Palembang, benang.id – Inter-Franciscans for Justice, Peace, and Integrity of Creation (Info JPIC) 2025 menggelar pertemuan dengan berbagai kegiatan pada 19-25 Agustus 2025 di RR Giri Nugraha, Komplek RS Myria Charitas Hospital Km 7 Jln Kol H Barlian Palembang. Pertemuan Info JPIC mengangkat tema “800 tahun Kidung Segenap Ciptaan: Berdamai dengan Segenap Ciptaan.
JPIC yang berarti Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan, biasanya digunakan dalam konteks kegiatan atau misi sosial keagamaan, terutama dalam komunitas religius Kristiani. Tujuannya adalah untuk memperjuangkan Keadilan – Membela hak-hak asasi manusia (HAM), mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi; Perdamaian – Mendorong rekonsiliasi, menghindari kekerasan, dan membangun harmoni; Keutuhan Ciptaan – Menjaga lingkungan hidup dan merawat bumi sebagai rumah bersama.
Pertemuan dibuka secara resmi melalui ekaristi yang dipimpin oleh RD Yohanes Kristianto, Vikaris Jendral Keuskupan Agung Palembang bersama konselebran lainnya dengan dihadiri sekitar 70 utusan pengurus Info JPIC dari seluruh Indonesia terdiri dari berbagai tarekat Fransiskan, termasuk Ketua JPIC P Fridus Derong OFM, dan Sekretarisnya P Pionius Hendi OFMCap dengan berbagai kegiatan seperti rekoleksi, seminar, diskusi, sharing antar regio, malam seni, dan kunjungan budaya. Sebelum peserta memasuki ruangan pertemuan terlebih dahulu disambut dengan tari Tanggai dan pengalungan selendang.
Berdamai dengan segenap ciptaan

Dalam kotbahnya Romo Kris menyampaikan bahwa bangsa Indonesia yang baru saja merayakan 80 tahun Kemerdekaannya, dalam keadaan sedang tidak baik-baik saja. Melalui tema yang diangkat pada pertemuan ini “800 tahun Kidung Segenap Ciptaan: Berdamai dengan segenap ciptaan”, Romo Kris berharap agar perilaku dan gaya hidup para pemimpinnya yang seakan tidak terlalu peduli lagi dengan kesengsaraan rakyatnya.
“Kepemimpinan yang arogan main kuasa, membuat kebijakan yang semaunya, sebentar kemudian ditarik kembali karena berisiko tidak popular. Mereka asyik dengan permainan korupsi dan manipulasi, sibuk membuat aturan bukan untuk ‘Bonum Commune’ tetapi yang menguntungkan dan melindungi aksi-aksi jahat mereka. Hukum bukan lagi tempat untuk memperjuangakan keadilan karena tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” ujarnya.
Kata Romo Kris,hukum bisa dibeli dan dimanipulasi. Karena keserakahan, kerakusan dan kekuasaan, dengan seenaknya merusak alam dengan alasan eksplorasi demi kesejahateran masyarakat. Apa yang tadinya illegal justru mendapat legalitas dan semakin terbuka lebar peluang untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
“Kenyataannya hampir di semua lokasi pertambangan tidak terlihat dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat sekitar, sebaliknya kantong para penguasa, para cukong, semakin tebal,” ucapnya.

“Sejumlah fakta kerusakan yang semakin berdampak pada kesenjangan yang mengerikan dan berbahaya, tidak Pancasialis, melainkan neoliberal dan oligargis,” imbuhnya.
Selanjutnya, Romo Kris menilai, negara gagal melibatkan mayoritas bangsa dalam pembangunan. Ketika 10% warga terkaya Indonesia sudah menguasai 77% kekayaan nasional dan sisa kekayaan diperebutkan 90% rakyat. “Karena itu Indonesia Emas hanyalah bualan semata. Kasus-kasus perdagangan orang,semakin terstruktur dan sistematis dan para oknum menjadi bagian di dalamnya,” tandasnya.
Bukan ungkapan pesimis akan masa depan tetapi sekadar ungkapan hati, Romo Kris lebih jauh mengatakan bahwa nilai-nilai Pancasila yang seharusnya menjadi pijakan untuk menjalankan kepemimpinan, tidak lagi menjadi pedoman, tetapi menjadi tameng untuk menutupi kerakusan dan keserakahan.
“Ketuhanan yang mahaesa dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, hanyalah slogan indah yang kehilangan makna di tengah realita sesungguhnya. Keyakinan akan Sang Pencipta tidak lagi berkorelasi dengan praktik hidup, Agama hanyalah formalitas ritual yang terkesan sakral namun tak berbuah apa-apa. Siapa yang berpunya dan berkuasa akan merajalela, sementara rakyat jelata semakin sengsara. Dan masih banyak fakta-fakta lain yang tidak terdeteksi, baik dalam scala kecil maupun besa, tetapi memberi kontribusi pada semakin terlukanya ibu pertiwi. Karena itu Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” tukasnya.

