Nusa Dua, benang.id – Pemerintah Indonesia terus mengkampanyekan bahwa minyak sawit (crude palm oil/CPO) merupakan komoditas yang ramah lingkungan dan telah memenuhi standar-standar global terkait aspek keberlanjutan (sustainability).
Hal tersebut dikemukakan Duta Besar RI untuk Kerajaan Belgia dan Uni Eropa (UE), Andri Hadi, saat menjadi pembicara dalam konferensi terbesar minyak sawit 18th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) di Nusa Dua Bali, Kamis (3/11/2022).
Andri Hadi menegaskan Indonesia sebagai negara produsen minyak sawit terbesar dunia terus mengkampanyekan sawit sebagai komoditas ramah lingkungan di kawasan UE.
“Juli lalu, Indonesia bersama sejumlah negara produsen yang komoditasnya terkena dampak telah menandatangani surat bersama yang dikirimkan kepada para pemimpin Uni Eropa,” tutur Andri Hadi.
Surat tersebut, lanjut Andri Hadi, mengemukakan posisi Indonesia sebagai negara terbuka yang mendukung regulasi produk bebas deforestasi dan kelestarian lingkungan.
“Pada prinsipnya, Indonesia akan mendorong produk komoditas Indonesia seperti sawit punya peran penting dalam pencapaian SDGs termasuk mendukung petani kecil,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Andri Hadi, industri sawit ke depan menghadapi tantangan yang tidak mudah. Selain aturan WTO yang ketat terkait sawit, Indonesia juga menghormati dan menaati berbagai regulasi seperti peraturan terkait deforestasi dan kelestarian lingkungan.
Hadi mengingatkan bahwa meski memberlakukan aturan ketat, UE membutuhkan minyak sawit dari negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia dalam jumlah signifikan.
“Minyak sawit Indonesia memegang 30-40% dari impor UE untuk minyak nabati,” tutur Andri Hadi.
Menurut dia, permintaan produk CPO terus menguat terutama pada awal Perang Rusia-Ukraina terutama akibat gangguan rantai pasokan, dan pemulihan global pascapandemi. “Minyak sawit dapat memenuhi permintaan UE akan minyak nabati, sehingga membantu ketahanan energi di kawasan tersebut,” tutup Andri Hadi. (*)