Nusa Dua, benang.id – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan bahwa pemulihan ekonomi domestik yang terus berlangsung tidak terlepas dari perbaikan kondisi makroekonomi secara spasial.
Menurut dia, pemulihan ekonomi kewilayahan menjadi salah satu pertimbangan utama dalam proses perumusan kebijakan di Bank Indonesia.
“’Laporan Nusantara’ merupakan pandangan BI terhadap dinamika perekonomian dalam perspektif spasial yang disarikan dari hasil asesmen dan analisa yang komprehensif dari seluruh Kantor Perwakilan BI di daerah,” tutur Dody Budi Waluyo saat membuka acara Flagship Diseminasi “Laporan Nusantara”, Launching Buku “Penguatan Struktur Ekonomi Indonesia” dan “Pariwisata Indonesia” di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Jumat (18/11/22).
Acara tersebut dihadiri oleh 130 peserta wakil Akademisi, Pengusaha, Kementerian/Lembaga dan BI baik Kantor Pusat maupun Kantor Perwakilan Daerah.
Dody Budi Waluyo mengatakan bahwa “Laporan Nusantara” diharapkan dapat memberikan informasi yang berharga bagi stakeholders, baik di tingkat pusat maupun daerah mengenai dinamika terkini, tantangan, dan prospek perekonomian daerah.
Peluncuran “Laporan Nusantara” dan kedua buku tersebut, kemudian dilanjutkan seminar dengan narasumber Solikin M Juhro (Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI), Teguh Dartanto (Dekan FBE UI), Irwandy (Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara) dan Agustini Rahayu (Direktur Kajian Stratetgis, Kemenparekraf/Baparekraf). Bertindak selaku moberator adalah Ade Mulia (Jurnalis TV).
“Pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 diperkirakan menurun dari tahun 2022, disertai risiko resesi di beberapa negara”, ungkap Solikin M Juhro.
Menurut Juhro, di samping pertumbuhan ekonomi yang melambat juga disertrai kecenderungan inflasi yang meningkat. Indonesia harus mengantisipasi kondisi ekonomi global di tahun mendatang. Sampai dengan Triwulan III-2022, ekonomi Indonesia masih tumbuh 5,72% (yoy) dan lebih tinggi dari Triwulan sebelumnya yang sebesar 5,45% (yoy).
Inflasi sampai Oktober 2022 mencapai 5,71% (yoy) namun masih lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 5,95% (yoy).
Berkaitan dengan kondisi perekonomian Indonesia tahun 2023 maka BI menerapakan kebijakan yang bersifat jangka pendek dan jangka menenngah panjang.
Dalam jangka pendek, bauran kebijakan BI menjaga stabiltas dan memperkuat pemulihan ekonomi nasional.
Selanjutnya dalam jangka menengah panjang, BI mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasis inovasi (innovation based growth) untuk percepatan reformasi struktural menuju negara yang berpendapatan tinggi (high income country).
“Pertumbuhan ekonomi regional dipengaruhi oleh produktivitas faktor produksi, investasi, hilirisasi sumber daya alam dan dana desa”, tegas Teguh Dartanto.
Menurut Teguh. Produkitivitas modal dan sumberdaya manusia menjadi salah satu kunci pertumbuhan provinsi di Indonesia. Demikian juga investasi baik PMA maupun PMDN, berkaitan dengan hal tersebut maka Pemda juga perlu meningkatkan upaya promosi untuk mendatangkan investor.
Khusus Dana Desa, ternyata dana tersebut menjadikan pembangunan desa yang tertinggal menjadi dua kali lebih cepat dibandingkan pembangunan desa yang sudah maju. Dengan adanya Dana Desa, banyak desa di Kawasan Timur Indonesia mampu melakukan percepatan pembangunan.
“Sampai dengan tahun 2021, jumlah smelter yang telah selesai dibangun 21 fasilitas pemurnian dan 32 unit masih on progress”, jelas Irwandy.
Menurut Irwandy, hilirisasi sumber daya alam tersebut (nikel, besi, mangan, tembaga, besi dan bauksit) untuk penguatan struktur dan daya saing industri.
Selanjutnya, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan hilirisasi minerba di Indonesia antara lain: (1) penerapan teknologi bersih untuk mendukung transisi energi. (2) Produksi green metals. (3) Produksi logam masih terbatas pada logam utama belum menyentuh by products mineral ikutan. (4) Pengembangan ekosistem baterai, stainless steel dan modul surya. (5) Memaksimalkan proses hilirisasi.
“Akibat situasi ekonomi yang tidak menentu, pemulihan pariwisata internasional diprediksi akan tercapai pada tahun 2024 atau lebih”, jelas Agustini Rahayu.
Menurut Agustini, sebanyak 61% pakar UNWTO memprediksi jumlah kedatangan international kembali ke level tahun 2019 pada tahun 2024 atau lebih. Faktor kondisi pemulihan ekonomi dan mahalnya tiket serta akomodasi menjadi tantangan utama.
Di masa mendatang, pendorong utama untuk keputusan perjalanan adalah faktor kualitas, baik terkait dengan mindfulness, sensation-seeking, culture immersion, atau pengaturan akomodasi/ perjalanan yang berkualitas.
Perwakilan akademisi yang hadir diundang Departemen Komunikasi BI adalah lain Marzuki (Guru Besar Unhas), Haryo Kuncoro (Guru Besar UNJ), Mansur Afifi (Guru Besar Unram), Fitra Faisal Hastiadi (UI), Fajar B. Hirawan (CSIS/UIII), Agus H Sumarto (UMB), Adhitya Wardhono (UNEJ), Imron Rosyadi (UMS), Margiyono (UBT), Suparmono (STIM YKPN), Rudy Badrudin (STIE YKPN), dan Y Sri Susilo (UAJY).
“Perwakilan akademisi lain yang hadir adalah dosen Kebanksentralan yang dikoordinasi oleh BI Institute”, jelas Y Sri Susilo dalam rilisnya kepada media. (*)