Jakarta, benang.id – Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah menyampaikan apresiasi atas sejumlah capaian yang ditorehkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di bawah kepemimpinan Menteri Erick Thohir, kata Said, pertumbuhan aset BUMN cukup menakjubkan.
“Atas tata kelola BUMN yang kian baik, aset BUMN juga meningkat, dari tahun 2021 sebesar Rp 8.978 triliun menjadi Rp 9.867 triliun, tumbuh Rp 889 triliun dalam kurun setahun. Itu tentu suatu pertumbuhan aset yang menakjubkan,” kata Said Abdullah.
Merujuk data yang disampaikan Menteri Erick kepada DPR, Said mengatakan BUMN mencatatkan kinerja gemilang pada 2022. Pendapatan usaha BUMN pada 2022 mencapai Rp 2.613 triliun, meningkat Rp 321 triliun dibanding 2021 sebesar Rp 2.292 triliun. Laba BUMN 2022 juga meningkat sangat efisien menjadi Rp 303,7 triliun, meningkat dari Rp 125 triliun pada 2021.
“Melonjaknya laba BUMN menandakan berhasilnya Kementerian BUMN melakukan efisiensi usaha ke sejumlah BUMN, salah satunya melalui klasterisasi BUMN,” tambah Said Abdullah.
Selain itu, kata Said, aksi investasi BUMN pada 2022 sudah berjalan pada jalur yang tepat lantaran lebih banyak mengandalkan modal perusahaan tinimbang utang pendanaan.
“Rasio utang terhadap investasi pada tahun 2022 komposisinya mencerminkan BUMN lebih sehat dibanding tahun 2021,” tambah politisi PDI Perjuangan itu.
Said mencatat, pada 2021 rasio utang terhadap investasi masih 36,2%. Angka itu bisa diturunkan ke level 34,2% pada 2022.
Selama tiga tahun terakhir, kata Said, BUMN memberikan kontribusi kumulatif yang besar terhadap negara dalam bentuk deviden, pajak, dan PNBP yakni senilai Rp 1.198 triliun. Padahal dua tahun sepanjang 2020-2021, Indonesia sedang dihajar pandemi Covid-19.
Namun begitu, Said menyampaikan sejumlah masukan untuk tata kelola BUMN. Sebagai badan usaha, kata Said, BUMN harus mencari laba. Jangan sampai merugi karena tugas pelayanan publik seperti yang dialami Perum Bulog yang merugi pada 2021. Saat itu, Bulog ditugaskan oleh pemerintah menjalankan misi stabilisasi harga bahan pangan pokok seperti beras. Jagung dan kedelai.
Begitu juga PT Pertamina dan PLN yang masing-masing ditugaskan menyalurkan bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik bersubsidi. Padahal, kata Said, pemerintah telah menyalurkan berbagai program untuk pelayanan publik seperti subsidi, penempatan dana melalui obligasi pelayanan publik dan lainnya.
“Karena nature-nya sebagai badan usaha, maka terhadap BUMN yang mengemban tugas pelayanan publik hendaknya tetap mengedepankan aspek bisnis. Sehingga kita tidak jumpai BUMN merugi karena penugasan pelayanan publik,” ujarnya.
Said juga mengingatkan BUMN untuk dapat beradaptasi dengan disrupsi dan perubahan iklim usaha agar tidak mengalami nasib seperti Pertani atau Sang Hyang Sri yang merugi karena inefisiensi bisnis, beban bunga dan perubahan kebijakan pemerintah dalam mekanisme pengadaan benih.
“Segenap dewan direksi dan komisaris hendknya cermat dalam mengelola perusahaan, dengan tata kelola perusahaan (good corporate governance) yang baik seperti sudah ditegaskan oleh Menteri BUMN Erick Thohir,” tambah Said Abdullah.
Khusus BUMN infrastruktur, Said mengingatkan agar jangan sampai mengerjakan proyek tanpa studi kelayakan yang fisibel. Apalagi, kata dia, sebagian proyeknya didanai dari utang. Itu sebabnya, Said menyarankan agar kelayakan proyek dihitung lebih cermat agar tidak menjadi beban dan tidak membuat perusahaan berdarah-darah.
Said juga menyarankan untuk memetik pelajaran berharga dari PT Garuda Indonesia yang secara de facto telah bangkrut usai dibelit sejumlah persoalan seperti ekspansi usaha yang gagal, direksi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena skandal pengadaan barang, juga tumpukan hutang lantaran leasing pesawat jor-joran.
“Beruntung atas sentuhan tangan dingin Menteri BUMN, dan dukungan DPR, PT GI kembali bangkit perlahan, dan melakukan restrukturisasi utangnya,” kata Said Abdullah. (*)