Yogyakarta, benang.id – Banyak pihak termasuk Bank Indonesia (BI) menyebut setidaknya lima tantangan yang akan dihadapi ekonomi global tahun 2023. Kelima tantangan termaksud, pertama adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi global. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan mencapai 2,6% pada 2023, melambat dari perkiraan pertumbuhan tahun ini sebesar 3%. Pertumbuhan pada 2023 pun berpotensi lebih rendah dari perkriaan 2,6%.
Kedua, tingkat inflasi global yang tinggi, baik di negara maju dan berkembang, yang disebabkan oleh gangguan rantai pasok dan diperparah dengan perang Rusia dan Ukraina serta Amerika dan Tiongkok.
Ketiga, kenaikan suku bunga yang agresif di negara maju sebagai respons untuk mengendalikan tingginya inflasi, terutama di AS. BI memperkirakan suku bunga di AS masih berpotensi naik ke 4,5% pada 2022 dan mencapai 4,75% pada 2023.
Keempat, kenaikan suku bunga the Fed yang agresif telah mendorong penguatan dolar AS, dengan indeks yang mencapai level tertinggi 114 pada 28 September 2022. Bahkan, jika dihitung dari pertengahan 2021, penguatan dolar AS hampir mencapai 25% yang merembet terhadap pelemahan mata uang dunia, termasuk ke negara berkembang.
Kelima adalah risiko dari persepsi investor. Di tengah ketidakpastian yang tinggi, ada kecenderungan investor menarik dana dari negara berkembang dalam bentuk investasi portofolio dan menumpuknya dalam bentuk tunai.
Di samping kelima tantangan di atas maka tantangan di sektor riil juga akan terjadi khususnya terkait dengan harga pangan dan energi. Tantangan tersebut tentu akan berdampak pada perekonomian nasional dan daerah, termasuk Daerah istimewa Yogyakarta (DIY).
Untuk membahas hal tersebut, ISEI cabang Yogyakarta menggelar diskusi dengan topik “Optimisme Menghadapi Tantangan Ekonomi Global”, di warung soto di Kawasan Timoho, Yogyakarta, Sabtu (29/10/22).
Uniknya, sebelum diskusi mereka mengawali dengan gowes bersama keliling di kawasan timur Kota Yogyakarta.
Hadir selaku narasumber Budiharto Setyawan –Kepala Kantor Perwakilan BI DIY, Jimmy Parjiman –Kepala OJK DIY, Amirullah Setya Hardi–Akademisi/Wakil Ketua ISEI Cabang Yogyakarta, dan Bogar AR –Pengusaha/Ketua Kafegama DIY, serta moderator Y Sri Susilo– Dosen FBE UAJY yang juga Sekretaris ISEI Yogyakarta.
Dari hasil diskusi seluruh narasumber dan peserta diskusi menyatakan optimistis terhadap ekonomi nasional maupun DIY. Mereka juga mengakui bahwa kondisi ekonomi global akan berdampak kepada perekonomian domestik, khususnya pada produk-prosuk ekspor.
Produk ekspor tersebut dimungkinkan akan mengalami penurunan permintaan di pasar internasional. Kondisi tersebut jika berlanjut dapat berdampak kepada produsen atau ekportir sehingga harus menurunkan produksinya. Penurunan produksi tersebut jika berlanjut dapat mendorong terjadinya pengurangan jam kerja bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Optimisme ekonomi nasional pada tahun 2023 didasarkan pada beberapa hal: (1) pemulihan perekonomian nasional tetap terjaga meski di tengah gejolak tantangan global. Adanya perbaikan signifikan yakni konsumsi dan investasi yang ditandai dengan menguatnya daya beli masyarakat, terjaganya indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan penjualan eceran, terjaganya PMI manufaktur pada level ekspansi, serta kredit perbankan yang tumbuh di atas 10% sejak Juni 2022.
(2) Sektor eksternal juga menggembirakan ditandai dengan surplus neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan, serta terjaganya cadangan devisa dan rasio utang pada level aman. Tercatat pada Januari hingga Agustus 2022, neraca perdagangan telah mengalami surplus hingga USD35 miliar yang didorong oleh ekspor komoditas utama seperti batu bara, palm oil, dan nikel.
(3) Sektor pasar modal juga turut mengalami penguatan di tengah pelemahan indeks saham global. Tercatat IHSG telah mencetak return positif di atas 3% secara year-to-date per 14 Oktober 2022 dibandingkan indeks saham lain, dengan net inflow hampir Rp70 triliun dalam kurun waktu 9 bulan.
(4) Terkait dengan inflasi, Indonesia telah menaikkan suku bunga sebesar 75 bps untuk merespon tren inflasi sehingga inflasi nasional mampu terjaga secara moderat pada angka 5,95% (yoy) pada bulan September 2022. Penurunan harga komoditas hortikultura pada bulan September 2022 juga masih mampu menahan laju inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga bensin, tarif angkutan, dan solar.
(5) Momentum pemulihan ekonomi nasional juga terus dijaga oleh Pemerintah dengan menerapkan berbagai strategi seperti pelonggaran mobilitas masyarakat, implementasi kebijakan fiskal sebagai shock absorber, menjaga stabilisasi harga, peningkatan kualitas SDM melalui Program Kartu Prakerja, serta pengembangan UMKM.
(6) Pemerintah juga telah mempersiapkan strategi transisi aktivitas ekonomi dengan mengalokasikan anggaran PEN tahun 2022 sebesar Rp455,6 triliun yang difokuskan untuk penanganan kesehatan, perlindungan masyarakat, dan penguatan pemulihan ekonomi.
Untuk perekonomian DIY pada tahun ini sudah menggeliat setidaknya dapat dilihat kunjungan wisatawan dosmestik, tingkat hunian hotel, volume dan nilai ekspor dan telah dibukanya kampus untuk kuliah secara luring.
“Sikap optimis pengambil kebijakan dan pelaku diperlukan namun harus tetap waspada terhadap kondisi ekonomi global”, jelas Budiharto Setyawan mewakili narsumber dalam pernyataan penutup diskusi.
Untuk diketahui diskusi terbatas juga dihadiri beberapa pengurus ISEI Cabang Yogyakarta dan Kafegama DIY, seperti Rudy Badrudin, Bakti Wibawa dan Rifat Pasha.
“Kegiatan gowes dan diskusi ini dilakukan secara rutin sebulan sekali sebagai sarana berolah raga sekaligus berdiskusi”, jelas Y Sri Susilo dalam rilisnya kepada media. (*)