Tuesday, April 15, 2025
No menu items!
spot_img
HomeEkonomiOptimistis Hadapi Tantangan Global, Pengusaha Dukung Pemerintah Perkuat Daya Tahan Ekonomi

Optimistis Hadapi Tantangan Global, Pengusaha Dukung Pemerintah Perkuat Daya Tahan Ekonomi

Jakarta, benang.id – Di tengah dinamika tantangan global, termasuk gelombang perang tarif perdagangan, para pengusaha Indonesia menunjukkan optimisme terhadap langkah-langkah strategis pemerintah dalam memperkuat daya tahan ekonomi nasional.

Hal ini disampaikan Anggawira, Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi), dalam acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI bertema “Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional di Tengah Gelombang Perang Tarif Perdagangan”. Anggawira memaparkan sejumlah fakta yang menunjukkan potensi besar Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan memanfaatkan peluang ekspor.

“Kami sangat optimistis dengan langkah pemerintah dalam memperkuat daya tahan ekonomi nasional, terutama dengan melihat peningkatan peringkat daya saing Indonesia yang kini berada di posisi ke-27 dunia pada 2024,” ujar Anggawira, dalam keterangan tulisnya Selasa (8/4/2025).

Anggawira menjelaskan bahwa berdasarkan IMD Global Competitiveness Index, Indonesia berhasil naik 7 peringkat dari posisi 34 pada 2023 menjadi peringkat 27 dari 67 negara pada 2024. Peringkat ini menempatkan Indonesia di posisi ketiga di ASEAN setelah Singapura dan Thailand, didorong oleh kinerja ekonomi, efisiensi pemerintahan, dan efisiensi bisnis. Namun, ia juga menyoroti tantangan seperti penurunan peringkat infrastruktur yang perlu segera diatasi.

“Status investment grade dari lembaga seperti S&P, Moody’s, dan Fitch menunjukkan bahwa Indonesia memiliki fondasi ekonomi yang kuat, dan ini memberikan kepercayaan bagi kami untuk terus berinvestasi dan berkembang,” kata Anggawira.

Anggawira, Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi)

Menurut Anggawira, SCR Indonesia yang berada pada level BBB (S&P, Fitch, JCR), BBB+ (R&I), dan Baa2 (Moody’s) dengan outlook positif hingga stabil per Maret 2025, mencerminkan ketahanan ekonomi domestik yang didukung oleh kebijakan moneter dan fiskal yang hati-hati. Moody’s bahkan melaporkan bahwa komitmen pemerintah dalam reformasi struktural menjadi salah satu faktor utama. Namun, ia juga mengingatkan adanya tantangan seperti ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan rendahnya produktivitas sektor manufaktur.

“Sektor pakaian dan alas kaki memiliki potensi ekspor yang sangat besar, terutama ke pasar AS, di mana Indonesia bisa menambah pendapatan hingga US$6,4 miliar jika mampu mengambil 10% pangsa pasar negara pesaing,” ungkap Anggawira.

Anggawira memaparkan bahwa Indonesia saat ini menempati peringkat ke-5 sebagai eksportir pakaian ke AS dengan nilai US$2,3 miliar (pangsa pasar 4,9%) dan peringkat ke-3 untuk alas kaki dengan nilai US$2,6 miliar (pangsa pasar 9,3%). Dengan tarif yang lebih rendah dibandingkan negara seperti China dan Vietnam, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan penetrasi pasar. Ia menekankan bahwa sektor ini juga memberikan multiplier effect besar karena sifatnya yang padat karya.

“Kami berharap pemerintah dapat terus memperkuat infrastruktur dan memberikan insentif untuk meningkatkan produktivitas sektor manufaktur, sehingga kami bisa lebih kompetitif di pasar global,” tegas Anggawira.

Anggawira menyoroti bahwa meskipun peringkat daya saing meningkat, infrastruktur masih menjadi kelemahan utama yang menghambat efisiensi bisnis. Ia juga menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung inovasi dan peningkatan kualitas produk, terutama di sektor pakaian dan alas kaki, agar dapat memenuhi standar pasar AS. Kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha, menurutnya, menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini.

“Diversifikasi ekspor harus menjadi prioritas, karena ketergantungan pada ekspor bahan mentah membuat kita rentan terhadap fluktuasi pasar global, dan ini saatnya kita fokus pada nilai tambah,” tukas Anggawira.

Anggawira menegaskan bahwa ketergantungan pada ekspor bahan mentah, seperti yang disoroti oleh Moody’s, menjadi salah satu kelemahan ekonomi Indonesia. Ia mendorong pemerintah dan pelaku usaha untuk bersama-sama mengembangkan industri yang menghasilkan nilai tambah, seperti sektor pakaian dan alas kaki, guna memperkuat posisi Indonesia di pasar global. Dengan langkah ini, ia yakin Indonesia dapat menghadapi tantangan perang tarif perdagangan dan meningkatkan daya tahan ekonomi nasional.

Acara ini menjadi momentum penting bagi para pengusaha untuk menyatukan visi dengan pemerintah, sekaligus memperkuat komitmen dalam menghadapi tantangan global demi masa depan ekonomi Indonesia yang lebih tangguh. (*/GK)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments