Friday, April 25, 2025
No menu items!
spot_img
HomeEkonomiPemerintah Perlu Lebih Hati-Hati Tarik Utang Baru, Prioritaskan Efektivitas, Transparansi, dan Investasi...

Pemerintah Perlu Lebih Hati-Hati Tarik Utang Baru, Prioritaskan Efektivitas, Transparansi, dan Investasi Produktif

Jakarta, benang.id – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyampaikan keprihatinan dan catatan kritis terkait kebijakan fiskal pemerintah, khususnya terkait penarikan utang baru sebesar Rp250 triliun hingga Maret 2025 untuk menutup defisit APBN.

Sekretaris Jenderal Hipmi, Dr Anggawira MH MM menekankan pentingnya kehati-hatian dalam pengelolaan utang negara. Menurutnya, penarikan utang memang merupakan instrumen legal dalam pengelolaan APBN, namun tidak boleh menjadi solusi jangka pendek yang berulang tanpa arah yang jelas.

“Kami memahami bahwa dalam situasi global yang penuh ketidakpastian dan tekanan fiskal, kebutuhan pembiayaan tidak bisa dihindari. Namun pemerintah harus memastikan bahwa utang yang ditarik diarahkan sepenuhnya untuk sektor produktif, bukan untuk menambal belanja yang tidak memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujar Anggawira, dalam keterangannya.

Hipmi mencatat bahwa ruang fiskal nasional semakin terbatas. Jika tidak dikelola secara bijak dan transparan, hal ini berpotensi mengganggu stabilitas makroekonomi serta menurunkan kepercayaan investor, baik domestik maupun internasional.

Sebagai solusi, Hipmi mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan langkah-langkah strategis berikut:

Pertama, Efisiensi dan Realokasi Anggaran
Pemerintah harus memangkas belanja yang tidak produktif dan bersifat birokratis, serta mengalihkan anggaran ke sektor-sektor strategis seperti UMKM, infrastruktur energi, pertanian modern, dan teknologi digital.

Kedua, Optimalisasi Penerimaan Negara Non-Pajak (PNBP)
Reformasi pengelolaan aset negara harus dipercepat. Digitalisasi aset BUMN, pemanfaatan lahan idle, dan monetisasi aset yang tidak produktif bisa menjadi sumber penerimaan yang lebih sehat dibanding utang baru.

Ketiga, Pajak Berbasis Insentif Pertumbuhan
Skema perpajakan harus mendorong pertumbuhan, khususnya bagi sektor padat karya dan industri manufaktur dalam negeri. Ini akan memperluas basis penerimaan negara dalam jangka menengah.

Keempat, Peningkatan Investasi Domestik dan Asing
Pemerintah perlu menyederhanakan perizinan dan menghapus hambatan non-tarif. Sektor hilirisasi, energi terbarukan, dan teknologi tinggi harus menjadi prioritas dalam menarik investasi.

Kelima, Kolaborasi dengan Dunia Usaha
Dialog terbuka antara pemerintah dan pelaku usaha harus diperkuat. Hipmi menilai bahwa penyusunan kebijakan fiskal tidak bisa dilakukan secara tertutup, karena pelaku usaha memiliki insight langsung terhadap dinamika ekonomi riil.

“Hipmi siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional. Namun kami juga akan tetap kritis apabila kebijakan fiskal yang diambil justru memperlebar risiko dan memperlambat pertumbuhan dunia usaha,” tegas Anggawira.

Hipmi mendesak pemerintah untuk tidak terjebak pada solusi jangka pendek. Perlu adanya desain ulang arsitektur fiskal yang lebih sehat, mandiri, dan berorientasi jangka panjang demi menjaga ketahanan ekonomi nasional. (*/GK)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments