Semarang, benang.id – Banjir Rob masih terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah, tahun ini, berdampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Namun, dari berbagai studi empiris menunjukkan bahwa masyarakat terdampak banjir rob mampu mewujudkan ketahanan masyarakat baik dari sisi sosial dan ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut maka Pusat Riset Teknologi Hidrodinamika Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRTH BRIN) berkolaborasi dengan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) menyelenggarakan focused group discussion (FGD) dan Konsinyering dengan topik “Bencana Rob & Ketahanan Masyarakat”, di Semarang, Selasa (1/11/2022).
“PRTH BRIN mempunyai perhatian terhadap bencana rob dan bentuk perhatian tersebut dilakukan dalam bentuk riset untuk menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat bagi pengambil kebijakan”, jelas Bagyo Widagdo mewakili Kepala PRTH BRIN. dalam sambutannya.
Menurut Bagyo, topik ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana rob tetap relevan untuk terus dikaji karena bencana tersebut masih terjadi setiap tahun. Kondisi tersebut menjadikan bencana rob dan permasalahannya harus mendapat perhatian seluruh pemangku kepentingan (stakeholeders) termasuk PRTH BRIN.
Dalam FGD tersebut, hadir selaku narasumber Budi Prakosa (Kepala Bappeda Kota Semarang), Denny Nugroho Sugianto (Guru Besar Ilmu Kelautan dan Perikanan UNDIP), Hartono Samidjan (Jurnalis Senior “Suara Merdeka”), Wartana (Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Umum, Kecamatan Semarang Utara), dan Nurhadi (Ketua Paguyuban Pengasapan Ikan Bandarharjo, Semarang Utara). Bertindak selaku moderator Y Sri Susilo (Dosen FBE UAJY).
“Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang telah dan akan melaksanakan sejumlah kebijakan untuk membantu masyarakat terdampak rob”, jelas Budi Prakosa.
Menurut Budi, fokus kebijakan dan program diarahkan untuk mengurangi pemukiman kumuh, kemiskinan, stunting dan sektor ekonomi yang terdampak rob khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Dalam menjalankan kebijakan tersebut Pemkot Semarang bersinergi dengan lintas sektor yang meliputi masyarakat, perguruan tinggi, organisasi profesi, organisasi kesehatan, program corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan swasta, lembaga swadata masyarakat (LSM), fasilitas Kesehatan dan organisasi perangkat daerah (OPD). Dengan kebijakan tersebut diharapkan ketahanan masyarakat di wilayah terdampak bencana rob dapat meningkat secara signifikan.
“Penyebab bencana rob adalah meningginya permukaan air laut (sea level rise) dan laju penurunan tanah (land subsidence)”, jelas Denny Nugroho Santosa.
Menurut dia, kenaikan muka air laut tersebut dikarenakan gabungan dari fenomena alam seperti pasang surut air laut, naik turunnya gelombang (wave set up), naik turunnya angin (wind set up) dan pengaruh pemanasan global. “Masyarakat juga telah beradaptasi dengan bencana rob”, ungkap Denny.
Masyarakat mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungannya dan kearifan lokal yang berlaku di masyarakat. Kemampuan beradaptasi tersebut menjadikan masyarakat mampu bertahan di wilayah bencana rob.
“Masyarakat yang tinggal wilayah terdampak banjir rob pada umumnya menganggap rob merupakan fenomena biasa”, ungkap Hartono Maridjan.
Selanjutnya Hartono menjelaskan bahwa masyarakat selalu berusaha beradaptasi dengan lingkungan yang terdampak rob. Adaptasi tersebut dilakukan dengan meninggikan jalan, membangun rumah bertingkat (loteng), dan membangun bendungan darurat.
Dalam berdaptasi terhadap pekerjaan, mereka memilih alih profesi/pekerjaan daripada harus pindah rumah ke wilayah yang tidak terdampak banjir rob. Secara umum kondisi lingkungan terdampak banjir rob menjadi lebih baik sejak kepemimpinan Walikota Hendrar Prihadi.
“Masyarakat di Kecamatan Semarang Utara siaga terhadap bencana banjir rob”, tegas Wartana yang hadir mewakili Camat Semarang Utara.
Sikap siaga masyarakat tersebut ditunjukkan dengan terbentuknya Kampung Siaga Bencana (KSB) dan Taruna Siaga Bencana (Tagana). Menurut Wartana, masyarakat terdampak rob bertahan dengan manfaat bantuan dan tabungan yang dimiliki.
Di samping itu, masyarakat juga memperoleh pelatihan dan pendampingan kewirausahaan baik dari Pemkot Kota Semarang maupun CSR dari pihak swasta. Berbagai upaya tersebut berdampak dengan meningkatnya ketahanan masyarakat terdampak rob khususnya di Kelurahan Bandarharjo, Semarang Utara.
“Usaha pengasapan ikan dapat berkembang dikarenakan direlokasi ke tempat yang terbebas dari banjir rob”, jelas Nurhadi.
Sebelum dipindah lokasi usaha berada di wilayah terdampak banjir rob sehingga usahanya sering terganggu produksinya. Di samping pengasapan ikan, juga memproduksi krupuk ikan kualitas super. Produk krupuk ikan tersebut bahkan sudah diekspor ke beberapa negara. Menurut Nurhadi, dengan terbebasnya lokasi usaha dari banjir rob maka usaha mereka dapat bertahan dan berkembang sampai saat ini.
“Kegiatan FGD dan Konsinyering ini merupakan proses dari riset dari PRTH BRIN yang berkolaborasi dengan UAJY”, jelas Bakti Wibawa selaku koordinator peneliti (principle investigator).
Dengan FGD diharapkan tim peneliti dapat mengonfirmasi dan menggali informasi untuk memperdalam temuan dari kajian literatur yang dilakukan. Setelah FGD, tim peneliti juga melakukan studi lapangan di Kelurahan Bandarharjo untuk memperoleh data dan informasi yang lebih detil.
Kesimpulan pokok dari FGD adalah masyarakat mampu beradaptasi dan bertahan dengan bencana atau banjir rob sehingga ketahanan masyarakat dapat terwujud. Dari FGD tersebut juga diharapkan kajian lanjutan yang terkait dengan bencana rob dari berbagai disiplin bidang ilmu.
“Dengan kemampuan beradaptasi dan kemampuan bertahan masyarakat maka masyarakat menjadi enggan direlokasi di tempat lain yang terbebas dari bencana rob”, jelas Y. Sri Susilo yang juga anggota tim peneliti PRTH BRIN dalam rilisnya kepada media. (*)