Bandung, benang.id – Lebih dari 100 orang anak muda kota Bandung berkumpul untuk mengikuti acara ngobrol santai bareng Sekjen (Ngobras) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto di kantor DPC Kota Bandung pada Jumat (27/1/2023) sore.
Hasto tak sendiri saat berdiskusi bersama para anak muda. Moderatornya adalah Budayawan Budi Dalton. Lalu ada Ustadz Tatan Ahmadz Santana yang merupakan Pengurus Dewan Tafkir PP Persis. Dan Ketua DPD PDIP Jawa Barat Ono Surono. Acara itu semakin asyik karena iringan musik dan humor, plus makanan kerakyatan yang dihidangkan untuk semuanya.
Budi Dalton sebagai moderator sejak awal mengarahkan diskusi mengenai Proklamator RI Dr Ir Soekarno, bagaimana kehidupannya di Kota Bandung pada masanya.
“Ngobrol soal Soekarno tak bisa lepas dari Jawa Barat. Guru-guru beliau, teman beliau, banyak sekali dari Jawa Barat ini,” kata Budi Dalton.
Hasto lalu menceritakan sejarah Soekarno dengan Kota Bandung. Pada umur 26 tahun, Soekarno menemukan pemikiran mengenai Indonesia Merdeka dari kota ini. Dari sinilah Soekarno bertemu dengan rakyat, salah satunya Pak Marhaen, yang menginspirasi pemikirannya mengenai Indonesia Merdeka.
“Bandung adalah tempat kontemplasi ideologis terpenting bagi Bung Karno. Alamnya yang indah mendorong situasi kontemplasi,” kata Hasto.
Dari kota Bandung lah semangat juang Soekarno semakin bergelora demi memerdekakan Indonesia. Sehingga PDIP berharap para anak-anak muda bisa mengambil semangat juang itu.
Di Bandung ini pula, lanjut Hasto, dilaksanakan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955, yang kemudian menginspirasi Gerakan Non Blok (GNB). Kejadian itu yang mengubah peta dunia dengan lahirnya Dasa Sila Bandung.
“Dari kota Bandung yang indah ini bisa lahir Dasasila Bandung dan menjadi bagian dari sejarah dunia dengan warisan sejarah itu. Jadi kalau anak muda Bandung tak punya spirit mengguncang dunia, berarti kita sia-siakan sejarah kita sendiri,” ujar Hasto.
“Jangan kita sia-siakan sejarah Bandung yang terkenal di seluruh penjuru dunia itu,” tambahnya.
Ono Surono bicara mengenai relevansi pemikiran Soekarno dalam kondisi saat ini. Dirinya prihatin karena survei menemukan hanya 30 persenan anak muda yang merasa pemikiran Soekarno masih relevan dengan kondisi saat ini. Artinya Soekarno dianggap sudah lewat, bahkan digantikan sosok tokoh bangsa lain atau bahkan dengan sosok artis Korea.
“Padahal kondisi saat ini ya ajaran Soekarno itu masih relevan. Petani miskin, kaum Marhaen, kondisinya juga masih sama. Penjajahan budaya jelas terjadi. Dari sisi ekonomi, berdikari belum sepenuhnya karena banyak anak bangsa yang belum berdikari. Jadk ajaran Bung Karno masih relevan hingga saat ini,” kata Ono.
Ono juga bicara legacy Soekarno dan para Pendiri Bangsa dalam bentuk Pancasila. Kata Ono, Indonesia dengan Pancasila, dari dulu hingga saat ini, terus berusaha dipecah dan dihilangkan, agar bisa dikuasai.
Tantangannya, banyak anak muda saat ini tak sadar bahwa Indonesia bisa berdiri kokoh karena Pancasila yang nilai utamanya adalah gotong royong.
“Ada survei bahwa bagi anak SMA merasa Pancasila tak relevan. Padahal Indonesja bisa tegak sendiri ya karena Pancasila. Di masa pandemi banyak negara ambruk. Tapi kita tegak berdiri karena Pancasila, yakni karena gotong royong. Maka anak muda harus belajar dan mendalami lagi ajaran para pendiri bangsa, soal Pancasila. Dan belajar bagaimana mengaplikasikan Pancasila itu,” kata Ono.
Budi Dalton lalu mengatakan bahwa baginya, yang harus dipahami para anak muda, musuh terbesar orang Indonesia itu adalah perpecahan. “Itulah yang perlu kita jaga. Ada kekhawatiran. Ada bom, ada yang ingin memecah belah melalui idoelogi dan lain-lain,” kata Budi Dalton.
Bicara anak muda, Ustad Tatan mengatakan ada beberapa bahaya yang harus diwaspadai. Pertama adalah ekstrimisme, yakni paham yang mengabaikan kebenaran orang lain. Padahal perbedaan itu ada justru agar saling berkenalan, lalu berdiskusi, lalu kemudian berkolaborasi, bersinergi, membangun harmoni.
“Mudah-mudahan kantor DPC PDIP Bandung ini jadi meeting point anak muda untuk bicara apapun dan dari spektrum pemikiran apapun,” katanya.
Musuh kedua adalah pesimisme. Menurut sang ustad, para anak muda harus percaya diri dengan bangsanya sendiri. Terbukti Indonesia bisa kokoh berdiri di tengah banyaknya negara lain yang tumbang akibat pandemi covid.
“Ketiga, musih kita adalah apatisme, dimana ketika ada masalah, justru tak melakukan apapun,” kata Ustad Tatan. (*)