Ini Kisah Anak Tukang Kopi di Tanah Abang Bertemu Paus
Jakarta, benang.id – Deni Iskandar pemuda asal Pandeglang, Banten tanpa banyak liputan telah bertemu dengan Paus di Vatikan, Rabu (28/6/2023). Ia adalah anak penjual kopi di Pasar Kambing, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ibunya seorang single parent.
Kesempatan bertemu Paus dimungkinkan karena Deni adalah penerima beasiswa dari Yayasan Nostra Aetate, Vatikan untuk Studi Hubungan AntarAgama. Dan akhir Juni lalu beasiswa itu sudah tergenapi. Sesuatu yang sangat luar biasa.
Babkan, kesederhanaan dan kepolosan hatinya membawanya mendapat tawaran beasiswa dari Universitas Kepausan St. THomas Aquinas, Angelicum. Sangat luar biasa !
Simak perbincangan Deni Iskandar dengan Pater Markus Solo Kewuta SVD bagaimana dia menerima beasiswa kuliah satu semester di Kota Roma di sini: https://www.youtube.com/watch?v=nV9gnPT2agI
Tidak mudah mendapatkan beasiswa untuk studi di Perguruan Tinggi milik Kepausan di Roma. Bagi seseorang seperti Deni Iskandar, itu hanya mimpi apalagi di Universitas Kepausan seperti di Angelicum. Sepertinya mudah tinggal melangkah dan bersekolah….. tapi ternyata tidak mudah….karena banyak kendala terutama kebutuhan hidup serta tempat tinggal di Italia.
Namun saat berjumpa dengannya, Paus Fransiskus berkata kepada Deni, Bene, Futuro d Indoneziana…. – Nah.. Masa Depan Indonesia!.
Berasal dari keluarga sangat sederhana, beberapa orang ikut urunan untuk membantunya bisa berangkat ke Roma pada awal tahun ini. Dari sepatu hingga jaket musim dingin semua didapat dari orang-orang yang mencintainya
Bisa bertemu bahkan bertegur sapa dengan Paus Fransiskus, di Basilica Santo Petrus, Vatikan tentu sangat membahagiakan bagi Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Studi Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu.
Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum Pengurus Besar HMI itu mengatakan, dirinya tidak menyangka bisa bertegur sapa dengan Pimpinan Gereja Katolik Dunia, sekaligus Presiden Negara Vatikan itu.
“Sangat senang sekali saya, bisa bersalaman dan bertegur sapa dengan Yang Mulia Paus Fransiskus. Apalagi kan kemarin itu duduknya di bangku paling depan. Tentu ini adalah sebuah kehormatan,” kata Deni, saat ditenui pada acara pelantikan Dewan Pengurus Daerah Ikatan Keluarga Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (IKAL Lemhannas) Banten, akhir Juli lalu.
Menurut Deni, Paus Fransiskus sebagai Presiden Negara Vatikan dan Pemimpin Gereja Katolik Dunia, adalah sosok yang humble dan punya komitmen yang tinggi dalam membangun perdamaian dunia.
Ia menjelaskan bahwa pertemuan dirinya dengan Paus Fransiskus dalam rangka silaturahmi sekaligus laporan atas selesainya studi di Nostra Aetate Fondation Disastery Interreligous Dialogue, Vatikan.
“Jadi dalam pertemuan itu, saya silaturahmi dengan Yang Mulia Paus Fransiskus, kemudian juga laporan bahwa saya sudah beres menyelesaikan studi, baik itu belajar di Pontifica Universita St Thomas Aquinas-Angelicum, di Pontifica Universita Gregoriana, maupun di Nostra Aetate,” terang Deni.
Pemuda dengan panggilan akrab Bung Goler itu menjelaskan bahwa dirinya juga merayu Paus Fransiskus untuk berkenan datang ke Indonesia dan juga meminta mendoakan Indonesia agar menjadi negara yang kuat, maju dan damai.
