Jakarta, benang.id – Presiden Prabowo Subianto perlu fokus menurunkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial lebih progresif dengan orkestrasi kebijakan yang komprehensif, mulai dari pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, sanitasi, perumahan, hingga lapangan kerja.
Demikian dikemukakan Said Abdullah, Anggota DPR RI FPDI Perjuangan menyambut Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang bakal dilantik besok, Minggu (20/10/2024).
“Menurunkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial menjadi agenda paling penting bagi setiap pemerintahan. Selama sepuluh tahun terakhir, laju penurunan kemiskinan dan kesenjangan sosial masih belum progresif,” tutur Said Abdullah menyebut salah satu agenda strategis yang ditawarkannya kepada pemerintahan baru.
Ia mengungkapkan, pada tahun 2014 tingkat kemiskinan mencapai 10,96%, pada Maret 2024 penduduk miskin mencapai 9,03%, selama 10 tahun tingkat kemiskinan hanya turun 1,93%, apalagi kita juga menghadapi penurunan jumlah kelas menengah yang mencapai 9 juta jiwa.
“Pada tahun 2014 tingkat kesenjangan sosial (rasio gini) mencapai 0,414 dan pada Maret 2024 di level 0,379 atau turun 0,035,” ujarnya.
Agenda kedua, lanjut Said Abdullah, Presiden Prabowo perlu memberi perhatian besar untuk perbaikan sumber daya manusia, khususnya pada sektor pendidikan. Sebab sejak mandatori anggaran pendidikan 20% dari belanja negara di tahun 2003 sampai sekarang atau 21 tahun yang lalu, namun mayoritas Angkatan kerja kita sebanyak 149 juta, sebanyak 54%-nya hanya lulusan SMP ke bawah.
“Akibatnya kita tidak bisa mengoptimalkan bonus demografi untuk mendorong lompatan perekonomian nasional dari negara berpendepatan menengah bawah menjadi negara berpendapatan menengah atas, apalagi menjadi high income country,” katanya.
Agenda ketiga, menurut Said Abdullah, selama 10 tahun terakhir Indonesia belum bisa keluar dari ketergantungan Impor Pangan dan Energi. Padahal keduanya adalah hal pokok yang menyangkut ketahanan dan kemandirian sebuah bangsa dan negara. Selama periode 2014-2023 defisit perdagangan internasional pada sektor pertanian sangat besar.
“Ekspor sektor pertanian kita mencapai US$61,4 miliar sedangkan impor kita mencapai US$98,46 miliar Defisit sebesar US$37, miliar. Dengan kurs Rp15.400 nilai impor hasil pertanian kita mencapai Rp569,8 triliun,” ucapnya.
Ia menambahkan, pada periode 2014-2023 impor migas mencapai angka fantastis, yakni US$278,5 miliar, dengan kurs Rp15.400/ US$, maka nilai impor migas 9 tahun terakhir mencapai Rp4.288,9 triliun.
Said Abdullah menilai, persoalan ini tidak mudah dihadapi, pemerintah baru perlu melibatkan berbagai kepentingan ekonomi politik nasional dan internasional.
“Dan hal inilah yang akan menjadi tantangan Presiden Prabowo ke depan. Selamat bekerja Presiden Prabowo,” pungkas Said Abdullah. (*)