Sydney, benang.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat bertemu dengan Menteri Perubahan Iklim dan Energi Australia Chris Bowen MP di Sydney, Senin (11/7/2022) waktu setempat, berkesempatan membahas pengembangan teknologi energi bersih.
“Kita harus menempatkan teknologi sebagai prioritas untuk mengatasi tantangan dekarbonisasi, seperti PV surya, produksi baterai, dan hidrogen. Untuk itu, akses ke teknologi dan pembiayaan yang terjangkau harus dijajaki secara masif,” kata Arifin pada bilateral meeting di sela-sela acara Sydney Energy Forum (SEF).
Arifin dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (12/7/2022) mengakui komitmen mewujudkan Net Zero Emission di tahun 2060 disertai keragaman sumber energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia memerlukan dukungan pengembangan teknologi. “Indonesia berharap Australia dapat mendukung hal ini dengan mendukung konsensus yang akan disusun bersama (dalam forum G20),” jelasnya.
Sebagai negara Indo-Pasifik, Indonesia menyadari bahwa rantai pasokan energi yang aman dan tangguh akan sangat penting dalam mencapai transisi energi. Ia pun menyinggung peran semua negara di kawasan Indo Pasifik dalam memperkuat pasokan energi di masing-masing negara. “Kita harus membuat rantai pasokan energi lebih beragam dan kompetitif,” tambah Arifin.
Salah satu fokus transisi energi yang tengah digarap oleh pemerintah Indonesia adalah efisiensi energi, juga program konversi kendaraan BBM ke kendaraan listrik.
Arifin mengungkapkan, kebijakan pemerintah Indonesia dalam penerapan manajemen energi, Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM), dan adopsi teknologi efisiensi tinggi untuk sektor industri dan bangunan. Diharapkan pemerintah dan pengusaha Australia dapat berperan serta dalam pengembangan teknologi dan industri tersebut.
Pemerintah Indonesia, sambung Arifin, juga tengah menjajaki pemanfaatan sumber energi bersih lain melalui berbagai teknologi. “Kami mengakui bahwa hidrogen dan amonia dapat menjadi kontributor penting dalam penggunaan energi bersih di masa depan,” jelasnya.
Nantinya, pemanfaatan hidrogen akan difokuskan di sektor transportasi dan industri yang masih menggunakan bahan bakar fosil. Sementara itu, amoniak dengan kandungan hidrogen yang tinggi dapat berperan penting untuk mendukung program pengurangan karbon khususnya di pembangkit listrik.
Saat ini, Indonesia tengah memiliki rencana investasi dan pilot project green hydrogen yang sedang berjalan, seperti hibrida hidrogen hijau dari tenaga surya dan angin di Sumba Timur, rencana proyek di Kalimantan Utara dan Papua dari pembangkit listrik tenaga air besar, dan pilot project di Ulubelu dengan memanfaatkan kondensat panas bumi.
Singgung Nilai Tambah Mineral
Dalam pertemuan tersebut, Arifin juga mengutarakan tentang potensi sumber daya mineral yang dimiliki oleh Indonesia, antara lain nikel, tembaga, bauksit, mangan, timah, dan lainnya. Pemerintah Indonesia bertujuan untuk menciptakan rantai nilai bagi industri pengolahan hilir, menghasilkan produk industri hijau untuk mendukung proses transisi energi.
“Pemerintah Indonesia memprioritaskan peningkatan nilai tambah mineral tersebut. Misalnya nikel dan kobalt sebagai bahan baku pembuatan baterai untuk kendaraan listrik dan sebagai penyimpan pembangkit listrik energi terbarukan,” urai Arifin.
Di sisi lain, Arifin mengakui Australia dalam mengelola raw material, critical mineral dan tekhnologi untuk mendukung pengembangan nilai tambah mineral. Di samping itu, kekayaan sumber EBT yang dimiliki Australia dapat berperan besar pada pasokan listrik di negara-negara Indo Pasifik. “Salah satunya adalah pasokan listrik dari Australia ke Singapura melalui kabel bawah laut yang sebagian besar sumber pasokan listriknya berasal dari EBT,” terang Arifin Tasrif.