Zhengzhou, benang.id – Untuk dapat menciptakan kota yang tidak hanya lebih cerdas tetapi juga lebih hijau, lebih tangguh, dan lebih layak huni bagi generasi yang akan datang, pemerintah daerah (pemda) harus memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan berkolaborasi dengan kalangan bisnis, dan startup.
Hal tersebut dikemukakan Ichwan Peryana, Co-Founder & Director Pinjam Modal (PT Finansial Integrasi Teknologi) dalam Panel Diskusi Forum Utama bertema Asia Pasific Design for The Future pada The Second Session of The 2024 UCLG ASPAC Executive Bureau and The 2024 Council Meetings di Zhengzhou, Ibukota Provinsi Henan, China, Rabu (23/10/2024).
“AI dan youth entrepreneurship menawarkan peluang luar biasa untuk mengatasi tantangan lingkungan yang dihadapi kota-kota di dunia saat ini. Dari mengoptimalkan infrastruktur, memantau kualitas lingkungan, hingga meningkatkan green technologies dan mendorong inovasi, alat-alat ini membantu kita membangun sustainable dan resilient urban environments,” jelas Ichwan.
Dalam paparannya, Ichwan membeberkan pemikirannya tentang bagaimana youth entrepreneurship dan AI dapat berkontribusi dalam mengatasi tantangan lingkungan di kota-kota. Ia menyebutkan ada empat hal penting yang harus dilakukan. Yakni, Infrastruktur Berkelanjutan Berbasis AI (AI-Driven Sustainable Infrastructure), Pemantauan Lingkungan Prediktif (Predictive Environmental Monitoring), Teknologi Hijau yang Ditingkatkan oleh AI (AI-Enhanced Green Technology), Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Data (Data-Driven Resource Management), dan Mencapai Skalabilitas Solusi (Achieving Scalability of Solutions).
Infrastruktur Berkelanjutan Berbasis AI
Ichwan mengatakan bahwa di seluruh dunia, para young entrepreneurs menggunakan AI untuk meningkatkan key urban systems—baik itu transportation, energy grids, maupun water management. “Solusi AI ini tidak hanya membantu kota beroperasi lebih efisien, tetapi juga mengurangi emisi, yang merupakan kemenangan besar bagi lingkungan,” ujar Ambassador World CIO 200 ini.
Ia memberikan contoh, AI dapat membantu kota mengelola public transportation dengan lebih baik, mengurangi traffic congestion, dan menurunkan emisi. AI juga digunakan dalam water systems, memastikan kota menggunakan sumber daya dengan bijak sambil mempersiapkan diri untuk tantangan lingkungan di masa depan. “Teknologi-teknologi ini membuka jalan bagi kota yang lebih hijau dan cerdas, yang sangat kita butuhkan saat ini,” jelas Ichwan.
Pemantauan Lingkungan Prediktif
Dalam Predictive Environmental Monitoring atau Pemantauan Lingkungan Prediktif, lanjut Ichwan, AI memungkinkan kota-kota untuk memantau air and water quality secara real-time, sehingga mereka dapat bereaksi lebih cepat terhadap polusi atau risiko lingkungan lainnya.
Dengan terus memantau environmental data, sambung Ichwan, AI dapat memberi peringatan kepada city officials atau aparat kota tentang masalah—seperti penurunan kualitas udara atau potensi kontaminasi air—sebelum masalah tersebut menjadi besar. Pendekatan proaktif ini memastikan bahwa urban environments tetap bersih dan aman, mencegah kerusakan jangka panjang serta mengurangi jejak lingkungan secara keseluruhan di kota.
Teknologi Hijau yang Ditingkatkan oleh AI
Selanjutnya AI, ujar Ichwan, juga memberikan dampak transformasional. Dengan menggabungkan AI dengan renewable energy systems seperti solar, wind, dan bahkan ocean power, kota-kota dapat mengoptimalkan energy production, membuatnya lebih andal dan skalabel.
AI dalam hal ini, dapat memprediksi energy demands dan menyesuaikan cara kerja grids, memastikan bahwa renewable energy sources digunakan secara efisien. Ini tidak hanya mengurangi biaya, tetapi juga membuat energi terbarukan lebih mudah diakses oleh kota-kota dari berbagai ukuran, membantu mempercepat transisi ke sustainable energy systems secara global.
Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Data
Lebih jauh Ichwan Peryana juga mengungkapkan penggunaan AI yang revolusioner lainnya. Dengan Data-Driven Resource Management, tandas dia, AI tools dapat memberikan real-time insights kepada kota tentang bagaimana mereka menggunakan sumber daya—seperti air dan energi—sehingga mereka dapat membuat keputusan yang lebih cerdas tentang alokasi sumber daya tersebut.
Sebagai contoh, AI dapat memantau renewable energy systems seperti wind turbines dan solar panels untuk mengoptimalkan outputnya dan mencegah kerusakan. Hal ini memastikan bahwa kota-kota mendapatkan hasil maksimal dari green energy systems mereka saat mereka terus bergerak menuju solusi yang lebih berkelanjutan.
“Selain itu, AI juga membantu daerah berkembang memperluas akses energi mereka, memastikan distribusi renewable energy yang lebih adil dan efisien,” tutur Ichwan.
Mencapai Skalabilitas Solusi
Terakhir, Ichwan mengatakan bahwa salah satu keuntungan terbesar dari solusi berbasis AI adalah skalabilitasnya. Menurut dia, startups dan young entrepreneurs menciptakan alat AI yang dapat dengan cepat beradaptasi dengan different urban environments, yang berarti mereka dapat mengatasi berbagai tantangan di berbagai kota.
“AI solutions berbasis cloud, terjangkau, dan mudah diimplementasikan, membuatnya dapat diakses bahkan oleh kota dengan infrastruktur terbatas,” tukas Ichwan.
Para inovator muda, jelas dia, fleksibel dan cepat beradaptasi, menawarkan solusi yang disesuaikan dengan kebutuhan unik masing-masing kota.
Kata Ichwan, ketika pemerintah bekerja sama dengan private sector, penerapan solusi ini akan semakin cepat, memungkinkan kota-kota untuk menghadapi tantangan lingkungan dengan lebih efektif dan tetap tangguh menghadapi perubahan di masa depan.
Kembali ia menegaskan bahwa kunci untuk membuka potensi penuh teknologi AI terletak pada kolaborasi antara pemerintah dalam hal ini pemda, bisnis, dan startup. “Bersama-sama, kita dapat menciptakan kota yang tidak hanya lebih cerdas tetapi juga lebih hijau, lebih tangguh, dan lebih layak huni bagi generasi yang akan datang,” pungkasnya.
Dua walikota dan seorang peneliti
Selain Ichwan Peryana, hadir juga sebagai pembicara dalam panel diskusi tersebut Ma Yujun, Walikota Shijiazhuang (China), Jo Kyoo Il, Walikota Jinju City (Republic of Korea), Zhang Fulu, Peneliti Mitra dari Akademi Ilmu Sosial Henan (China), dengan moderator Stephany Uy Tan, anggota Dewan Legislatif Kota Catbalongan, Filipina.
Walikota Shijiazhuang, Ma Yujun, dalam presentasinya memaparkan bagaimana Shijiazhuang mengatasi masalah lingkungan sambil mempromosikan ekonomi pertumbuhan, Teknologi ramah lingkungan apa yang diterapkan untuk menjadikan kota ini lebih tangguh terhadap perubahan iklim, serta bagaimana kota dapat berkolaborasi untuk meningkatkan akses terhadap solusi teknologi tinggi pembangunan berkelanjutan.
Sedangkan Walikota Jinju Jo Kyoo Il membeberkan sejumlah strategi utama Kota Jinju dalam mengadopsi digitalisasi untuk meningkatkan layanan publik, bagaimana kolaborasi regional di Asia-Pasifik meningkatkan kinerja kota Jinju, pendekatan yang digunakan terhadap inovasi perkotaan, serta bagaimana teknologi dapat membantu meningkatkan inklusivitas dan aksesibilitas di perkotaan perkembangan.
Sementara Zhang Fulu menjelaskan beberapa peran yang dimainkan oleh lembaga think tank tempat dirinya bekerja dalam memberikan saran kepada pemerintah mengenai pembangunan yang lebih ramah lingkungan dan masa depan perkotaan yang lebih digital, tren utama yang menurutnya membentuk masa depan pembangunan perkotaan di Indonesia, juga Asia-Pasifik, serta bagaimana kolaborasi regional dapat mendukung penelitian dan inovasi kebijakan kota berkelanjutan.
Pertemuan UCLG ASPAC di Zhengzhou yang mengambil tema “Innovation-Driven Regional Collaboration: Building a Green, Digital, and High-Tech Urban Future” tersebut digelar pada tanggal 21-25 Oktober 2024 dan dihadiri oleh 70 pemda dari 13 negara. (*)
Gora Kunjana dari Zhengzhou, China