Jakarta, benang.id – Server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) mengalami gangguan sejak 20 Juni 2024, menyebabkan terganggunya beberapa layanan publik, termasuk layanan imigrasi. Gangguan ini memicu kekhawatiran akan risiko keamanan data yang lebih besar.
Pakar digital Anthony Leong menyatakan jika gangguan ini disebabkan oleh serangan siber dengan metode ransomware, risiko yang dihadapi sangat besar.
“Bukan hanya mengganggu layanan publik, tapi juga mengancam bocornya data pribadi masyarakat yang ada di PDNS,” ujar Anthony, dalam keterangannya Rabu (26/6/2024).
Direktur PoliEco Digital Insights Institute (PEDAS) ini menambahkan bahwa jika peretas berhasil mengakses server di PDNS, kebocoran data bisa meluas ke instansi lain yang menyimpan data masyarakat.
“Apalagi kemarin dugaan kebocoran data juga terjadi di INAFIS hingga BAIS TNI. Ini sangat berbahaya sekali, tidak boleh dianggap remeh,” tegasnya.
Serangan siber yang semakin meningkat ini, menurut Anthony, telah mengguncang fondasi keamanan digital nasional dan mencatat titik baru dalam catatan kejahatan siber di Indonesia.
Ia mengungkapkan urgensi tindakan pemerintah dalam menghadapi eskalasi serangan yang telah merembet hingga ke Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI dan PDNS.
“Dalam situasi kritis ini, data-data strategis dan sensitif milik negara tampaknya tidak luput dari incaran peretas. Ini bukan hanya tentang kebocoran sembarangan, melainkan tentang keamanan nasional yang terancam,” lanjut Anthony.
Wakil Sekretaris Umum Paguyuban Sosial Tionghoa Indonesia (PSMTI) itu juga menyoroti besarnya tuntutan peretas yang meminta uang tebusan sebesar US$8 juta atau sekitar Rp131 miliar untuk memulihkan sistem yang dibobol.
“Negara tidak boleh kalah dengan hacker dan pelaku kriminal, apalagi mengancam dengan memeras pemerintah. Tidak ada rumusnya negara kalah dengan mereka,” tegasnya.
Sebagai solusi, Anthony menyerukan agar pemerintah melibatkan lebih banyak sumber daya untuk memerangi kejahatan siber dan meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan langsung menghadapi ancaman ini.
“Ini saatnya Presiden menunjukkan keseriusannya dalam melindungi data dan infrastruktur digital negara dengan memimpin langsung mengatasi kejahatan siber ini,” tutup Anthony. (*)