Semua itu, sebut Romo Kris, bukan ungkapan pesimis akan masa depan tetapi sekedar ungkapan hati, sambil menantang diri, apa yang harus diperbuat. “Bersyukur bahwa tetap banyak pribadi, kelompok, lembaga yang masih sehati dan sevisi dengan Sang Pencipta, untuk memaknai ‘Kuasailah bumi dan segala isinya’ bukan sebagai mandat untuk merusak dan menghancurkan, namun sebaliknya untuk menikmati sekaligus memelihara dan merawat demi keberlanjutannya.
Dengan pilar utama, lingkungan hidup, ekonomi dan sosial, Romo Kris menekankan bahwa prinsip ini harus menjadi isu yang terus didengungkan, tetapi juga menjadi strategi pastoral. Ancaman terhadap lingkungan adalah ancaman dari identitas lokal. Karena itu masyarakat lokal dipanggil untuk menjadi penikmat dan perawat pariwisata. “Ini menjadi salah satu contoh suara kenabian di tengah keprihatinan. Keuskupan-keuskupan berupaya menyuarakan kepada semua pihak agar terus berjuang agar nilai-nilai Kerajaan Allah dihadirkan . Sekalipun tidak mudah bahkan ada kalanya terkesan tidak mungkin, namun ditegaskan ‘segala ssuatu mungkin bagi Allah’,” jelasnya.
4 PilarRekomendasi Pimpinan Tarekat se-Regio Sumatera

Para Uskup dan Pimpinan Tarekat Seregio Sumatra dalam Temu Pastoral juga mengeluarkan 4 rekomendasi,yang diharapkan menjadi fokus gerakan pastoral di setiap keuskupan dan Tarekat,
1.Tentang Pentingnya membangun kader-kader yang militan, berjiwa kristiani dan sehati dan sevisi dalam perjuangan menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah.
2. Berjuang untuk meminimalisir kasus-kasus “Human Trafiking”, kekerasan, yangsaat ini persentasenya semakin meningkat.
3. Semangat “Laudato Si” perlu terus menerus dikobarkan sambil mewujudkannya dalam aksi-aksi konkret “cinta Lingkungan”.
4. Menggunakan MedSos, sebagai sarana komunikasi dan menyebarluaskan nilai-nilai Kerajaan Allah.
“Perspektif baru tentang makna kehadiran segenap ciptaan yang berdimensi sakral,
di tempat lain saya kira sudah muncul begitu banyak Gerakan-gerakan baik pribadi atau kelompok dan penggiat-penggiat cinta lingkungan yang pantas untuk diapresiasi dan didukung. Bagi para pengikut Fransiskus tentu saja Kidung Segenap Ciptaan yang digubah St Fransiskus Asissi memberi perspektif baru tentang makna kehadiran segenap ciptaan yang ber dimensi sakral, karena merepresentasikan kehadiran Sang Pencipta,” ujarnya.
Menurut Romo Kris, madah alam semesta ini mengingatkan kita akan adanya relasi erat di antara ciptaan yang tidak terpisahkan, bahkan menjadi saudara dan saudari dan membentuk komunitas semesta, bukan sebagai penguasa melainkan saudara setara bagi ciptaan lain;. Manusia sebagai bagian dari komunitas semesta tidak bersikap dominatif, melainkan penuh kasih dan kepedulian. Karena itu,perayaan 800 Tahun Kidung Segenap Ciptaan Tuhan dan 80 Tahun Indonesia Merdeka ini menjadi momentum penting untuk bersinergi. Gereja dan lembaga religius, tekan Romo Kris, harus dapat menjadi kekuatan perubahan terutama mental dan struktural agar lebih berdampak pada perubahan dan mempercepat solusi krisis.

Menjadi kesempatan juga untuk berefleksi menuju pertobatan ekologis, mulai dari diri sendiri dan tidak pernah lelah untuk melakukan aksi-aksi penyadaran dan pertobatan sambil beraksi dalam karya dan gerakan. “Mueulod.qand lneran”, Kita dipanggil untuk menemukan kembali Allah dalam segenap ciptaan dan bertanggung jawab melakukan berbagai tindakan nyata untuk menyelamatkan ibu bumi dan terus memperjuangkan keadilan bagi seluruh bangsa ini.
Pertobatan ekologis, lanjut Romo Kris, mendorong untuk bukan sekadar wacana yang sering kali ada dalam seminar, konggres, pertemuan, tetapi mendorong langkah konkrit dan aksi nyata “Lebih mudah seekor unta memasuki lubang jarum daripada seorang kaya memasuki Kerajaan Allah.” Adalah ajakan untuk bersikap lepas bebas merdeka tanpa terbelenggu oleh kerakusan dan keserakahan yang sering menjadi penyebab rusaknya tatanan semesta ini.
Kekayaan dan kuasa seperti berkolaborasi, ditambah lagi penegakan hukum sangat lemah. Setiap orang yang dikuasainya akan cenderung serakah, arogan, sobong dan otoriter. “Itulah yang menjadi penghalang utama untuk menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah dan bahkan untuk memasuki Kerajaan Allah. tetap menjadi orang yang bebas, yang merdeka dan berkomitmen untuk sehati dan sevisi dengan Yesus, dan sejalan dengan Dia yang memperjuangkan Kerajaan Allah,” pungkasnya. (*/GK)