Jakarta, benang.id – Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed Bin Salman mengancam akan memporakporandakan ekonomi Amerika Serikat (AS), jika negeri Paman Sam itu terus bereaksi negatif atas keputusan Arab Saudi yang memangkas produksi minyak hingga 1 juta barel per hari.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) Anggawira menilai bahwa adu kuat antara AS dan Arab Saudi ini dikhawatirkan akan memberikan sentimen negatif pada harga minyak global.
“Harga minyak dunia bisa berpotensi naik seiring dengan kebijakan pengurangan produksi minyak dunia. Diitambah lagi dengan ancaman serius Arab Saudi yang akan memporakporandakan ekonomi Amerika Serikat.Ini bisa menjadi mimpi buruk bagi sektor energi, utamanya minyak,” tegas Angga.
Amerika Serikat adalah produsen sekaligus konsumen terbesar minyak mentah dunia. Negeri ini memproduksi 16,8 juta barel minyak per hari pada tahun 2022 lalu, atau setara 18% total produksi minyak global. Sementara konsumsi minyak dalam negeri paman sam mencapai 19 juta barel minyak atau setara 20% dari total konsumsi minyak dunia. Disisi lain Arab Saudi juga merupakan salah satu produsen terbesar minyak mentah dunia dengan kapasitas mencapai 10 koma 95 juta barel minyak per hari atau setara 12% dari total produksi dunia
“Sebagai net importer minyak, Indonesia bisa ikut terdampak serius dari kenaikan harga minyak dunia ini. Jika harga minyak dunia naik, pemerintah harus mengambil sikap untuk menjaga harga BBM tetap terjangkau dan tetap menjaga daya beli masyarakat,” tambah pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal BPP Hipmi ini.
Sebagai catatan, pada 2022 lalu, pemerintah tak kurang menggelontorkan anggaran hingga Rp 502, 4 triliun untuk kompensasi dan subsidi energi ditengah lonjakan harga minyak dunia. Angka ini naik sebesar tiga kali lipat jika dibandingkan anggaran subsidi tahun 2021 sebesar Rp152, 5 triliun. (*)