Karawang, benang.id – eFishery berkolaborasi bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia dalam Proyek Budidaya Ikan Nila Salin di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang. Proyek yang diresmikan Presiden Joko Widodo, pada Rabu (8/5/2024) ini seluas lebih dari 70 hektar dengan 422 aktif eFeeder yang tersebar dalam 4 klaster (A,B,C, dan D).
eFeeder merupakan teknologi pemberi pakan otomatis untuk ikan yang berfokus pada efisiensi pakan dan pengurangan limbah yang diciptakan oleh eFishery. Proyek Budidaya Ikan Nila Salin ini merupakan rangkaian pelaksanaan Program Ekonomi Biru KKP yang telah menetapkan program-program prioritas, salah satunya adalah pengembangan perikanan budidaya di laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan.
Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan pembudidaya dan mendukung program ketahanan pangan Nasional.
“Ada 78.000 hektar tambak udang yang telah lama kosong, idle, dari Serang sampai Banyuwangi. Tambak udang sudah tidak mungkin lagi, dan yang paling mungkin sekarang ini adalah ikan nila, tambak ikan nila yang memiliki demand pasar yang sangat besar sekali. Tahun 2024 saja 14,4 miliar US Dollar. Oleh karena itu, besarnya permintaan ini harus kita manfaatkan. Hal ini akan dapat membuka lapangan pekerjaan yang sangat besar sekali,” ujar Presiden.
Muhammad Chairil, VP of Public Affair eFishery, mengatakan bahwa sektor akuakultur di Indonesia memiliki potensi yang sangat tinggi untuk berkembang. Oleh karena itu, pihaknya terus berusaha menggalakkan penggunaan teknologi untuk mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.
“Kami melihat peluang untuk mengangkat sektor ini ke tingkat yang lebih tinggi untuk meningkatkan produksi lokal dan ekspor serta permasalahan pangan. Oleh karena itu, sejak 2023, eFishery berkolaborasi bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mendukung keberlanjutan Proyek Budidaya Ikan Nila Salin dengan teknologi eFeeder kami. Kami percaya, kolaborasi antara pemerintah dan swasta menjadi kunci untuk kemajuan industri akuakultur Indonesia,” ujar Muhammad Chairil.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menambahkan, untuk di Karawang, pihaknya menargetkan 10.000 ton per tahun per siklus. Apabila semua dikerjakan dengan potensi 78.000 hektar di wilayah Pantura, maka akan mampu memproduksi tidak kurang dari 4 juta ton per siklus dengan berat per ekor tidak kurang dari 1 kg. “Untuk pasar lokal juga sangat besar, sehingga ini dapat menumbuhkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan,” ujarnya.
eFeeder mampu mempercepat siklus panen hingga 74 hari, serta meningkatkan efisiensi pakan hingga 30% dan meningkatkan kapasitas produksi hingga 25%. Berdasarkan riset dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) pada tahun 2022, dari segi produktivitas, eFeeder, membantu meningkatkan Food Conversion Ratio (FCR), yaitu perbandingan antara makanan yang diberikan dengan selisih berat benih dan ikan yang dipanen untuk menunjukkan salah satu ukuran efisiensi produksi.
Pembudidaya yang menggunakan eFeeder memperoleh hasil FCR antara 0,85 sampai 1,34, dengan rata-rata 1,09. Hal ini berarti setiap tambahan pakan ikan 1 kg akan menghasilkan penambahan berat ikan sampai dengan 1,2 kg.
Selain itu, terdapat juga peningkatan dalam hal Average Daily Gain (ADG), yang merupakan salah satu ukuran produktivitas perikanan budidaya. ADG dapat didefinisikan sebagai penambahan jumlah rata-rata berat ikan setiap harinya selama periode pemberian pakan dalam waktu tertentu, tujuannya untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan. (*)