Denpasar, benang.id – Pandemi Covid-19 telah menciptakan kesadaran tentang perlunya arsitektur kesehatan yang kuat dan komprehensif untuk menghadapi situasi darurat, menciptakan kesiapsiagaan agar tercipta masyarakat yang tangguh. Proses menuju cita-cita ini bisa dimulai dengan mengelola ratusan juta data genomik yang terkumpul selama pandemi.
Hal tersebut dibahas dalam diskusi tentang persiapan arsitektur kesehatan tersebut di dalam Tri Hita Karana (THK) Forum Road to G20 di Kura Kura Bali, Sabtu (27/8/2022) dengan tema “Global Health Architecture: Bali for the World on Health, Resilience, and Happiness – Research Innovation, Healthcare, and Finance Ecosystem”.
Topik yang didiskusikan antara lain: pembangunan infrastruktur kesehatan berupa fasilitas kesehatan berkelas dunia, pengembangan dan pelatihan sumber daya manusia, pembiayaan riset kesehatan dan genomik, inovasi dalam pengiriman obat dan akses perawatan kesehatan, dan pemanfaatan inovasi digital untuk menciptakan ekosistem kesehatan global.
Diskusi ini menghadirkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Pro Vice Chancellor Oxford University (2014 – 2021) Sir Gordon Duff, dan perwakilan dari asosiasi terkait, akademisi, investor, dan sektor swasta.
“Sebagai negara dengan populasi keempat terbesar di dunia, kepulauan terbesar, dan keragaman genomik maka kesempatan riset di bidang genomik sangat luas di Indonesia,” tutur Tantowi Yahya, Executive Lead THK Forum, dalam sambutannya.
Hal senada disampaikan Menkes Budi Gunadi Sadikin bahwa pandemi telah menciptakan kesempatan bagi Indonesia untuk mengolah ratusan juta data genomik yang akan digunakan sebagai basis penelitian untuk menciptakan inovasi kesehatan agar tumbuh generasi yang lebih sehat di masa mendatang.
Budi menyatakan bahwa salah satu pusat untuk mengembangkan riset genomik adalah di Bali. Sejalan dengan Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali yang diluncurkan 3 Desember 2021, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya diversifikasi ekonomi di Bali sehingga tidak hanya tergantung pada satu sektor, yaitu pariwisata saja.
Dalam pidatonya, Sandiaga Uno juga mendukung konsep medical tourism sebagai bagian dari pemulihan sektor wisata yang sangat terdampak akibat pandemi.
Sebagai implementasi dari Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali tersebut, Kementerian Kesehatan telah melakukan beberapa beberapa upaya untuk mengolah data genomik tersebut, misalnya membangun pusat riset genomik di Universitas Udayana dan melakukan pertemuan dengan East Venture untuk mendukung bio research di Bali.
“Bali memiliki modalitas untuk membangun dan menyiapkan infrastruktur kesehatan. Untuk itu, kami membuka kesempatan bagi perusahaan asing untuk mendirikan pusat riset dan investasi lainnya di bidang kesehatan di Indonesia. Namun, monetisasi tetap harus dilakukan di Indonesia dan bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Budi.
Dalam pembukaan diskusi, Sir Gordon Duff mengemukakan, pandemi telah menciptakan momentum untuk mengembangkan skala, kapasitas, dan respon cepat untuk menciptakan ketahanan kesehatan global.
“Bali dan Indonesia adalah tempat yang strategis untuk memanfaatkan momentum ini agar ilmuwan bisa memahami target obat baru dan jenis perawatan kesehatan yang lebih tepat untuk kesehatan manusia,” ujarnya.
Andrew Lo, Director of Financial Engineering at MIT Sloan School of Management menekankan bahwa kesehatan adalah masalah global, sehingga perlu bantuan dari semua pemangku kepentingan untuk mengatasinya.
Dalam skenario perhitungannya, Andrew mengungkapkan diperlukan dana biofund sebesar US$ 30 miliar untuk memperbesar skala dampak serta mengurangi risiko keuangan. Hal ini bisa dicapai dengan skema blended finance; yaitu menggunakan dana publik sebagai katalis untuk menarik investasi dari pendanaan swasta secara masif.
Diskusi berlangsung produktif untuk mengupas dua topik yaitu “Global Health Architecture and How to Crate healthcare Services and Innovation Ecosystem for Planetary Health” dan “Leveraging Global Healthcare Ecosystem through Collaboration and Technology Innovation”.
Di akhir diskusi disimpulkan bahwa berbagai inisiatif terkait pembangunan arsitektur kesehatan ini memerlukan kolaborasi berbagai pihak – termasuk pemerintah, praktisi kesehatan, industri kesehatan dan farmasi, kelompok investor dan keuangan, asosiasi kesehatan dan rumah sakit- untuk bisa mencapai arsitektur kesehatan yang dicita-citakan.
“Kami harap diskusi ini bisa membangun kesadaran dan komitmen yang lebih kuat antara pemangku kepentingan untuk membangun ekosistem dan arsitektur kesehatan global, dan secara khusus mendorong Bali menjadi pusat kesehatan yang tangguh,” tutup Tantowi. (*)