“Bagi Tuhan tak ada yang mustahil
Bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin
Mujizat-Nya disediakan bagiku
Ku diangkat dan dipulihkan-Nya.”
Penggalan bait lagu rohani yang dinyanyikan oleh Sari Simorangkir tersebut bukan sekadar kata-kata indah belaka apalagi isapan jempol. Mujizat itu nyata dan terus terjadi. Gereja Santo Gabriel Bunda Maria yang Berdukacita di Isola del Gran Sasso, Teramo, Abruzzo, Italia Selatan salah satu bukti yang tak terbantahkan.
Medio April lalu di sela kunjungan Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) ke Roma, dalam upaya menjalin kerja sama dengan Dikasteri Komunikasi Vatikan, AM Putut Prabantoro (Dewan Pembina) dan L Gora Kunjana (Sekretaris) berkesempatan mengunjungi Gereja Santo Gabriel. Adalah Suster Fransiska dari Kongregasi Pasionis (CP) yang dengan penuh suka cita mengajak kami ke salah satu tempat ziarah di Italia yang paling ramai –dikunjungi 2,5 juta peziarah setiap tahunnya. Suster Fransiska merupakan biarawati asal Wonogiri, Jawa Tengah yang sudah berkarya di negeri Pizza selama 23 tahun.
Sungguh suatu perjalanan yang menakjubkan. Meski jauh dan lama, perjalanan darat dari Roma menuju tempat peziarahan Santo Gabriel tidak terasa membosankan. Pertama karena merupakan pengalaman pertama. Kedua, pemandangan terutama ketika memasuki area pegunungan dan pedesaan sangat indah. Dari jalan tol tampak jelas pemandangan bak lukisan berupa padang rumput atau tanaman hijau di kiri kanan, hingga deretan gunung berselimutkan salju. Wow, indah sekali.
Di sisi lain kepiawaian Sr Siska –demikan ia akrab disapa—menyetir mobil van sejauh 153 km dengan waktu tempuh sekitar 2 jam-an, membuat kami kagum. “Saya kalau nyetir tidak suka kencang-kencang pak, yang penting penumpang nyaman,” tutur Sr Siska. Memang nyaman, asal tau saja penumpang di bagian tengah beberapa kali tampak tertidur pulas.
Setelah melewati setidaknya 27 tunnel atau terowongan dengan panjang mulai 1-2 kilometer hingga terpanjang mencapai 10 km lebih yang menembus gunung bersalju, Sr Siska mengambil jalan keluar S Gabrielle-Colledara menuju Sant Gabrielle.
Tak lama sekeluar jalan tol, kami tiba di Gereja Santo Gabriel. Kue bolu khas Italia, Buccellato dan secangkir expresso menyambut kedatangan kami tatkala mampir ke pastoran. Di sini kami bertemu dengan sejumlah suster dan Uskup (emeritus) Keuskupan Agung Sanggau Kalimantan Barat Mgr Giulio Mencuccini CP (22 Januari 1990-18 Juni 2022).
Uskup Emeritus yang memilih kembali ke Italia usai pensiun ini kemudian memandu kami berkeliling di area Gereja Santo Gabriel. Saat di dalam gereja ia menjelaskan sebuah ruang kecil di bawah lantai. Ternyata itu adalah tempat terjadinya mujizat pertama di gereja itu. Menurut Mgr Mencuccini, mujizat dialami oleh seorang yang lumpuh kemudian mampu berjalan.
Sejak mujizat yang pertama tersebut, mujizat demi mujizat terjadi dan dialami oleh banyak umat. Devosi kepada Bunda Maria yang telah dilakukan Gabriel sejak kecil dan berkesinambungan hingga menjadikan hidup Gabriel suci. Kesuciannya inilah yang menjadi sumber banyak mujizat yang terjadi pada setiap orang yang berdoa melalui perantaraannya.
Bukti-bukti mujizat yang terjadi dapat kita lihat di museum di sebelah kiri Gereja St Gabriel. Ratusan bahkan ribuan memorabilia kesaksian terpampang di meja, lemari kaca, serta dinding dan tembok di dalam museum. Juga kliping berita dan terjadinya mujizat. Semisal orang mengalami kecelakaan hebat mobil ringsek tidak berujud namun selamat. Orang bisu dapat berbicara, orang tuli bisa mendengar, dan masih banyak lagi.
