Jakarta, benang.id – Pada awal tahun 2022, perekonomian dunia melanjutkan tren pemulihan setelah mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19. Di tengah terkendalinya Pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi dihadapkan pada peningkatan risiko lainnya yang berpotensi menahan keberlanjutan pemulihan perekonomian dunia.
Ketegangan geopolitik akibat konflik Rusia-Ukraina yang tereskalasi secara cepat menjadi sumber risiko yang berdampak pada disrupsi sisi suplai, yang kemudian mendorong peningkatan inflasi global dan lonjakan harga komoditas.
Dengan berbagai dinamika tersebut, Pemerintah mengambil kebijakan yang menjadikan APBN sebagai shock absorber untuk menjaga stabilitas perekonomian serta menjaga proses pemulihan ekonomi nasional yang tengah berlangsung. Kebijakan tersebut juga disinergikan dengan langkah penyehatan APBN sejalan dengan meningkatnya penerimaan negara sebagai dampak kenaikan harga komoditas.
“APBN 2022 dalam posisi yang cukup optimal untuk menjadi shock absorber di dalam mempertahankan daya beli rakyat dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, namun kesehatannya juga akan berangsur menjadi lebih baik. Defisit akan mengalami penurunan sangat signifikan di bawah 4%, dan pemulihan ekonomi ini serta kinerja APBN yang baik akan menjadi bekal yang cukup baik bagi kita menghadapi guncangan global yang diperkirakan masih akan tinggi,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat dengan Badan Anggaran DPR RI, seperti dilansir kemenkeu.go.id, Jumat (1/7/2022).
Kinerja APBN pada semester I tahun 2022 mampu menjaga fundamental perekonomian domestik di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19, eskalasi tensi geopolitik, dan lonjakan harga komoditas. Pertumbuhan ekonomi triwulan I mencapai 5,0% (yoy) dan hingga semester I tahun 2022 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,9 s.d 5,2%.
Tren pertumbuhan ini diperkirakan akan terus membaik sepanjang tahun 2022 di tengah risiko ketidakpastian global yang meningkat. Laju inflasi pada semester I tahun 2022 bergerak dengan tren naik sejak awal tahun seiring mulai pulihnya aktivitas ekonomi masyarakat yang mendorong peningkatan permintaan domestik. Sampai dengan semester 1 tahun 2022, laju inflasi mencapai 4,35% (yoy) terutama dipicu gejolak harga komoditas global sebagai dampak pemulihan ekonomi dan naiknya tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina.
Realisasi pendapatan negara semester I mencapai sebesar Rp1.317,2 triliun atau tumbuh 48,5% (yoy) (mencapai 58,1% dari target Pagu Perpres Nomor 98 Tahun 2022), sementara realisasi belanja negara mencapai Rp1.243,6 triliun atau lebih tinggi 6,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan persentase penyerapannya mencapai 40,0% terhadap pagu Perpres Nomor 98 Tahun 2022. Dengan perkembangan pendapatan dan belanja negara tersebut, APBN semester I tahun 2022 mencatatkan surplus Rp73,6 triliun atau sekitar 0,39% terhadap PDB.
Selaras dengan perkembangan tersebut, realisasi pembiayaan anggaran pada semester I tahun 2022 dapat dijaga relatif lebih rendah dibandingkan dengan realisasinya tahun lalu. Hal ini sejalan dengan strategi kebijakan pembiayaan utang untuk meningkatkan efisiensi biaya bunga utang.
Pengadaan utang dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi pasar keuangan dengan terukur dan hati-hati menyesuaikan dengan dinamika pasar keuangan dan kondisi saldo kas.
Memperhatikan kinerja APBN pada semester I tahun 2022 dan proyeksi perekonomian pada semester II tahun 2022, fleksibilitas APBN diharapkan dapat merespon dinamika perekonomian global dan menjaga proses pemulihan ekonomi. Outlook Pendapatan negara pada tahun 2022 diperkirakan mencapai Rp2.436,9 triliun atau 107,5% dari pagu Perpres Nomor 98 Tahun 2022, yang utamanya dipengaruhi dari prospek perekonomian yang membaik, dampak implementasi Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dan harga komoditas yang diperkirakan masih berada pada level yang tinggi.
Sementara itu, outlook Belanja Negara diperkirakan mencapai Rp3.169,1 triliun atau 102,0% dari pagu Perpres Nomor 98 Tahun 2022 (tumbuh 13,7%), yang utamanya dipengaruhi oleh kebijakan pemulihan ekonomi serta merespon potensi risiko perekonomian, termasuk dari berlanjutnya kenaikan harga komoditas.
Kebijakan penebalan program perlindungan sosial pada semester II diharapkan akan dapat menjaga daya beli masyarakat di tengah risiko berlanjutnya kenaikan komoditas harga, termasuk harga energi dan pangan.
Kebijakan di bidang energi akan terus diperhatikan agar dapat menemukan keseimbangan yang tepat sehingga APBN dapat menjaga keseimbangan antara dampak tingginya harga energi dengan kesinambungan APBN. Kinerja transfer ke daerah dan dana desa diharapkan akan semakin baik dengan meningkatnya tingkat kepatuhan pemerintah daerah sehingga pencapaian berbagai prioritas nasional dapat terjaga.
Dengan mempertimbangkan perkiraan pendapatan dan belanja negara pada keseluruhan tahun 2022, maka defisit APBN secara nominal diperkirakan Rp732,2 triliun atau sekitar 3,92% terhadap PDB sejalan dengan langkah kebijakan konsolidasi fiskal Pemerintah. Pembiayaan anggaran dalam semester II tahun 2022 akan dilakukan secara terukur, responsif, dan antisipatif untuk tetap dapat menjaga kesehatan fiskal APBN dan mempertimbangkan dinamika yang terjadi. Pemerintah senantiasa mengupayakan kombinasi sumber pembiayaan yang optimal dalam rangka memenuhi target pembiayaan anggaran dalam kerangka pelaksanaan konsolidasi fiskal pada tahun 2023. Pelaksanaan APBN tahun 2022 akan terus dioptimalkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, mempertahankan daya beli masyarakat, dan kesehatan APBN.