Tuesday, July 29, 2025
No menu items!
spot_img
HomeNasionalDPR dan Aparat Hukum Diminta Hentikan Aktivitas Tambang Emas PT HWR di...

DPR dan Aparat Hukum Diminta Hentikan Aktivitas Tambang Emas PT HWR di Ratatotok Sulut, Diduga Langgar Izin dan Cemari Lingkungan

Jakarta, benang.id – Aktivitas tambang emas oleh PT Hakian Wellem Rumansi (HWR) di Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara (Sulut), menuai sorotan tajam.

Kuasa hukum warga, Dr Steven Yohanes Pailah SH MSi, mewakili kliennya Elisabeth Laluyan, secara resmi mengajukan permintaan kepada Komisi III DPR RI agar menghentikan kegiatan pertambangan yang diduga telah menimbulkan kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan pelanggaran hukum lainnya.

Menurut Steven Pailah, area pertambangan yang luasnya mencapai lebih dari 100 hektar telah mengalami deforestasi parah, pencemaran lingkungan, serta menyebabkan keresahan di kalangan masyarakat lokal.

Ironisnya, aktivitas tersebut tetap berjalan meskipun telah mendapatkan surat penolakan persetujuan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia.

Surat Penolakan Persetujuan RKAB Nomor 302 Tahun 2015 tertanggal 7 Januari 2025, secara tegas menyatakan bahwa permohonan PT HWR untuk periode 2024–2025 ditolak. Namun, berdasarkan pantauan per 3 Juli 2025, kegiatan pertambangan tetap berlangsung.

Tidak hanya itu, Kementerian ESDM juga telah menerbitkan Surat Penghentian Pelayanan Aspek Teknik dan Lingkungan tertanggal 25 Oktober 2023.

Dalam surat tersebut, dinyatakan bahwa PT HWR tidak memenuhi tindak lanjut dari Surat Peringatan Ketiga, sehingga pelayanan aspek teknis dan lingkungan dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dihentikan.

“Secara administratif dan teknis kegiatan mereka sudah tidak legal. Tapi ironisnya, di lapangan mereka masih beroperasi secara brutal tanpa memperhatikan keselamatan dan dampak lingkungan,” ujar Steven Pailah, dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Selasa (29/7/2025).

Salah satu poin yang paling memprihatinkan adalah dugaan penyerobotan tanah milik warga dan tindakan intimidatif oleh oknum aparat keamanan.

Elisabeth Laluyan, warga yang tinggal di sekitar area IUP (Izin Usaha Pertambangan), sempat memberikan izin akses jalan kepada perusahaan. Namun, area tersebut kini justru diolah dan dijadikan lumbung cadangan emas tanpa adanya pembebasan lahan secara resmi.

Bahkan, pada 13 Mei 2024, disebutkan bahwa oknum aparat keamanan yang menjaga lokasi tambang sempat melepaskan tembakan ke arah warga yang berada di dekat lokasi. Pada Juli 2025, intimidasi kembali terjadi, kali ini dilakukan oleh pihak yang mengatasnamakan petinggi TNI.

Tak hanya masalah agraria dan keamanan, PT HWR juga diduga mengemplang pajak dan tidak menyetor Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pada 23 April 2025, dalam rapat dengar pendapat dengan Ketua DPRD Minahasa Tenggara, perusahaan disebut tidak pernah membayar pajak maupun menyetor ke kas daerah. “Ini perusahaan besar tambang emas. Masa bisa dibilang merugi dan nihil pendapatan? Jelas ini ada dugaan kuat penggelapan pajak,” tegas Steven Pailah.

IUP PT Hakian Wellem Rumansi di Pasolo Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara,

Ia juga membandingkan modus yang terjadi di HWR dengan kasus-kasus besar seperti kasus timah dan tambang di Raja Ampat, yang sama-sama dituding sebagai bentuk kejahatan korporasi.

Oleh karena itu, pihaknya meminta Kapolri, KPK, Kejaksaan Agung, dan Komisi III DPR RI untuk segera melakukan penyelidikan dan penangkapan terhadap Direktur PT HWR, Yulius Sugondo.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tondano, seorang General Manager PT HWR mengungkap bahwa Yulius Sugondo kini menetap di luar negeri dan sedang keliling Eropa, bahkan tidak menghadiri persidangan dengan alasan sakit tanpa bukti surat keterangan dokter.

Aspek lain yang sangat disorot adalah kerusakan ekologis. Berdasarkan laporan pengawasan dari Kementerian ESDM, PT HWR tidak pernah melakukan reboisasi atau reklamasi pasca-tambang sebagaimana mestinya. Padahal, IUP mereka akan berakhir pada November 2025.

“Kalau tidak ada tindakan tegas, yang tersisa nanti hanya kolam bekas tambang dan tanah tandus. Ini pelanggaran serius, bukan hanya merugikan keuangan negara tapi juga meninggalkan warisan kerusakan alam bagi generasi berikutnya,” ujar Steven Pailah.

Melalui pernyataan terbuka ini, pihak kuasa hukum Elisabeth Laluyan mendesak penghentian total kegiatan PT Hakian Wellem Rumansi, pengusutan pidana pajak, penegakan hukum atas intimidasi terhadap warga, serta pemulihan lingkungan hidup di wilayah Ratatotok dan sekitarnya. (*/GK)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments