Magelang, benang.id – Penyelenggaraan Upasika Ratana (Atthasilani) menjadi wujud nyata bahwa Candi Borobudur menjadi simbol toleransi dan kerukunan beragama di Indonesia. Sebagaimana diketahui bersama, Candi Borobudur sebagai Candi Buddha terbesar di dunia ini, berdiri kokoh di tengah keberagaman. Sebuah harmonisasi kehidupan yang sarat dengan kedamaian.
PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (TWC) selaku pengelola destinasi wisata Candi Borobudur, mendukung keterbukaan pelaksanaan kegiatan keagamaan di kawasan Candi Borobudur. Hal ini sejalan dengan kesepakatan Pemerintah bahwa Candi Borobudur dapat dipergunakan untuk kegiatan keagamaan Umat Buddha, dengan penandatanganan Nota Kesepakatan secara luring dan daring oleh Pemerintah Daerah DIY; Pemerintah Provinsi Jawa Tengah; Kementerian Agama; Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; Kementerian BUMN; Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif beberapa waktu lalu.
“Candi Borobudur ini merupakan simbol toleransi, simbol kerukunan beragama, simbol kedamaian. Nilai-nilai spiritualisme yang ada di Candi Borobudur, memberikan energi positif bagi kita semua. Toleransi beragama menyiratkan sinergi dan kolaborasi berbagai pihak terkait, sebagai upaya bersama mewujudkan Keindahan Dalam Keberagaman (Beauty in Diversity)”, kata Edy Setijono, Direktur Utama PT TWC, dalam siaran persnya.
Pemanfaatan Candi Borobudur untuk kegiatan keagamaan merupakan langkah nyata pemerintah dalam merealisasikan program strategis Destinasi Pariwisata Super Prioritas yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Pengembangan dan pemanfaatan destinasi religi Candi Borobudur secara integratif dan inklusif ini harus dimaknai sebagai salah satu aspek penting dalam program pelestarian candi sebagai cagar budaya, peninggalan luhur nenek moyang bangsa Indonesia yang sekaligus menjadi warisan dunia.
Meski demikian, Candi Borobudur tetap dapat dikunjungi oleh wisatawan sebagai tempat wisata edukasi. Pemanfaatan Candi Borobudur sebagai tempat ibadah umat Buddha bukan berarti mengubah status Candi Borobudur menjadi tempat ibadah umat Buddha.
Beberapa kegiatan peribadatan dilaksanakan di kawasan Candi Borobudur, salahsatunya Upasika Ratana (Atthasilani), yang diselenggarakan oleh Majelis Agama Buddha Mahanikaya Indonesia (MBMI), 3 – 6 November 2022.
Upasika Ratana diikuti oleh 200 peserta wanita yang khususnya beragama Buddha, dengan rangkaian kegiatan diantaranya Paritta, Meditasi, Dhammatalk, Kelas Dhamma, Pindapata, dsb.
“Upasika Ratana (Atthasilani) ini adalah kegiatan pendalaman Buddha Dhamma untuk menjalankan 8 sila. Peserta diharapkan dapat memancarkan kebahagiaan cinta kasih dan penuh dengan pengharapan, agar semua makhluk hidup berbahagia. Cinta kasih yang telah dikembangkan akan mendatangkan kebahagiaan, karena dimana ada Cinta Kasih disitulah ada Kebahagiaan”, kata Agus Jaya, Ketua Umum MBMI.
Agus Jaya juga menambahkan, dalam rangkaian Upasika Ratana (Atthasilani) juga terdapat kegiatan Tiup Gelembung (Blow Bubbles). Setiap peserta diberikan kesempatan untuk meniup gelembung-gelembung sebanyak mungkin di alam terbuka. Gelembung-gelembung ini mengandung filosofi sebagai media untuk melepaskan segala beban dan permasalahan.
“Meniup gelembung sebanyak mungkin akan melepaskan sesuatu yang berat, sehingga kehidupan kita akan menjadi ringan, terbang seperti gelembung-gelembung tersebut. Ketika hati dan pikiran kita ringan tanpa beban, maka kehidupan kita akan memancarkan Cinta Kasih dan kebahagiaan bagi sesame,” pungkasnya. (*)