Kawasan kudus Gereja Santo Gabriel Bunda Maria yang Berdukacita memiliki empat bagian bangunan utama. Pertama, biara yang merupakan markas besar para pasionis, tempat St Gabriel wafat pada tahun 1862. Kedua, gereja tua yang dibangun tahun 1908 sebagai penghormatan bagi St Gabriel. Ketiga, gereja baru bertulang beton, kaca, dan baja yang berdiri tahun 1970. Gereja baru berkapasitas 5-6 ribu orang inilah yang tetap buka pada hari libur untuk menampung peziarah dalam jumlah besar. Dan keempat, ruang pers yang menerbitkan media bulanan seputar kegiatan kawasan kudus.
Sekilas kisah Santo Gabriel
Lahir 1 Maret 1838 sebagai anak kesebelas dari tiga belas anak dari Sante Possenti, pengacara dan Gubernur Assisi, Italia, Santo Gabriel yang diberi nama baptis Francis dididik di perguruan tinggi Jesuit di Spoleto. Ibunya meninggal ketika orang kudus muda ini masih kecil.
Saat berumur 17 tahun, ia bergabung dengan Jesuit setelah bersumpah untuk melakukannya jika sembuh dari penyakit yang sangat berbahaya, namun niatnya untuk memasuki novisiat tertunda. Ayahnya berusaha keras menghalangi anaknya. Selain tantangan dari ayahnya yang salah memahami makna sesungguhnya dari panggilan religius, ia juga berhadapan dengan sifat dan keinginan masa mudanya untuk bergabung bersama teman-temannya. Namun, Allah membantu dia dalam kelemahannya untuk bertahan selama masa pencobaan ini.
Pemuda tampan, cerdas, berbakat dan berkepribadian baik ini, ketika masih remaja, menetapkan hatinya pada satu hal yang melampaui apa pun di dunia ini. Menjawab panggilan dari Tuhannya yang Tersalib, ketika menginjak usia 18, ia bergabung dalam Kongregasi Pasionis di tahun 1856. Pada 22 September 1857 ia mengikrarkan kaul sebagai Pasionis dengan mengambil nama Frater Gabriel dari Bunda Berdukacita. Pusat spiritualitasnya adalah untuk mempelajari dan meniru kebajikan Penderitaan Juruselamat kita seperti tercermin dalam Hati Maria yang Berdukacita.
Gabriel menunjukkan teladan hidup sebagai religius, yang diisi dengan tobat dan penyangkalan diri. Ia dihormati rekan-rekannya karena sikapnya yang ramah tamah, devosinya kepada Sakramen Mahakudus dan cinta kasihnya yang luar biasa kepada Maria Berdukacita dan Yesus Tersalib.
Sebelum ditahbiskan menjadi imam, Gabriel terserang TBC dan meninggal di usia 24 di biara Isola del Gran Sasso, Abruzzo pada 27 Februari 1862 . Saat menghadapi ajal, dia mendekapkan gambar Yesus Tersalib dan Bunda Maria pada dadanya sambil berseru: “Ya, Bundaku, datanglah segera!“.
Ia telah mencapai kesucian yang luar biasa hanya dalam waktu singkat sebagai seorang Pasionis. Hanya lima tahun setelah kematiannya, ibadah mingguan untuk menghormatinya dimulai di Gereja St Michael, Union City, NJ. Selama lebih dari 55 tahun, ribuan mukjizat, beberapa di antaranya sangat luar biasa, telah terjadi karena devosi kepada Kristus Tersalib dan Bunda Maria Berdukacita melalui pengantaraannya. Ia dikanonisasi sebagai Santo oleh Paus Benediktus XV pada 13 Mei 1920. Santo Gabriel dari Bunda Berdukacita pun diberi tempat khusus dalam Gereja sebagai pelindung kaum muda. (gemapasionis.org)
“Bagi Tuhan tak ada yang mustahil
Bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin
Mujizat-Nya disediakan bagiku
Ku diangkat dan dipulihkan-Nya.”
(*)
Foto-foto: benang.id/Gora Kunjana