Friday, November 22, 2024
No menu items!
spot_img
HomeGaya HidupAkademisi Paramadina Evaluasi Siaran Televisi Nasional

Akademisi Paramadina Evaluasi Siaran Televisi Nasional

Jakarta, benang.id – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta menggandeng Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina pada kegiatan Evaluasi Dengar Pendapat, Kamis (20/10/2022).

Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari para akademisi terkait rekomendasi dalam upaya perpanjangan dan permohonan izin penyelenggaraan televisi dan radio di Jakarta.

Acara ini dihadiri oleh beberapa dosen dan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina serta perwakilan dari KPID Provinsi DKI Jakarta, Bambang Pamungkas MIkom, selaku anggota komisioner. 

Kegiatan ini beragendakan evaluasi pada siaran televisi nasional, diantaranya stasiun RCTI, Indosiar. SCTV.

Dr Rini Sudarmanti, dan Tri Wahyuti M.Si dalam presentasinya menjelaskan temuannya pada tayangan berita Indosiar, dimana masih adanya penggambaran kejahatan seksual yang dapat membuat penonton membayangkan atau bahkan seperti menyaksikan proses terjadinya peristiwa kejahatan seksual itu.

Dr. Rini Sudarmanti
Dr. Rini Sudarmanti

Selain itu, meskipun sebagian besar isi pemberitaan telah menerapkan prinsip jurnalistik, namun Indosiar masih menerapkan asas praduga tak bersalah yang terkesan setengah-setengah karena wajah para pelaku tidak di blur atau diminta membelakangi kamera, adanya penyebutan nama dan penampakan foto orang atau pelaku pelanggaran hukum yang masih berstatus “terduga”. 

Sedangkan pada program non berita, Rini dan Tri menyoroti adanya tayangan yang berdurasi sangat panjang hingga empat jam yang disiarkan secara live, seperti D’Academy yang selesai pada pukul 23.07 WIB.

Jika melihat rentang usia peserta berada pada usia 14 sampai 25 tahun, artinya program ini tidak menutup kemungkinan melibatkan usia di bawah umur yang ikut hingga larut malam (melewati pukul 21.00). 

Selain itu, Program Drama Indosiar juga masih memperlihatkan tindakan pelecehan pada situasi ekonomi dan perbedaan usia yang tampak biasa tetapi menjadi bumbu konflik cerita yang disajikan dalam tayangan.  

Rini dan Tri juga mengungkapkan masih adanya penggambaran perempuan yang berpakaian tertutup tetapi mengimajinasikan lekuk tubuh seperti paha, dada, dan bokong perempuan yang merupakan bentuk eksploitasi tubuh perempuan. 

faris budiman annas, M.Si.
faris budiman annas, M.Si.

Meskipun penggambaran kekerasan tidak digambarkan detail dalam drama, namun lebih banyak tergantikan dalam bentuk kekerasan verbal, intonasi suara, dan mimik wajah. Perilaku kekerasan yang demikian ini perlu juga diwaspadai kemunculannya karena juga berpotensi menjadi suatu pembenaran sebagai sesuatu yang biasa terjadi di kalangan masyarakat pada umumnya

Sedangkan pada evaluasi siaran televisi stasiun RCTI, yang disampaikan oleh Faris Budiman Annas MSi dan Mila Falma Masful MSi ditemukan program infotaiment RCTI cenderung dinilai tidak baik untuk dikonsumsi khalayak karena acara ini melanggar etika, terutama pada kasus-kasus rumah tangga selebriti yang menyangkut isu kekerasan.

Diharapkan, program info seputar selebriti tidak hanya mengangkat kisruh rumah tangga tapi juga ada muatan edukasi, misalnya menghadirkan pakar yang berpendapat tentang menjaga keharmonisan rumah tangga, dan edukasi kepada penonton terkait kekerasan dalam rumah tangga.

Namun Faris dan Mila menilai, tontonan seperti Sinetron Si Doel Anak Sekolahan merupakan program yang sarat akan budaya yang dapat tetap dilestarikan dengan menghadirkan sinetron-sinetron dengan tema dan muatan budaya serupa. (*)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments