Sleman, benang.id – Warga yang tergabung dalam Paguyuban Masyarakat Kali Progo meminta kepada Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan DIY, GKR Hemas untuk menutup aktivitas penambangan pasir di Kali Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Permintaan warga tersebut disampaikan kepada GKR Hemas saat Permaisuri Sri Sultan HB X tersebut meninjau lokasi penambangan pasir di Padukuhan Jomboran, Sendangagung, Minggir, Sleman, Selasa (28/12).
Peninjauan itu merupakan tindak lanjut dari aduan warga yang tergabung dalam Paguyuban Masyarakat Kali Progo. Warga mengadu ke DPD RI Perwakilan DIY karena resah dengan aktivitas penambangan pasir di wilayah itu.
Pada kesempatan tersebut, GKR Hemas didampingi cucunya RM Gustilantika Marrel Suryokusumo, Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa, serta Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman Hardo Kiswoyo. Begitu tiba di Padukuhan Jomboran, GKR Hemas langsung mendatangi bantaran Kali Progo untuk melihat langsung dampak penambangan pasir terhadap lingkungan sekitarnya.
Menariknya, mobil yang dinaiki GKR Hemas sempat terhenti saat mendekati bantaran Kali Progo. Pasalnya, portal pada akses jalan menuju lokasi dalam kondisi tertutup dan dikunci menggunakan borgol tangan. Di borgol tangan itu terdapat sebuah logo dan tulisan Polri. Setelah menunggu beberapa lama, portal tersebut akhirnya dibuka. Sesampainya di bantaran kali, GKR Hemas langsung menerima berbagai aduan dari warga yang sudah menunggu.
“Tolong tambang pasir di Kali Progo segera ditutup, Ibu Ratu. Kami sudah sangat resah,” pinta Tandi, warga Padukuhan Jomboran.
Menurut Tandi, keresahan warga akibat aktivitas penambangan pasir di Kali Progo dipicu oleh berbagai hal, di antaranya kerusakan lingkungan seperti bantaran sungai yang terus terkikis sehingga mengancam keberadaan lahan milik warga yang berada di dekatnya, air sumur tercemar hingga polusi suara yang dihasilkan oleh alat berat sehingga mengganggu konsentrasi anak- anak saat menjalani pembelajaran daring di rumah.
Tandi juga menjelaskan perubahan lingkungan yang terjadi terhadap bantaran Kali Progo di sekitar tempat tinggalnya selama beberapa bulan terakhir akibat aktivitas tambang.
“Dulu di sini banyak tanaman singkong, Gusti Ratu. Sekarang Gusti Ratu pirsa (melihat) sendiri,” tambah Tandi kepada GKR Hemas sambil menunjuk ke beberapa bagian bantaran sungai yang rusak akibat ditambang.
Tandi pun meminta pada GKR Hemas agar segala bentuk aktivitas penambangan pasir di wilayah Kali Progo dihentikan. Ia mengaku sudah putus asa dan tidak tahu lagi harus mengadu ke mana. Menurutnya, selama ini tiap mereka mengadu ke pihak terkait, mereka merasa dipermainkan. “Semoga Gusti Ratu bisa memenuhi harapan kami,” harapnya.
Keluhan serupa juga disampaikan Ngajimin. Warga Padukuhan Pundak Wetan, Kembang, Nanggulan, Kulon Progo itu mengatakan, rumahnya berada di sebelah barat Kali Progo.
“Niku griyo kulo (itu rumah saya), Gusti Ratu,” kata Ngajimin kepada GKR Hemas sambil menunjuk sebuah bangunan yang berada di tepi tebing yang berada di sebelah barat Kali Progo.
Ngajimin mengatakan, saat ini ia dan keluarga ketakutan karena tebing di belakang rumahnya terus menerus longsor akibat aktivitas pertambangan. Jarak rumahnya dengan tebing tersebut sekitar 20 meter. Ia juga punya harapan sama, yakni aktivitas penambangan pasir di Kali Progo dihentikan.
“Kula kedah pripun (saya harus bagaimana) Gusti Ratu? Jarak rumah kami hanya 20 meter dari tebing. Kami khawatir tebing terus menerus longsor. Kami tidak mau kehilangan tempat tinggal. Tolong kami,” lanjut Ngajimin.
Seusai meninjau bantaran Kali Progo, GKR Hemas dan rombongan kemudian mendatangi salah satu rumah di Padukuhan Jomboran. GKR Hemas dan rombongan kembali bertemu warga. Ia pun mendengarkan berbagai unek-unek warga terkait aktivitas tambang.
Kepada GKR Hemas, Sarjono, warga Padukuhan Wiyu, Kembang, Nanggulan, Kulon Progo mengungkapkan, beberapa waktu lalu didatangi petugas dari Dinas Lingkungan Hidup dan PDAM yang membawa peralatan untuk menguji kualitas air di sumur rumahnya. Namun, lanjut Sarjono, dengan berbagai dalih, pengujian kualitas air di sumur rumahnya tidak jadi dilakukan.
Merespon keluhan Sarjono tersebut, GKR Hemas meminta agar pihaknya diberi sampel air dari sumur yang dimaksud, untuk kemudian dilakukan uji laborat. “Tolong saya dikirimi sampel air sumurnya, Pak. Biar saya masukkan ke lab,” kata GKR Hemas.
Pada kesempatan yang sama, Ketua RW 34, Padukuhan Jomboran, Kapir mempertanyakan kepada Dukuh Jomboran, serta Lurah Sumberagung mengenai sosialiasi kegiatan penambangan pasir di Kali Progo kepada warga yang hingga saat ini tidak pernah dilakukan.
Selain itu, Kapir juga mempertanyakan Lurah Sumberagung, R. Heru Agung Prasetyo Wibowo yang di masa lalu melarang warga melakukan penambangan pasir secara manual di Kali Progo, namun belakangan justru mengizinkan alat berat masuk untuk menambang pasir.
“Kenapa dulu warga yang mau menambang (pasir, red) secara manual dilarang, Pak Lurah? Tapi sekarang back hoe (alat berat) diizinkan masuk?”, tanya Kapir kepada Lurah Sumberagung.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Lurah Sumberagung berkilah bila pihaknya melarang warga menambang pasir secara manual karena kalurahan berencana menjadikan kawasan bantaran Kali Progo di Padukuhan Jomboran sebagai destinasi wisata.
“Terkait polemik soal tambang pasir, kami dan Muspika sudah berusaha melakukan mediasi dengan pihak Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak,” kata Heru.
GKR Hemas yang mendengar pertanyaan dari Kapir tersebut langsung meminta kepada Dukuh Jomboran, Sugiyono memberi salinan surat izin penambangan yang beroperasi di wilayahnya.
“(Salinan) Surat izin (penambangan) ini saya bawa. Kemudian akan saya pelajari. Kita lihat, ada tidak pelanggaran yang terjadi dalam proses pemberian izin tersebut. Kalau ada, pasti tindakan tegas akan diberikan,” kata GKR Hemas.