Jakarta, benang.id – ara contemporary dengan bangga mempersembahkan program pameran ganda pertamanya, yang mencakup kedua ruang galeri—Main Gallery dan Focus Gallery pada 5 Juli – 3 Agustus 2025. Di Main Gallery, seniman Spanyol yang tinggal di Singapura, Carmen Ceniga Prado, menggelar pameran tunggal bertajuk Doorway. Sementara di Focus Gallery, kelompok tujuh seniman Asia Tenggara memamerkan karya mereka bertema ruins and blueprints.
Dalam Doorway, Carmen Ceniga Prado memajang sejumlah karya lukis yang sangat unik. Carmen mengeksplorasi tubuhnya sendiri dan spektrumnya melalui abstraksi, khususnya perasaan di antara dan sensasi internal yang muncul sebelum dikategorikan oleh tubuh dan pikiran sebagai emosional atau fisik.

Di sini, abstraksi digunakan untuk menggambarkan yang tak berbentuk dan mendalam, menawarkan titik masuk ke ruang yang berwujud. Keterlibatan Ceniga Prado di masa lalu dengan ukiran kayu mencerminkan investasi dalam materialitas dan proses. Sifat ukiran yang taktil dan padat karya memberikan fisik yang membumi; namun, ia juga memberlakukan kendala formal ketika mencoba menyampaikan keadaan yang terus berubah dan tidak menentu.
Saat ia menggali lebih dalam ke dalam tubuhnya sendiri, setelah diagnosis nyeri kronis, melukis atau membuat tanda menjadi cara untuk mengakses dan mengekspresikan kehadiran dan gerakan tubuh. Hal ini menimbulkan pertanyaan seperti: Seperti apa bentuk desahan? Melukis menjadi alat untuk mengakses ruang liminal antara emosi dan sensasi fisik, merangkul ketidakkekalan dan transformasinya.

Doorway mengusung kepekaan terhadap nuansa tubuh, dan proses batin untuk menyesuaikan diri dengan sensasi yang berubah-ubah. Gagasan tentang tubuh ini muncul lebih lengkap setelah Ceniga Prado pindah ke Asia Tenggara. Ia menggunakan palet terbatas, yang diperluas secara tonal melalui penggunaan transparansi.
Interaksi antara keburaman dan translusensi lebih menunjukkan bayangan dan cahaya daripada warna itu sendiri, yang pada akhirnya menciptakan ruang dan kedalaman. Pergeseran tonal yang bertahap membangkitkan rasa perubahan dan menekankan gerakan halus di antara nuansa. Dengan cara ini, ritme dan vitalitas tanda-tandanya ditonjolkan.

Dalam karya-karya barunya, Ceniga Prado juga menyatukan potongan-potongan kanvas, sebuah teknik yang menyerupai penyatuan potongan-potongan pemahaman hingga gambar yang utuh terlihat. Proses ini mencerminkan perjalanan berkelanjutan untuk mempelajari tubuh internal kita yang terus berubah. Dalam menelusuri irama tubuh yang tenang, lukisannya mengarah pada bahasa yang melampaui kata-kata, bahasa yang terungkap dengan melihat ke dalam ruang di antaranya.
ruins and blueprints

Sementara itu, di Focus Gallery, ruins and blueprints atau “reruntuhan” dan “cetak biru” mengeksplorasi percakapan berkelanjutan antara sejarah dan masa kini, khususnya penafsiran ulang peristiwa atau konteks sejarah melalui lensa perspektif masa kini.
Karya-karya dalam pameran ini meneliti relevansi sejarah yang abadi dan pengaruhnya yang berkelanjutan pada masa kini, menggunakan metafora reruntuhan sebagai titik awal.

Melalui karya-karya mereka, ketujuh seniman yakni: Agan Harahap, Dita Gambiro, Enka Komariah, Ipeh Nur, Irfan Hendrian, Lai Yu Tong, dan Natalie Sasi Organ. menyelidiki warisan masa lalu yang telah atau terus membentuk masa kini, meneliti bagaimana meninjau kembali sejarah dapat menerangi ketegangan antara keakuratan sejarah dan penafsiran ulang kontemporer.
Meskipun berakar kuat di masa kini, karya-karya tersebut mencerminkan bagaimana masa lalu terus menginformasikan pandangan, praktik, dan tindakan saat ini, menunjukkan cara-cara di mana sejarah tetap tertanam dalam pengalaman hidup saat ini.
Secara bersamaan, metafora ‘reruntuhan’ dan ‘cetak biru’ menunjukkan hubungan siklus di mana masa lalu membentuk masa kini, dan masa kini, pada gilirannya, meletakkan fondasi untuk masa depan—lingkaran kenangan dan imajinasi ulang yang berkelanjutan.
Kenangan pahit 1998

Salah satu yang menarik dicermati adalah dua karya seni Dita Gambiro bertitel Harapan Baru (New Hope), 2024, dan Today’s Paper Yesterday’s Home, 2025. Dua replika tersebut menggambarkan ruko-ruko yang ada di Glodok, Kota. Di masa kecilnya, Dita selalu melewati kawasan ruko di kawasan Pecinan itu. Dita menuangkan kenangan dirinya terhadap ruko-ruko sebelum, di saat, dan sesudah tragedi Mei 1998, dan resonansi arsitekturnya.
Menurut Dita, ruko selain merupakan tempat tinggal namun juga penopang finansial mereka. Jadi ruko merepresentasikan seluruh hidup mereka. Seperti diketahui, ruko-ruko di kawasan Glodok menjadi korban salah satu sejarah kelam bangsa Indonesia itu. Ruko di satu sisi menjadi saksi bisu berakhirnya rezim otoriter, tetapi sekaligus harga (korban) yang harus dibayarkan untuk mengakhiri rezim represif tersebut.

Tampak di kedua replika tersebut, Dita menampilkan perubahan wajah ruko dari sebelumnya terbuka menjadi tertutup penuh jeruji pascatragedi. Membuat pintu tambahan, jendela tambahan, tralis, rolling door, merupakan dampak psikologis para penghuni ruko dari trauma mimpi buruk sehingga menghadirkan “perlindungan” berlapis-lapis.
Sementara pada replika Today’s Paper Yesterday’s Home, Dita menempelkan berbagai kliping koran berisi iklan penjualan ruko-ruko di Glodok. Itu menunjukkan fakta bahwa pascatragedi 1998 mereka juga “dipaksa” melepaskan apa yang sudah mereka capai selama ini, hidup mereka. (*/GK)