“Dalam pertemuan itu saya juga bilang bahwa, jika ada waktu Santo Padre Fransiskus harus datang ke Indonesia, kemudian juga saya bilang terima kasih telah memberikan saya beasiswa lewat Nostra Aetate Foundation, serta saya juga bilang, doakan saya dan Indonesia. Kemudian Paus Fransiskus bilang, Iya.” jelasnya.
Seperti diketahui, Deni Iskandar adalah satu-satunya Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang secara resmi menerima beasiswa dari Nostra Aetate Foundation Disastery Interreligious Dialogue, Vatikan. Selain Deni, juga ada mahasiswi dari Filipina yang mendapatkan beasiswa yang sama.
Ia mengaku pada awalnya ia ditawari untuk lanjut studi oleh seorang Pastor bernama Michael Endro, Putut Prabantoro, Melki Laka Lena, serta Paulus Tasik Galle, Alumni UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Kemudian juga direkomendasikan oleh Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Kardinal Suharyo, dengan Uskup Sufragan Bogor, Mgr Paskalis Bruno Syukur. OFM.
“Untuk saat ini baru saya yang studi di Kampus Dewan Kepuasan milik Vatikan di Kota Roma ini. Insya Allah setelah saya pasti akan ada lagi dari UIN Jakarta. Kita berdoa aja. Kemudian saya sangat berterima kasih tentunya kepada bang Melki Laka Lena, Pak Putut, Pak Paulus Tasik Galle, serta Romo Endro, Romo andalan saya. Juga kepada Bapak Kardinal dan Bapak Uskup Bogor,” katanya.
Islam Harus Kedepankan Dialog
Selain itu, Deni menjelaskan bahwa, dirinya tertarik untuk melanjutkan studi tentang Gereja Katolik dan Dialog Lintas Agama di Vatikan. Ia menilai bahwa, Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II menjadi lebih moderat, terbuka dan progresif, terlebih dalam hal memajukan dialog lintas agama dengan spirit hidup bersama, secara praktis.
Deni mengaku bahwa dirinya sudah mendapat beasiswa studi lanjut dari Pontifical University (Universitas Kepausan) Saint Thomas Aquinas “Angelicum” di Roma. Namun, studi lanjut tersebut belum dapat ia realisasikan karena kendala biaya hidup dan penginapan atau tempat tinggal.
“Jadi memang harus kita akui bahwa, Gereja Katolik itu pasca Konsili Vatikan II ini, lebih terbuka dan progresif. Terlebih dalam hal memajukan dialog lintas agama, dengan semangat Living Together itu,” katanya
“Ada banyak dokumen maupun ensiklik Gereja Katolik yang bicara tentang konsep dialog lintas agama, yang terbaru adalah, dokumen Human Fraternity. Itu adalah dokumen apostolik Paus Fransiskus saat bersilaturahmi dengan Grand Syekh Tayyeb, Imam besar al-Azhar, yang bertempat di Abu Dhabi.
Menurut Deni, saat ini tatanan dunia sudah berubah, dan tantangan semua umat manusia, bukan lagi perang antaragama maupun saling hujat dan saling membenci satu sama lain atas nama agama. Lebih dari itu, tantangan pemeluk agama saat ini adalah kemiskinan, kesehatan global, perubahan iklim dan korupsi, yang itu sifatnya merugikan banyak orang.
“Kita semua harus sadar bahwa, saat ini tatanan dunia sudah berubah, musuh kita bukan lagi antar pemeluk agama. Musuh nyata agama adalah kemiskinan, kesenjangan, perubahan iklim, kesehatan global juga perubahan iklim. Nah oleh karena itu, semua pemeluk agama itu harus bahu membahu menyelesaikan persoalan itu. Terlebih Islam dan Gereja Katolik, itu jelas punya tanggung jawab, terlebih saat ini sudah ada dokumen Human Fraternity itu kan, jadi standing-nya sudah jelas” tegasnya. (*)