Yogyakarta, benang.id – Prof Dr I Putu Sugiartha Sanjaya SE MSi Akt CA menyampaikan pidato berjudul “Urgensi Pengungkapan Kepemilikan Ultimat Sektor Nonperbankan di Indonesia” saat dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Akuntansi Bidang Kepakaran Akuntansi Kepakaran dan Pasar Modal di Kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Kamis (31/7/2025).
Guru Besar Departemen Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomi (FBE) UAJY ini merupakan Putra Bali kelahiran Nusa Penida 55 tahun yang lalu memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari Prodi Akuntansi FBE UAJY pada tahun 1994. Gelar Magister Sains (MSi) dan Doktor (Dr) bidang ilmu Akuntasi dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM pada tahun 2004 dan 2010. Gelar Pendidikan Profesi Akuntansi (Akt.) diperoleh dari Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakartra.
“Isu tentang kepemilikan ultimat bukan hal baru dalam akuntansi. Isu ini menjadi topik penelitian internasional dalam bidang akuntansi dan berkembang ke tanah air sebelum tahun 2005,” jelas Putu.
Ia mengungkapkan topik tentang riset kepemilikan terus berkembang sampai saat ini, tetapi perkembangannya di Indonesia relatif melambat karena keterbatasan data karena pengungkapan kepemilikan ultimat ini baru terbatas pada sektor perbankan sementara sektor nonperbankan belum banyak dan bisa dikatakan sangat kecil jumlahnya.
Menurut Putu, jika ditelusuri kepemilikan ini akan menemukan pemilik ultimat, di mana pemilik ultimat merupakan pihak yang mempunyai hak kontrol terbesar yang menjadi Pemegang Saham Pengendali.

“Kepemilikan ultimat ini bisa berdampak baik dan bisa juga buruk. Ini tergantung pada besaran perbedaan kedua hak ini”, tegas Putu yang mempunyai hobby gowes.
“Jika perbedaannya besar maka akan menjadi hal buruk (entrenchment) dan jika perbedaannya kecil dan bahkan bernilai nol, maka akan berdampak baik (alignment)”, ungkap Putu yang saat ini mejadi Kepala LLPM UAJY.
Menurut Putu, hasil penelitian, baik level internasional dan nasional, menunjukkan semakin besar perbedaan antara hak kontrol dan hak aliran kas, semakin besar pula manajemen laba baik dilakukan melalui akrual, core shifting, maupun riel activity manipulation.
Ini berarti, lanjut Putu, semakin besar perbedaan kedua hak tersebut menyebabkan bias informasi dalam laporan keuangan meningkat dan menyebabkan kualitas informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan sangat rendah. Hal yang sama juga terjadi pada reaksi atau penialain pasar pada perusahaan yang hak kontrol pemegang saham pengendali lebih besar disbanding hak aliran kasnya.
Putu menjelaskan jika pasar memberi penilaian negatif, berarti pemegang saham cenderung memutuskan untuk menjual saham perusahaan tersebut dibanding membeli saham tersebut.
“Oleh karena itu, ada urgensi bagi OJK untuk menerbitkan peraturan untuk mewajibkan perusahaan mempublikasikan kepemilikan ultimat dalam laporan tahunan bagi sektor nonperbankan seperti yang telah dilakukan oleh sektor perbankan”, ujar Putu berharap.

Menurut Putu, manfaat bagi pengungkapan hal tersebut bagi para investor sebagai praktisi di pasar modal dapat meniai dengan tepat nama pemegang saham pengendali (hak kontrol dan hak aliran kas) untuk menghindari risiko ekspropriasi. Bagi akademisi, pengungkapan ini akan menambah penelitian tentang kepemilikan ultimat yang akan menambah jumlah referensi di Indonesia.
“Bagi regulator, pengungkapan ini bekaitan dengan implementasi ESG (Environmental Social and Governance) khususnya bagi G terkait perlindungan pemegang saham nonpengendali (“minoritas”)”, jelas Putu.
Pidato pengukuhan Guru Besar oleh I Putu Sugiartha Sanjaya, disampaikan dalam forum
sidang terbuka Senat Akademik UAJY. Hadir puluhan tamu yang merupakan kolega baik dari UAJY, UGM, PTN/PTS, kolega lain termasuk keluarga I Putu Sugiartha Sanjaya.
“Pak Putu merupakan Guru Besar ke-4 yang dihasilkan oleh FBE UAJY”, jelas Y Sri Susilo, Humas FBE UAJJ, dalam rilisnya kepada media. (*/GK)