billion.

Anehnya, saat AS mulai tersalip, dan produk manufakturnya kalah bersaing, yang berdampak neraca perdagangan mereka defisit, lalu dengan seenaknya secara sepihak memberlakukan tarif kepada banyak negara. Lucu sekaligus sedih, tidak ada satupun negara yang membawa kasus ini ke sidang WTO. Semua ramai-ramai berunding dengan AS dengan posisi tawar yang lemah. Jadinya bukan berunding, tetapi mengiba belas kasih. Hanya China yang bertahan, teguh dalam meladeni AS di arena perang tarif.

Saya mengajak semua negara untuk berfikir secara multilateral. Saatnya WTO membuktikan diri bahwa mereka duduk untuk kepentigan internasional. Dulu, awal pembentukannya, negara-negara berkembang menuding WTO sebagai alat negara-negara maju untuk mendorong semua negara masuk era perdagangan bebas, agar mereka menguasai pasar internasional. Dan yang tidak masuk arena perdagangan bebas di kucilkan dan di sanksi.

Kini ketika era perdagangan bebas telah berjalan, hanya karena kalah bersaing, lalu AS menutup diri lewat tarif. Jelas saja ini menyalahi “rukun iman” perdagangan bebas, yakni perdagangan tanpa hambatan tarif. Kenapa WTO diam? Diamnya WTO makin menegaskan bahwa kelembagaan WTO hanya diperlukan bila sejalan dengan kepentingan negara-negara maju sepert AS, bila tidak sejalan tidak diperlukan lagi.

Saatnya para pemimpin dunia untuk menghimpun kembali komitmen internasionalnya, menguatkan kembali kelembagaan internasional seperti WTO, IMF, dan Bank Dunia sebagaimana fungsinya, agar tidak ada lagi satu atau dua negara yang dengan bebas berlaku sewenang-wenang, dan egois. Kalau memang dunia sudah tidak memerlukan keberadaan lembaga-lembaga internasional tersebut, lebih baik di bubarkan. Daripada keberadaanya seperti tidak ada. Buat apa kita iuran ada WTO, IMF, dan Bank Dunia kalau nyatanya mall function. Malah habiskan biaya tiada guna

Selanjutnya, setiap negara menyelesaikan problem keuangan, perdagangan dan ekonominya secara bilateral, dan regional sesuai kepentingan masing-masing, seperti melalui G20, BRICS maupun ASEAN. Tapi kalau kita memandang penting, masih ada secercah harapan, mari kita bergandengan lebih erat, membulatkan tekad, kuatkan dan sempurnakan kembali WTO, IMF, dan Bank Dunia sebagai jalur penyelesaian internasional yang lebih adil. (**)

*) Ketua Banggar DPR

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments