Jakarta, benang.id – Polemik mengenai pemberian subsidi BBM kepada pengemudi ojek online (ojol) kembali menjadi sorotan. Anggawira, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Energi Baru dan Terbarukan Indonesia (Aspebindo) menegaskan bahwa subsidi BBM harus tepat sasaran sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Pemerintah perlu menilai secara hati-hati apakah pengemudi ojek online dapat dikategorikan sebagai pelaku UMKM sesuai definisi hukum,” kata Anggawira dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (7/12/2024).
Ia berharap subsidi yang besar ini tidak menjadi keuntungan bagi perusahaan aplikator, sementara pengemudi yang seharusnya menerima manfaat justru terabaikan.
Anggawira juga menyarankan agar pemerintah mengalihkan subsidi BBM untuk mendukung transisi energi melalui penggunaan kendaraan listrik oleh pengemudi ojol. Menurutnya, langkah ini tidak hanya menghemat anggaran subsidi tetapi juga membantu menciptakan kualitas udara yang lebih baik.
“Daripada terus memberikan subsidi BBM yang berpotensi salah sasaran, pemerintah sebaiknya mendorong pengemudi ojek untuk beralih ke kendaraan listrik. Ini sesuai dengan agenda transisi energi nasional yang juga mendukung kelestarian lingkungan,” lanjutnya.
Pria yang juga Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) ini mengkritik perusahaan aplikator ojol yang hingga kini belum menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung kesejahteraan pengemudi mereka.
Ia menyarankan agar pemerintah melakukan audit terhadap perusahaan aplikator terkait pengelolaan armada transportasi dan sistem pembagian keuntungan.
“Sudah saatnya perusahaan aplikator seperti Gojek, Grab, dan Maxim bertanggung jawab atas kebutuhan bahan bakar armada mereka. Jangan hanya membebankan seluruh tanggung jawab kepada pengemudi yang sebenarnya adalah pekerja, bukan pemilik usaha,” tegasnya.
Ia juga mendukung kebijakan yang tepat terkait peruntukan BBM bersubsidi unyuk ojek online ataupun transportasi online sejenisnya.
Anggawira menjelaskan bahwa aturan yang ada sudah jelas, subsidi BBM diperuntukkan bagi kelompok masyarakat kecil dengan kriteria tertentu, seperti kendaraan pribadi berkapasitas mesin rendah atau alat usaha skala kecil.
“BBM subsidi bukan untuk kendaraan komersial yang dioperasikan oleh perusahaan untuk kepentingan bisnis. Logikanya, jika perusahaan besar seperti Blue Bird mampu menanggung kebutuhan bahan bakar armadanya, perusahaan aplikator ojol juga seharusnya bisa,” paparnya.
Anggawira menambahkan, persoalan ini perlu diselesaikan secara komprehensif agar subsidi BBM benar-benar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
“Pemerintah harus berani mengambil langkah tegas untuk melindungi anggaran negara dan memastikan kesejahteraan pengemudi ojol secara adil,” tutupnya. (*/GK)