Wednesday, August 20, 2025
No menu items!
spot_img
HomeGaya HidupRuang Seni Publik Portabel Pertama di Indonesia LQID Creative Space Pameran Perdana...

Ruang Seni Publik Portabel Pertama di Indonesia LQID Creative Space Pameran Perdana “Dentuman Alam”

Jakarta, benang.id Ruang seni publik portabel pertama di Indonesia, LQID Creative Space resmi hadir di kawasan premium Sudirman 7.8, Jakarta. Mengusung konsep The First Portable Urban Art Gallery in Indonesia”, LQID dirancang sebagai third place yang memadukan seni, desain, musik, dan interaksi sosial, sekaligus mengaktifkan ruang publik kota.

Pembukaan LQID Creative Space ditandai dengan pameran perdana yang bertajuk Dentuman Alam”, (dalam bahasa Indonesia) dengan judul asli Organic Rhytm, kolaborasi dua seniman lintas negara: Popo Mangun (Indonesia) dan Low Moromi (Jepang). Pameran ini dibuka pada 17 Agustus 2025 pukul 15.00 WIB di LQID Creative Space, Sudirman 7.8, Jakarta, berlangsung hingga 5 Oktober 2025 dengan kurator Gie Sanjaya.

Penjelasan sebelum Tur Media di LQID Creative Space, Sudirman 7.8, Jakarta, Selasa (19/8/2025). Foto: benang.id/Gora Kunjana

Menurut Gie Sanjaya, melalui catatan kuratorialnya yang berjudul Organic Rhythm pameran ini mempertemukan dua seniman dari latar geografis yang berbeda, namun disatukan oleh kepekaan terhadap denyut kehidupan alam dan spiritual.

Pameran ini bukan sekadar pertemuan gaya, melainkan dialog antara lanskap batin dan memori leluhur, antara tubuh dan bumi, antara keheningan dan ritme,” tutur Gie Sanjaya, dalam Tur Media di LQID Creative Space, Sudirman 7.8, Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025.

Kurator Gie Sanjaya memberikan penjelasan seputar kreasi kolaborasi antara dua seniman lintas negara: Popo Mangun (Indonesia) dan Low Moromi (Jepang). di LQID Creative Space, Sudirman 7.8, Jakarta, Selasa (19/8/2025). Foto: benang.id/Gora Kunjana

Ia mengungkapkan bahwa karya Low Moromi terinspirasi oleh konsep Yu-un, lanskap mental yang meminjam bentuk awan sebagai simbol waktu, ruang, dan rasa. Estetika Jepang yang ia hadirkan bukan hanya visual, tetapi juga psikis dan spiritual—menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan dan kekuatan dalam keheningan.

Sebaliknya, lanjut Gie Sanjaya, Popo Mangun menghadirkan energi mentah tropis dengan mitos, simbol, dan geometri sakral Nusantara. Fragmen tenun, ukiran, hingga guratan menyerupai bahasa purba muncul bukan sebagai ornamen, tetapi sebagai mantra visual yang lahir dari tubuh, ritual, dan pengalaman.

LQID Creative Space, Sudirman 7.8, Jakarta galeri pameran seni di ruang terbuka portabel pertama. Foto: benang.id/Gora Kunjana

Meski berasal dari konteks budaya yang berbeda, karya keduanya berdenyut dalam ritme yang sama—ritme alam, waktu, dan jiwa. Tidak ada dominasi ruang, melainkan ruang yang dibiarkan bernapas; sebuah perjalanan bersama antara bentuk dan makna, antara visual dan spiritual,” imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Wilbert J Deil, CEO LQID Creative Space mengatakan, berbasis ergapodsstruktur prefab multifungsi—LQID menghadirkan mini galeri seni dengan pameran bergilir setiap tiga minggu, toko konsinyasi berisi karya kreatif terkurasi dari Indonesia dan Jepang, serta area speakeasy yang menyajikan craft beer dan alkohol lokal.

Wilbert J Deil, CEO LQID Creative Space, memberikan penjelasan seputar LQID Creative Space, sebelum Tur Media di LQID Creative Space, Sudirman 7.8, Jakarta, Selasa (19/8/2025). Foto: benang.id/Gora Kunjana

Program lain termasuk musik SenyuMusik untuk talenta baru lintas genre, dan The Artisan Hour—workshop kreatif berdurasi 1,5–2 jam,” jelasnya.

Dengan lokasi strategis terhubung langsung ke MRT Setiabudi Astra dan BRT Karet Sudirman, LQID mengaktifkan kawasan pejalan kaki melalui Art Trailjalur seni dari stasiun MRT menuju galeri—serta Mural Fence Project yang mengubah pagar dan fasad menjadi instalasi mural kolaboratif.

Seniman Indonesia Popo Mangun dan Seniman asal Jepang Low Moromi di LQID Creative Space, Sudirman 7.8, Jakarta, Selasa (19/8/2025). Foto: benang.id/Gora Kunjana

LQID Creative Space adalah perwujudan ruang kreatif yang terbuka, fleksibel, dan relevan dengan gaya hidup urban. Kami ingin menghapus jarak antara seni dan publik, menghadirkannya langsung di ruang-ruang sehari-hari,” pungkas Wilbert J Deil. (*/GK)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments