Jakarta, benang.id – Properti masih dianggap sebagai instrumen investasi ideal untuk masa pensiun. Hal ini terbukti dari hasil survei Jakpat yang menunjukkan bahwa 24% Gen X (usia 45-60) pada tahun 2024 masih menjadikan properti sebagai instrumen investasi pilihan, jauh melampaui obligasi yang hanya mencapai 5%.
Head of IPOT Fund & Bond PT Indo Premier Sekuritas, Dody Mardiansyah menegaskan banyak orang beranggapan harga properti akan selalu naik, disewakan bisa jadi passive income serta bisa dijual lagi dengan harga tinggi jika butuh dana darurat. Padahal faktanya, kenaikan harga properti tidak lagi signifikan, proyek properti juga banyak yang mangkrak. Alih-alih harga naik atau mendapatkan penghasilan pasif yang terjadi malah menjadi aset yang stagnan.
“Data terbaru juga menunjukkan kenyataan pahit tersebut. Indeks Harga Properti Residensial dari Bank Indonesia, menunjukkan bahwa harga properti hanya naik 1,39% yoy pada Kuartal IV-2024 dan melambat ke 1,07% yoy pada Kuartal I-2025, angka yang justru lebih rendah dari inflasi,” tandasnya.
Dody juga menyoroti maraknya kasus mangkrak dan wanprestasi di sektor properti yang sangat merugikan investor. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat 404 pengaduan properti sepanjang 2024, melonjak 28,6% dibanding 2023.
“Berinvestasi di properti untuk masa pensiun sudah kurang relevan lagi, untuk pensiun lebih baik cari yang aman dan pasti. Karena itu, obligasi adalah pilihan yang tepat karena aman dan memberikan kepastian, terutama obligasi pemerintah,” ujarnya.

Obligasi pemerintah lebih unggul dibanding properti karena menawarkan passive income yang pasti dari pembayaran kupon (bunga) dan dijamin 100% oleh negara melalui undang-undang. Obligasi itu juga likuid, bisa dijual kapan saja di secondary market. Kalau ada kebutuhan mendesak, investor enggak perlu khawatir.
Dody pun memberikan simulasi kepastian pendapatan pasif dari kupon obligasi pemerintah dengan seri FR0097 yang menawarkan kupon tetap 7,125% per tahun. Jika seorang calon pensiunan menempatkan Rp1 miliar, ia akan menerima Rp71,250.000 per tahun atau setara Rp35,625,000 setiap 6 bulan (gross). Pokok investasi juga tetap utuh hingga jatuh tempo di 2043 atau bisa dijual kapan pun melalui IPOT Bond.
“IPOT Bond sebagai platform investasi obligasi terpercaya dan transparan menawarkan harga beli yang kompetitif, pilihan obligasi pemerintah dan korporasi yang sangat beragam, serta sistem transaksi yang cepat dan fleksibel 24 jam,” terang Dody.
“Daripada dana pensiun terkunci di properti mangkrak atau kontrakan kosong, alihkan saja ke obligasi pemerintah di IPOT Bond yang menawarkan passive income pasti dan likuid bisa dijual kapan saja,” pungkasnya. (*/GK)