Jakarta, benang.id – Pemerintah melalui Kementerian ESDM baru saja menerbitkan Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Roadmap) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan, sebagai implementasi dari Perpres Nomor 112 Tahun 2022. Kebijakan ini menjadi landasan strategis dalam percepatan pengembangan energi terbarukan di Tanah Air.
Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Aryo Djojohadikusumo menyatakan, Permen ESDM 10/2025 sejalan dengan program prioritas kerja Bidang ESDM KADIN Indonesia 2024-2029 ‘Indonesia Hijau’ berupa energi baru terbarukan, dan konservasi energi. Hanya saja, dia mengingatkan pentingnya dukungan insentif yang memadai dan holistik guna menyukseskan proses transisi energi di sektor ketenagalistrikan nasional.
Dia mendorong untuk mempromosikan investasi dalam proyek-proyek energi baru terbarukan (EBT) dengan menarik investor dan mendorong pemerintah memberikan intensif, baik fiskal maupun non-fiskal pada sektor ini. “Kami meminta pemerintah meramu renewable energy incentive program (program insentif energi terbarukan), sebagai instrumen pendukung bagi pelaku EBT dan tentu untuk menarik investor,” ujarnya melalui siaran pers, Kamis (24/4/2025).
Menurutnya, Indonesia dapat belajar dari opsi-opsi insentif di negara maju yang pro terhadap pengembangan energi terbarukan. Insentif fiskal, misalnya, melalui pemberian tax holiday, tax allowance, pembebasan PPN. Adapun insentif non-fiskal diberikan melalui kemudahan perizinan dan dukungan infrastruktur. Sebagai contoh Amerika Serikat (AS) melalui Energy Policy Act and Production Tax Credit (PTC) telah membuktikan efektivitas insentif dalam mendorong pertumbuhan EBT.
Selain itu, Aryo turut mengusulkan pemerintah untuk mempertimbangkan opsi pendanaan campuran (blended finance) sebagai salah satu solusi inovatif untuk mendukung pengembangan EBT nasional. Pendanaan EBT diakui masih mahal sehingga blended finance bisa menjadi opsi untuk mempercepat proses dengan menggabungkan berbagai sumber pendanaan yang murah. “Proyek EBT masih memerlukan investasi besar di awal. Dengan blended finance, risiko bisa dibagi antara sektor publik dan swasta, sekaligus menciptakan ekosistem yang menarik bagi investor,” papar Aryo.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam acara Global Hydrogen Ecosystem 2025 Summit & Exhibition beberapa waktu lalu telah menegaskan komitmen Indonesia soal transisi energi. Dia menyatakan Indonesia konsisten ikut transisi energi meski banyak negara mulai ragu. Dia juga menyoroti pentingnya pendanaan inovatif dan sedang disiapkan berbagai skema pendukung, termasuk mekanisme pensiun dini PLTU dengan syarat tertentu.
Lebih lanjut, Aryo mengatakan bahwa insentif yang tepat akan menjawab semua tantangan yang ada secara sekaligus. Dengan paket insentif komprehensif dan holistik, dia yakin minat investor akan meningkat signifikan. “Kami berharap insentif ini bisa dirumuskan dalam waktu dekat untuk mendukung implementasi Permen ESDM 10/2025,” katanya.
Bagi Kadin, transisi energi bukan pilihan melainkan keharusan. Dengan insentif yang tepat, Indonesia bisa mencapai target sebaran energi terbarukan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi hijau, di mana sejalan dengan semangat Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Selain itu, transisi energi yang sukses akan memberikan manfaat ganda, mulai dari penurunan emisi karbon sesuai komitmen Paris Agreement, penciptaan lapangan kerja hijau, penguatan ketahanan energi nasional, hingga peningkatan daya saing industri. (*/GK)