Jakarta, benang.id – Pelanggaran-pelanggaran dan penyelewengan sudah terjadi, sehingga tidak dapat diubah lagi. Tetapi kampus harus terus mendorong pengungkapan setiap permasalahan mengenai kecurangan-kecurangan dalam pemilu.
Demikian disampaikan Pipip A Rifai Hasan dalam diskusi yang diselenggarakan Universitas Paramadina, PIEC, dan Yayasan Persada Hati yang mengangkat tema “Puasa dan Introspeksi Kebangsaan”. Diskusi di Universitas Paramadina Cipayung, Jumat (22/3/2024) ini, dimoderatori oleh Taufik Hidayatullah.
Masih menurut Pipip yang juga merupakan Ketua Paramadina Institute of Ethics and Civilization (PIEC) bahwa pada saat momen puasa ini seharusnya dapat melahirkan perilaku sesuai ajaran Islam.
“Puasa yang tidak hanya bersifat ritual saja tetapi juga dengan konsekuensi sosial. Sebenarnya suara yang ada saat ini mengenai pemilihan presiden dan lain sebagainya, seharusnya sudah ada suara dan gagasan dari kampus sejak awal,” katanya.
Handi Risza Idris, Wakil Rektor Universitas Paramadina memandang bahwa Paramadina sebagai sebuah lembaga tempat untuk menyampaikan berbagai aspek mengenai pemikiran-pemikiran kebangsaan.
“Dalam konteks kebangsaan, banyak sekali spekulasi yang membuat kita sebagai masyarakat bertanya-tanya mengenai pemerintahan saat ini. Dalam konteks kebangsaan, ini dianggap sebagai Machiavelli baru atau asal menang dan semuanya dipandang atas dasar kekuasaan,” ujar Handi.
Handi mengingatkan pada pemilu lalu, aktor yang ada sebenarnya sama. Sehingga yang membedakan hanya waktu saja. “Perbuatan dengan menghalalkan berbagai cara terus dilakukan, maka dikhawatirkan akan terjadi kembali pada pemilu 2029 nanti,” tuturnya.
Dalam paparannya Handi menyatakan bahwa pada dasarnya kebijakan publik akan baik, jika penyelenggaraan pemilunya berjalan dengan baik.
“Dalam konteks ramadan, tulisan Cak Nur memiliki semangat atau ruh untuk terus memperbaiki keadaan bangsa. Sehingga value mencintai negara, mencintai agama dan mencintai ilmu pengetahuan,” imbuhnya.
Handi melihat bagaimana pemimpin itu dipergilirkan masuk di dalamnya orang-orang yang fasik. “Self correction atau self examination dapat mengubah kebiasaan-kebiasaan, jika tidak dilakukan akan pergi begitu saja dan tidak membawa keuntungan,” katanya.
“Jika yang berbuat salah tidak pernah dihukum, maka akan terus berulang kejadian-kejadian seperti ini. Dampaknya akan dirasakan oleh yang muda-muda, sehingga harus diimbau, disuarakan dan diajak untuk melakukan koreksi diri, koreksi perjalanan bangsa kita saat ini apakah sudah benar. Menjalankan pemerintahan negara ini dengan jujur dan terbuka,” pungkas Handi. (*)